Jumat, Mei 01, 2009

Gembala Yang Baik

Minggu, 03 Mei 2009
Minggu Keempat Paskah
Kis 4:7-12; 1Yoh 3:1-2; Yoh 10:11-18
Hari ini adalah hari Minggu Doa Sedunia untuk Panggilan. Pada hari umat Kristen Katolik diundang untuk merefleksikan tentang arti panggilan Allah dan untuk berdoa bagi panggilan. Gagasan Kristen tentang panggilan telah dipadatkan dalam suatu ungkapan yang mendalam sebagai berikut: “Semua adalah imam, beberapa adalah imam, hanya seorang adalah imam.” Keunikan imamat Tuhan kita Yesus Kristus, satu-satunya Pengantara antara Allah dan umat manusia sudah sungguh dipahami oleh umat Kristen. Imamat umum semua orang beriman, pengambilan bagian orang-orang yang telah dibaptis dalam imamat Kristus, telah mendapat penekanan istimewa sejak Konsili Vatikan II. Apa yang nampak sulit bagi banyak umat Kristen dewasa ini, yakni memahami imamat pelayanan dari orang-orang yang dipanggil untuk membuat suatu komitmen sepanjang hidup demi melayani sebagai pelayan-pelayan tertahbis. Kesalahpahaman ini, selain karena hal-hal lain juga, justru berakar pada krisis panggilan dalam Gereja. Tetapi, jika kita sungguh-sungguh memahami arti yang benar dari pelayan tertahbis, kita kemudian dapat berada pada posisi mendukung, baik demi kepentingan diri kita sendiri mupun bagi mereka yang lain untuk menjawabi panggilan Allah melalui cara hidup yang khusus ini.
Injil hari ini, di satu pihak, memberikan kepada kita suatu gambaran yang sangat berbeda tentang jabatan sebagai pelayan. Injil berbicara tentang gembala-gembala. Kata Latin untuk gembala adalah “pastor” yang berarti “bapa”, sapaan yang kita tujukan kepada para pelayan tertahbis (pater, romo), yang bertanggung jawab terhadap karya pelayanan di suatu komunitas Kristiani atau Paroki. Untuk memahami karya dan kehidupan para pelayan tertahbis kita perlu bercermin pada ajaran Yesus tentang gembala yang baik.
Kehidupan gembala yang baik merupakan suatu pemberian dan persembahan diri yang utuh. Karyanya adalah memperhatikan dengan penuh kasih sayang dan setia mendampingi serta selalu berada dekat dengan domba. Ada dua model gembala. Ada gembala upahan yang bertugas menjaga domba-domba. Ia berpindah dari satu domba ke domba lainnya bergantung pada kondisi pelayanan dan ia tidak bersedia mempertaruhkan hidupnya bagi domba-domba. Melihat serigala datang, ia melarikan diri karena menyayangi hidupnya sendiri dan meniggalkan domba-domba pada belaskasih pemangsa. Yesus berkata bahwa Ia bukanlah model gembala ini. Selanjutnya, Ia adalah gembala yang sekaligus pemilik domba-domba. Ia hidup, bertumbuh dan tinggal bersama domba-domba-Nya sepanjang hidup-Nya. Ia mengenali masing-masing domba. Ia memanggil setiap domba dengan namanya. Ia menceriterakan kepada setiap domba tentang kapan dan dimana domba-domba itu lahir, tentang masalah-masalah yang dihadapi dalam hidup bahkan Ia mengenal dengan sungguh karakter masing-masing domba. Ia memperhatikan kebutuhan dan merawat setiap domba. Ia tahu domba-domba mana yang tertinggalkan oleh domba-domba lain setelah suatu perjalanan panjang dan Ia siap untuk menggendongnya. Ia juga tahu domba-domba mana yang sepertinya kesasar dan nyasar, dan Ia akan menaruh perhatian ketika mereka memasuki tempat-tempat yang berbahaya. Ketika diserang singa dan serigala atau pencuri, Ia siap menanggung resiko dan berjuang demi mempertahankan domba-domba-Nya. Yesus adalah Gembala Yang Baik yang mempertaruhkan hidup-Nya bagi domba-domba.
Yesus adalah Gembala yang baik. Ia mempertaruhkan hidup-Nya bagi domba-domba-Nya – Gereja-Nya. Lewat suatu cara yang umum, Ia mengundang setiap orang ke dalam Gereja untuk mengambil bagian dalam karya pelayanan terhadap domba sesuai dengan panggilan hidup dan kesanggupan mereka masing-masing. Tetapi Yesus juga memanggil orang-orang tertentu dari antara kita untuk menghayati dan menjalani suatu komitmen sepanjang hidup terhadap karya kembalaan para domba Allah. Orang-orang ini dipanggil untuk mengambil bagian secara lebih dekat dalam hidup dan karya Yesus, Gembala Yang Baik. Jika hari ini anda mendengar suara panggilan Allah, hendaklah jangan mengeras dan menutup hatimu. Tetapi, jika anda tidak mendengar panggilan Allah melalui cara hidup khusus ini, hendaklah lakukan segala sesuatu sejauh kemampuanmu untuk mendukung orang-orang yang telah dipanggil untuk tugas kegembalaan ini, yang berjuang dalam jatuh dan bangun agar tetap setia mengikuti tapak langkah Yesus, Sang Gembala Yang Baik.
copyright@ 1 Mei 2009 by P. Paskalis B. Keytimu

Kamis, April 30, 2009

Tuhan, Kepada Siapakah Kami Akan Pergi?

Sabtu, 02 Mei 2009
Masa Paskah
Bacaan: Yohanes 6: 60-69
Dalam hubungan dengan iman, kita sampai pada kenyataan di mana kita menemukan, bahwa tidak ada pertimbangan “atau-atau”, tidak ada argumen mengenai “di satu pihak atau di pihak lain”, tidak ada opsi untuk mempertimbangkan, tidak ada cara lain. Hanya ada jalan yang benar atau jalan yang salah. Hal inilah yang kita lihat dalam jawaban Santu Petrus dan keduabelas murid ketika krisis iman lagi merasuki hati dan pikiran para pengikut Yesus yang lain.
“Sesudah mendengar semua itu, banyak dari murid-murid Yesus yang berkata ‘Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya”….Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia (Yoh 6:60, 66). Yesus sedang mengajar para murid-Nya doktrin tentang Ekaristi, sebagai wujud kehadiran-Nya di antara para murid dalam rupa Roti dan Anggur. Banyak dari murid-murid itu tidak sanggup menerimanya bahkan ada yang bertanya dalam hati “Pikir-Nya kami ini pemakan daging manusia dan minum darah manusia?” Gagal memahami ajaran Yesus melahirkan krisis iman yang nampak dalam jawaban untuk meninggalkan status sebagai pengikut-pengikut Kristus. Kini, tinggal keduabelasan, murid-murid terdekat Yesus yang bertahan. Kepada mereka pun Yesus bertanya: “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Petrus menjawab mewakili para sahabatnya yang lain: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal, dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah” (Yoh 6: 67-69).
Apa yang membedakan antara Petrus dan keduabelasan yang setia mengikuti Yesus dan pengikut-pengikut lain yang meninggalkan Yesus? Petrus dan kawan-kawannya tidak terlalu memahami doktrin tersebut sementara murid-murid lain memahaminya dengan baik. Petrus dan kesebelas sahabatnya barangkali juga mengalami sedikit masalah dengan gagasan mengenai makan daging dan minum darah, sebagaimana dialami juga oleh murid-murid lain yang meninggalkan Yesus. Namun Petrus dan sahabat-sahabatnya sungguh menyadari bahwa kesulitan dalam memahami suatu ajaran khusus dari Yesus tidak berarti harus meninggalkan Yesus. Pengikut-pengikut lain barangkali berpikir tentang Yesus hanya sebagai salah satu dari sekian banyak guru lain, karena itu, jika mereka tidak setuju dengan ajaran Yesus, mereka bisa beralih untuk mendengarkan ajaran guru-guru lain. Petrus dan kesebelas saudaranya justru sebaliknya. Mereka melihat Yesus sebagai satu-satunya Jalan, Utusan yang istimewa dari Allah. Mereka menyadari sungguh bahwa lebih baik mengikuti Yesus sekalipun tanpa memiliki kegemilangan intelek daripada kehilangan Yesus.
Dewasa ini banyak orang Kristen yang mengikuti tapak langkah dari murid-murid yang meninggalkan Yesus karena mereka tidak setuju dengan beberapa ajaran atau karena alasan lain. Kita tahu bahwa iman dimengerti sebagai suatu komitmen dan penyerahan diri yang utuh kepada Allah dan bukan sebagai suatu persetujuan intelektual terhadap pernytaan-pernyataan diktrinal. Injil hari ini, karena itu, merupakan suatu undangan untuk menempatkan iman dihadapan dan mengatasi pemahaman sebagaimana dilakukan Petrus dan kawan-kawannya, dan bukan pengetahuan dan pemahaman mengatasi iman sebagaimana dilakukan oleh pengikut-peingkut yang tidak setia yang meninggalkan Yesus.
copyright@30 Mei 2009 by P. Paskalis B. Keytimu

Rabu, April 29, 2009

Dari Kehadiran Rill Menjadi Identitas Nyata

Jumad, 01 Mei 2009
Masa Paskah
Bacaan: Yohanes 6:52-59
Ada banyak masalah yang telah dihadapi Gereja dalam perjalanan hidupnya. Masalah-masalah itu, antara lain, pemisahan antara Gereja Yunani dan Gereja Latin. Peristiwa itu terjadi karena ketidaksepamahaman tentang apakah Roh Kudus berasal dari Allah melalui Putra (posisi Gereja Yunani) atau dari Bapa dan Putra (posisi Gereja Latin). Sementara itu, Greja Reformasi Protestan melegitimasikan pendirian bahwa orang hanya dibenarkan melalui iman saja yang bertentangan dengan pendirian Katolik bahwa orang dibenarkan karena iman yang diekspresikan secara nyata dalam perbuatan baik. Sementara itu, syahadat-syahadat pun masih dibedakan-bedakan karena ketidaksepahaman mengenai wujud Yesus hadir dalam Roti Ekaristi. Ada yang berpendapat bahwa Ia hadir secara fisik, ada lagi yang mengatakan bahwa Yesus hadir secara spiritual dan ada pula yang melihat kehadiran Yesus hanya secara simbolik. Semua sepaham pada kenyataan bahwa Roti Ekaristi adalah Tubuh Kristus, tetapi tidak setuju mengenai cara dalam mana misteri itu terjadi.
Dalam Injil hari ini Yesus menegaskan bahwa Roti Ekaristi adalah sungguh diri-Nya. Maka pertanyaannya adalah mengapa orang-orang Kristen, yang semuanya percaya mengenai kehadiran Yesus dalam Ekaristi, mengambil jarak satu terhadap yang lain atau memisahkan diri kerena ketidaksepahaman mengenai bagaimana peristiwa itu terjadi. Ada yang berpikir bahwa apa yang mempersatukan mereka, yakni kepercayaan bahwa Roti Ekaristi adalah Tubuh Kristus, setidaknya menjadi lebih penting daripada apa yang memisahkan mereka, yakni model penjelasan yang berbeda mengenai cara dalam mana peristiwa itu terjadi.
Dalam beberapa bagian Injil Yohanes Yesus berbicara tentang makanan yang Ia berikan bagi kehidupan dunia dalam beberapa istilah dan ungkapan yang berbeda. Pertama-tama, Yesus membicarakannya dalam istilah Roti dan Anggur, walaupun Ia menggunakan kata “minum” dan bukan “anggur.” Tetapi Yesus berbicara tentang Roti Hidup dalam istilah-istilah yang menunjuk pada makanan dan minuman yang biasa dan normal. “Jikalau seorang makan dari Roti ini, ia akan hidup selama-lamanya” (Yoh 6:51) dan “Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman” (Yoh 6:55).
Lebih lanjut, Yesus berbicara tentang Roti Hidup sebagai “Tubuh dan Darah-Nya.”Sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal” (Yoh 6:53-54). “Daging dan Darah” adalah suatu frasa yang berarti pribadi yang utuh.
Dan khirnya Yesus berbicara tentang makanan yang memberikan kehidupan sebagai diri-Nya sendiri. “Akulah Roti Hidup yang telah turun dari Surga. ….Barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku” (Yoh 6:51, 57). Di sini Yesus mengidentifikasi roti dari surga tidak saja dengan tubuh-Nya yang hanya merupakan bagian dari keutuhan pribadi tetapi dengan diri-Nya dalam totalitasnya.
Dengan demikian, kiranya iman kita tidak digoncangkan kalau ditegaskan lagi bahwa Roti Ekaristi adalah Tubuh Kristus, bahkan lebih dari Tubuh Kristus. Roti Ekaristi adalah keutuhan pribadi Yesus Kristus. Roti Ekaristi adalah Tubuh dan Darah Tuhan kita Yesus Kristus. Sama halnya bila kita berbicara pula tentang kehadiran Kristus dalam Sakramen Mahakudus. Yesus Kristus tidak cuma hadir dalam Sakramen Mahakudus, tetapi Sakramen Mahakudus adalah Yesus itu sendiri.
Sebagaimana kita menerima Komunio, hendaklah kita menyadari bahwa kita sedang menerima Yesus Kristus sendiri and marilah kita membuka hati untuk menerima hidup baru yang Ia bawakan bagi kita. Demikian Yesus berjanji: “Sama seperi Bapa yang hidup mengutus Aku danAku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku” (Yoh 6:57).
Copyright@29 April 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Roti Yang Telah Turun Dari Surga

Kamis, 30 April 2009
Masa Paskah
Bacaan: Yohanes 6: 44-51
Kiranya kita semua boleh sepakat kalau dikatakan bahwa gagasan yang dominan dalam bacaan Injil hari ini terumus dalam kalimat ini: “Roti yang telah turun dari Surga.” Pokok pikiran ini malah lebih jauh bisa dikatakan sebagai tema sentral Injil yang selanjutnya dapat membantu kita untuk memahami seluruh kisah Injil. Bangsa Israel sedang menantikan kedatangan Mesias, yang secara literer, turun dari surga. Penantian mereka akan perwujudannya harus nampak dalam dan melalui peristiwa-peristiwa yang spektakular dan supernatural di langit manakala mereka menyaksikan Mesias turun dalam awan. Maka, ketika Yesus datang dan mengklaim bahwa “Akulah Dia” (Yoh 8:24, 28) mereka tidak dapat menerima realitas di hadapan mereka karena bertentangan dengan harapan yang menghantui pikiran mereka.
Yesus mereka kenal dengan baik. Mereka tahu, kapan dan di mana serta bagaimana Yesus datang. Menurut mereka Yesus adalah anak Maria dan Yosef. Pengenalan atas latar belakang hidup Yesus inilah mendorong mereka bersungut-sungut manakala mendengar lagi Yesus berkata bahwa “Akulah Roti yang telah turun dari surga.” Mereka berkata: “Bukankah Ia ini Yesus, anak Yosef, yang ibu-bapa-Nya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: Aku telah turun dari Surga?” (Yoh 6:41-42). Sikap penolakan ini malah semakin diperkuat lagi oleh pemahaman mereka bahwa “tentang Yesus mereka tahu dari mana asal-Nya, tetapi bilamana Kristus datang tidak ada seorang pun yang akan tahu dari mana asal-Nya” (Yoh 7:27).
Karena itu kita dapat memahami bahwa sesungguhnya problem orang-orang Yahudi pada zaman Yesus berakar pada ide tentang daging menjadi roti yang pada dasarnya merupakan perluasan dari masalah mereka tentang sabda menjadi daging. Tetapi, jika kita dapat menghubungkan dengan misteri cinta Allah bagi kita, tentang Allah yang agung dan kekal berkenan menjelma menjadi Manusia yang biasa, sederhana dan dapat mati seperti kita, kemudian kita akan menjadi mampu memahami misteri Putra Manusia menjadi Roti, yang juga merupakan ungkapan teragung cinta-Nya bagi kita. Namun, jika kita bersikeras/menuntut agar Allah harus menjawabi harapan-harapan kita dan sesuai dengan pengetahuan kita, sebelum kita dapat percaya, kita sebetulnya tengah berada dalam pencarian akan suatu kejutan yang besar yang tak akan pernah menjadi kenyataan.
Bagaimana Allah turun dari surga? Bagaimana Allah datang dalam kehidupan kita? Injil hari ini menunjukkan kepada kita bahwa Allah datang kepada kita justru melalui orang-orang sederhana yang kita jumpai dalam kehidupan kita setiap hari. Pertanyaannya adalah bukan pada apakah Allah datang kepada kita atau tidak, tetapi pada apakah kita mampu mengenali Allah dalam hidup dan karya kita. Pada hari ini, hendaklah kita sisihkan satu menit waktu kita untuk memperhatikan orang-orang yang kita kenal dengan baik, atau sekurang-kurangnya mereka yang mungkin selalu hadir dalam pikiran kita. Orang-orang ini, laki-laki, perempuan dan anak-anak barangkali sungguh menjadi duta-duta yang Allah dalam penyelenggaraan-Nya yang ilahi telah mengutus kepada kita untuk mendidik dan mempersiapkan kita untuk kehidupan abadi.
Copyright@29 April 2009, by P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Selasa, April 28, 2009

179. Melaksanakan Kehendak Allah Melalui Tugas Perutusan

Rabu, 29 April 2009
Masa Paskah

Bacaan : Yoh 6, 35 - 40

Entah disadari ataupun tidak, baik secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat, kita memiliki tugas untuk dilaksanakan. Dan hampir pasti tugas yang demikian adalah tugas yang diserahkan kepada kita atau dimandatkan kepada kita oleh orang lain. Hal ini misalnya kita temukan dalam tugas misi, tugas belajar, ataupun tugas karya. Biasanya ada lembaga atau orang yang memberikan penugasan atau perutusan, entah itu seseorang, suatu lembaga keagamaan, LSM ataupun pemerintah.

Membaca dan merenungkan Injil hari ini, kita berhadapan dengan hal serupa, ketika Yesus menegaskan bahwa IA datang bukan untuk melakukan kehendakNya sendiri melainkan kehendak Bapa, yaitu Dia yang mengutus Yesus datang ke dunia. Yesus menggambarkannya demikian, "Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya. Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.”

Sabda Yesus ini memberikan inspirasi kepada kita bahwa setiap tugas yang kita jalankan entah itu diterima dari orang lain maupun yang kita buat sebagai bentuk komitmen kita dalam hidup adalah bertujuan untuk menghasilkan hidup kekal. Tugas dan pelaksanaannya hendaknya tidak menjadi halangan untuk mengabaikan hidup kekal, tetapi untuk menjadi alat yang dengannya kita mencapai hidup kekal. Dan seperti Yesus yang datang untuk menghantar semua orang kepada BapaNya yang adalah kepenuhan hidup, kita semua diajak untuk melaksanakan tugas dan perutusan kita dengan orientasi menghantar orang kepada kepenuhan hidup dan kebahagiaan sejati yang sumbernya ada pada Allah.

Karena itu, setiap tugas, setiap aksi belajar pada hakikatnya memiliki dimensi "mendapatkan yang lain" atau "menghantar yang lain menuju kepenuhan hidup". Hal ini perlu diingat agar ada orientasi benar dalam tugas dan dalam belajar. Dengan mengingat hal ini, kita sebenarnya seperti Yesus tetap sadar bahwa dalam setiap tugas yang kita jalankan, di sana ada kehendak Allah yang harus kita penuhi. Kita semua tanpa kecuali sedang melaksanakan kehendak Allah.

Tuhan Yesus, semoga kami semua sadar bahwa tugas apapun yang kami emban saat ini adalah pengambilan bahagian dalam usaha dan tugasMu untuk melaksanakan kehendak Bapa yang mengutusMu. Bantulah kami untuk senantiasa fokus pada perutusan ini. Amin.

Copyright © 28 April 2009 by Ansel Meo SVD

Senin, April 27, 2009

178. Bila Rindu ... Datanglah Kepada Yesus!

Selasa, 28 April 2009
Masa Paskah

Bacaan : Yoh 6, 30-35

Pernahkah anda tertimpa rasa rindu? Rindu pada seseorang, ataupun rindu akan sesuatu? Merindukan sesuatu ataupun merindukan seseorang sesungguhnya adalah sesuatu yang penting, yang seringkali membuat orang bersemangat untuk melakukan sesuatu bahkan yang terlihat mustahil. Kerinduan membangkitkan harapan yang besar di hati orang itu, bahkan kepercayaan yang kuat bahwa sesuatu yang besar bakal terjadi dalam hidupnya.

Yesus dalam Injil hari ini juga menyinggung kerinduan ini, ketika Ia mengatakan kepada mereka yang memintaNya roti yang memberi hidup. Maka kata mereka kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa." Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi”

Kerinduan untuk tidak akan pernah lapar dan tidak akan pernah haus lagi bisa terjawab dengan satu tindakan kecil namun vital ini, yakni datang kepada Yesus. Dengan kata lain, bila anda rindu, apapun saja, dan kepada siapapun 'datanglah dan katakan kerinduanmu itu kepada Yesus', maka hampir pasti jawabannya akan kita temukan segera.

Tetapi, bagaimana caranya datang kepada Dia senantiasa ketika kerinduan itu tiba? Setiap kita hampir pasti dalam hidupnya membuat juga komitmen, janji dan rencana yang digariskan dengan baik untuk dijalankan. Nah, datang kepada Yesus bisa berarti, ketika kehilangan orientasi, kehilangan pegangan, kita diajak untuk berpaling kembali ke janji yang pernah kita buat yang tentu saja sebagai orang beriman, kita sertakan Tuhan dalam janji-janji itu. Mengingat kembali komitmen dan janji serta membaharuinya setiap kali ada kesempatan hening dalam doa, adalah langkah yang tepat untuk mengorientasikan kembali hidup kepada Yesus.

Bukan cuma itu saja, datang kepada Yesus berarti juga mempersembahkan kecemasan, rasa takut, juga kegembiraan dalam percakapan dengan Yesus, dalam doa yang terus menerus denganNya. Dengan cara ini, kerinduan betapapun beratnya, pasti mendapatkan pemenuhannya. Jadi, bila rindu ........... datang dan berkata-katalah dengan Yesus. Anda tak akan kecewa.

Copyright © 27 April 2009 by Ansel Meo SVD

177. Yang Bertahan Untuk Hidup Kekal

Senin, 27 April 2009
Masa Paskah

Bacaan : Yoh 8, 22-29

Dewasa ini kebanyakan orang sangat menjunjung tinggi profesionalisme. Orang menghargai semangat kerja dengan etos yang baik ataupun belajar demi mencapai keahlian tertentu. Karenanya, tuntutan untuk bekerja atau belajar secara terus-menerus menjadi sebuah kebutuhan yang dipandang sebagai hal vital. Mengapa demikian? Karena dengannya, orang percaya bahwa kehidupan yan lebih baik, lebih bahagia, lebih nyaman bakal diperoleh.

Yesus dalam bacaa Injil hari ini sangat sadar akan tuntutan yang demikian dalam hidup. Tetapi Ia malah menuntut lebih lagi. Demikian kataNya hari ini, Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya."

Ajakan Yesus ini mengatasi ajakan untuk bekerja atau belajar secara profesional. Kenapa? Karena yang Dia minta melampaui hal itu, yakni bahwa tujuan akhir dari kerja atau belajar bukan hanya terbatas untuk menghasilkan hidup yang lebih baik dan lebih sejahtera, tetapi hidup yang bertahan hingga selamanya. Maksudnya, orientasi manusia yang terakhir seharusnya bernuansa religius, menghantar orang semua kepada pengenalan akan Allah, kepada hidup beriman.

Sebuah ajakan yang bernilai luar biasa. Kita diminta tetap bekerja dan belajar secara profesional dan karenanya boleh mengarahkan hidup kita kepada pengenalan akan Allah. Bekerjalah untuk memperoleh yang abadi, yang berasal dari Allah. Artinya bekerjalah untuk senenatiasa menemukan Allah sebagai yang abadi dalam hidup ini.

Tuhan, terimakasih berlimpah atas sabda Hidup ini. Kami memiliki pengharapan bahwa hidup kami berada dalam Dikau. Semoga kami menemukannya juga dalam kerja keras kami setiap hari. Amin.

Copyright © 26 April 2009 by Ansel Meo SVD

Minggu, April 26, 2009

176. Syering Iman

Minggu, 26 April 2009

Minggu Ketiga Paskah

Bacaan : Kis 3:13-15.17-19; 1Yoh 2:1-5; Lk 24:35-48

Gagasan yang menjadi pokok renungan kita pada haari Minggu Ketiga Paskah, hari ini yakni tentang syering iman pengalaman iman dengan sesama. Kristus menghendaki kita - para ppengikut-Nya menjadi saksi-saksi-Nya. Menjadi saksi, ibarat sebuah koin yang memiliki dua sisi. Pada satu sisi, berpautan dengan pengalaman akan suatu peristiwa, memiliki pengetahuan akan sesuatu melalui suatu pengalaman pribadi, dan bukan berdasarkan apa kata orang lain. Sementara sisi yang lainnya berhubungan dengan kesediaan dan kesanggupan untuk memberi kesaksian tentang pengalaman itu kepada orang-orang lain. Kalau dikatakan bahwa kita dipanggil untuk menjadi saksi-saksi Kristus, itu berarti dipanggil untuk pertama-tama memiliki suatu pengalaman pribadi tentang Kristus dan selanjutnya kerelaan untuk pergi dan membagi-bagikan pengalaman itu dengan dan kepada sesama.

Tatkala kita bersaksi tentang Kristus, kita sebetulnya mencapai dua hal. Pertama-tama, kesaksian kita memungkinkan sesama mengalami Yesus dan kemudian kita sendiri mengalami bahwa Yesus memperkokoh kekuatan pengalaman kita tentang Dia. Kita dapat melihat kenyataan-kenyataan ini dalam kisah Injil.

Kedua murid bertemu dengan Tuhan yang bangkit dalam perjalanan ke Emaus. Pertemuan itu melahirkan pengalaman personal tentang Kristus. Dan pengalaman ini mendorong mereka untuk segera kembali ke Yerusalem demi berbagi pengalaman itu kepada para murid yang lain. Kita baca: "Sementara mereka bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka 'Damai sejahtera bagi kamu" (Lk 24:36). Yesus membuat diri-Nya hadir dalam proses syering pengalaman iman mereka dengan para murid yang lain. Akibatnya, kesebelas murid lainnya disanggupkan untuk mengalami Tuhan yang bangkit.

Apa yang Yesus lakukan dengan orang-orang yang mengalami diri-Nya? Pertama-tama, Yesus menyampaikan damai dalam hati mereka yang lagi bimbang dan kacau. Kemudian Ia berusaha meyakinkan mereka bahwa Yesus dari Nazareth yang menderita, lalu wafat pada Salib adalah Yesus yang kini berdiri dihadapan mereka dan hidup dalam kemuliaan bersama Allah, Bapa-Nya. Bukan cuma ini yang dilakukan Yesus. Yesus juga membuka pikiran mereka untuk memahami makna Kitab Suci dan untuk mengenali Dia. Akhirnya, Yesusmengangkat mereka untuk menjadi saksi-saksi-Nya. Semua ini dilakukan Yesus ketika Ia menampakkan diri-Nya kepada para murid dalam pertemuan pada hari Minggu, dua ribuan tahun yang silam. Dan hal-hal ini pula dilakukan Yesus ketika Ia menampakkan diri-Nya kepada umat Allah dalam pertemuan pada hari Minggu ini, sekarang dan di sini.

Perhatikan, betapa aktif Yesus. Dia memberikan damai-Nya, memperkuat iman mereka. Dia pula membuka pikiran mereka dan menjelaskan makna Kitab Suci kepada mereka serta memaklumkan bahwa mereka adalah saksi-saksi-Nya. Sementara para murid, tidak banyak yang mereka lakukan, kecuali membuka mata mereka untuk melihat dan mengenali Yesus, membuka hati mereka untuk bersminya damai-Nya; dan membuka pikiran mereka untuk menerima perintah-Nya.

Pertanyaan untuk kita: Bagaimana kita memberi kesaksian tentang Kristus? Entah disadari atau tidak, banyak pewarta yang kadang menempuh jalan salah, bahkan boleh dibilang sesat. Mengapa? Memberi kesaksian tentang Kristus bukan lewat mengancam umat dengan ajaran mengenai penderitaan abadi di Api Neraka. Juga bukan lewat berdebat dengan umat perihal isu-isu teologis yang kontroversial. Adalah jelas bagi kita, bila kita bercermin pada apa yang dilakukan oleh kedua murid dalam perjalanan ke Emaus, yakni berkisah tentang pertemuan pribadi kita dengan Kristus; juga berbagi pengalaman iman dengan mereka tentang identitas dan jati diri kita sebagai orang-orang Kristen. "Siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat", kata Santu Petrus (1Ptr 3:15). Amin.

Copyright © 26 April 2009 by P. Paskalis B. Keytimu, SVD