Sabtu, Desember 06, 2008

45. Membiarkan Allah Menjumpai Kita

Minggu, 07 Desember 2008

Minggu II Masa Adventus

Bacaan : Yes 40:1-5.9-11; 2Ptr 3:8-15; Mrk 1:1-8

Ada sebuah cerita dikisahkan sebagai berikut:

Seorang anak Sekolah Dasar mendapat kunjungan dari salah seorang guru. Sang guru bermaksud mengetahui alasan, mengapa muridnya tidak ke sekolah pada hari itu. Ia disambut oleh muridnya sendiri. Hello…..? Apakah ayahmu ada di rumah? tanya sang guru. Ya, jawabnya berbisik. Boleh saya berbicara dengannya? tanya lagi sang guru. Tidak, jawabnya berbisik lagi. Oh ya, apakah ibumu ada di sana?, tanya guru itu lagi. Ya, bisik murid itu. Boleh saya berbicara dengan ibumu? Lagi-lagi anak itu membisikan jawabnya, Tidak. Baiklah, oh ya…apakah ada orang lain selain kalian sekeluarga? Ya, bisik anak itu … seorang Polisi. Seorang Polisi???
Sekarang, boleh saya berbicara dengan Polisi itu? Tidak bisa, bapak guru. Ia sedang sibuk. Sibuk buat apa, tanya guru itu. Polisi sedang berbicara dengan bapa dan mama serta pemadam kebakaran, tandas anak itu. Pemadam kebakaran??? Apakah ada kebakaran di rumahmu atau ada sesuatu yang lain? Tidak, jawab muridnya. Lalu, apa yang sedang dilakukan oleh Polisi dan Pemadam Kebakaran di rumahmu? Sambil terkiki-kiki anak itu menjawab: "Mereka sedang mencari aku."

Dalam Injil pada Hari Minggu II Adven, kita melihat Yohanes Pembaptis tengah menyerukan kepada rakyat Yudea untuk datang ke padang gurun dan membiarkan Allah menjumpai mereka.
Masuk ke padang gurun berarti sejenak meninggalkan rutinitas kehidupan normal dalam mana kita begitu terlekat dan bergantung. Hal-hal itu, antara lain bisa kita jumpai dalam pekerjaan kita, dalam relasi-relasi kita dan juga dalam praksis-praksis rutin kehidupan lainnya. Tetapi percayalah bahwa Allah tidak akan dapat berbuat banyak di tengah kita sejauh kita mengharapkan dan mempercayakan hal-hal ini sebagai hal-hal pertama yang memberi makna dalam hidup kita.

Ketika hati kita telah sarat, tak ada satu barang pun yang bisa masuk lagi, begitu pula Allah. Karena itu, pertama-tama, kita harus Membiarkan Pergi apa saja yang tengah melekat di hatimu, membiarkannya kosong, sebelum kita dapat memeluk/merangkul Allah. Dan melepaskan pergi ini dilambangkan oleh suatu Perjalanan Masuk ke Padang Gurun yang tandus.

Di dalam Kitab Suci, padang gurun berarti datang ke tempat pertemuan dengan Allah. (Semoga aku tidak menyesatkan anda kalian dengan penjelasan ini). Di sana, di padang gurun, umat Israel bertemu dengan Allah dan mendengarkan jalan-jalan Allah. Di padang gurun, mereka menjadi umat Allah sendiri dan Allah menjadi Allah mereka. Begitu pula yang dilakukan Yesus. Sebelum mengawali pelayanan-Nya di depan publik, Yesus menghabiskan 40 hari dan 40 malam di padang gurun. Itu adalah suatu masa penemuan dan pendalaman hubungan pribadi-Nya dengan Allah, Bapa-Nya. Jadi, seruan memasuki padang gurun, sesungguh merupakan sebuah ajakan yang disuarakan oleh Yohanes Pembaptistis kepada mereka, untuk "membiarkan pergi harapan dan jaminan mereka yang sesat" (…ya mungkin "keliruh" lebih nyaman terdengar…) dan "belajar untuk berharap dan percaya hanya pada Allah sendiri."

Yohanes Pembaptis menghidupi apa yang telah ia wartakan. Melalui gaya hidupnya, kebiasan-kebiasaan berpakaian dan makan, ia menunjukkan bahwa makna kehidupan tidak ditemukan dalam kelimpahan kepemilikan barang-barang duniawi, tetapi justru di dalam relasi dengan Allah. Kesederhanaan hidup dan pemisahan diri dari perhatian terhadap hal-hal yang tidak perlu serta kecemasan akan kehidupan sosial, membebaskan hati bagi suatu hubungan pribadi dengan Allah. Itu berarti meninggalkan tempat-tempat persembunyian kita yang biasa dan menempatkan diri kita sendiri dalam suatu keadaan di mana Allah dapat dengan mudah menjangkau kita. Itulah bukit-bukit yang harus diratakanlah dan itulah pula lembah-lembah yang perlu kita timbuni supaya tidak mempersulit Allah untuk menjumpai dan menyelamatkan kita.

Pada masa Adven ini Gereja menyampaikan kepada kita seruan/panggilan Yohanes Pembaptis untuk Bertobat dan Mengakui dosa-dosa kita sebagai persiapan bagi Dia yang akan datang. Ini merupakan suatu kesempatan untuk menemukan kembali ketergantungan yang seutuhnya pada Allah. Allah telah menciptakan kita bagi Diri-Nya dan akan terus mencipta, sebagaimana telah ditemukan Santo Agustinus, "Hatiku tidak tenteram sebelum beristirahat di dalam Allah." Amin.

Copyright © 22 Nopember 2008 by Paskalis Berkmans, SVD.

Jumat, Desember 05, 2008

44. Masihkah kita Mendoakan Panggilan Untuk Pelayanan?

Sabtu, 06 Desember 2008

Bacaan : Mat 9, 35-10,1.6-8

Pertanyaan sederhana di atas perlu kita ajukan lagi di sini, bukan karena terutama karena adanya kenyataan seperti kurangnya kaum muda untuk mengikuti panggilan khusus untuk menjadi imam dan untuk hidup membiara. Saya ajukan pertanyaan ini lagi terutama karena kebutuhan kita yang tetap urgen akan perlunya mereka yang bersedia terlibat dalam urusan kepentingan publik, berjuang demi kepentingan banyak orang dalam masyarakat. Mungkinkah itu?
Yesus dalam Injil hari ini berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Dan ketika melihat orang banyak, hatinya tergerak oleh belas kasihan kepada mereka. Membaca perikop ini dalam konteks kita dewasa ini, pikiran kita tak hanya serta merta tertuju pada banyak misionaris atau bapa Suci yang melakukan banyak perjalanan pastoral, tetapi saya juga ingat para politisi yang pergi berkeliling dari tempat ke tempat, berkampanye menarik suara pendukung dengan mengedepankan berbagai program demi memperbaiki mutu hidup para pendukung mereka.

Rasa-rasanya cita-cita Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus sering juga mereka ini dengungkan dalam kunjungan mereka, membuat foto yang berkesan dan pernyataan yang menggugah serta membesarkan hati. Mereka sebenarnya tengah mengikuti ajakan sang Guru. Tetapi ternyata tak semua berhasil membuatnya seperti Yesus.

Kita bertanya, apa yang salah? Mungkin inilah persoalan kunci yang membedakan kedua kelompok itu. Penginjil Mateus hari ini mencatat bagi kita hal ini, "Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma."

Kerajaan Allah adalah sebuah anugerah cuma-cuma yang diterima. Menerimanya selalu mengandung juga tugas untuk memberikannya kembali kepada yang lain dengan cuma-cuma pula, karena keyakinan ganjaran ada pada Dia sang Sumber Kerajaan itu. Dan rupanya inilah yang tidak bisa dibuat oleh para politisi, karena dia sudah menerima segalanya termasuk dukungan mungkin dengan cuma-cuma tetapi dia tidak akan memberikannya secara cuma-cuma. Mengapa? Dia masih ingin mengambil untuk dirinya sendiri.

Kita doakan para politisi dan para penguasa yang mengatur kehidupan bersama, agar sama seperti Yesus, hati mereka juga boleh tergerak oleh belas kasihan dan mengupayakan tindakan politis yang bermanfaat bagi banyak orang dalam berbagai karya kebaikan seperti, pendidikan, kesehatan, kemiskinan dan sebagainya.

Tuhan, kiranya kami semua baik yang bekerja untuk hal rohani maupun yang bekerja di bidang pemerintahan, boleh tergerak oleh belaskasihan dan pada saatnya memberi kembali demi kemajuan banyak orang. Amin.

Copyright © 05 Desember 2008, by Anselm Meo SVD

43. Yesus Membangkitkan Iman Mereka

Jumat, 5 Desember 2006

Bacaan : Mat 9, 27-31

Penginjil Mateus hari ini mengisahkan kepada kita tentang penyembuhan dua orang buta, dalam lukisan berikut ini. "Ketika Yesus meneruskan perjalanan-Nya dari sana, dua orang buta mengikuti-Nya sambil berseru-seru dan berkata: "Kasihanilah kami, hai Anak Daud." Setelah Yesus masuk ke dalam sebuah rumah, datanglah kedua orang buta itu kepada-Nya dan Yesus berkata kepada mereka: "Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Mereka menjawab: "Ya Tuhan, kami percaya." Lalu Yesus menjamah mata mereka sambil berkata: "Jadilah kepadamu menurut imanmu." Maka meleklah mata mereka.

Oleh Yesus, keduanya disembuhkan melalui suatu proses yang meminta mereka untuk terlibat sepenuhnya. Keduanya meminta Yesus untuk campur tangan dalam persoalan mereka, dan Yesus menguji kesungguhan dan kerinduan mereka dengan menanyakan, apakah mereka percaya kepadaNya. Dan jawaban mereka menunjukkan bahwa pada mereka ada kepercayaan yang diperlukan agar Yesus melakukan karya penyembuhan itu. Yesus memang menyembuhkan mereka secara fisik, tetapi Dia terutama membangkitkan iman mereka kepadaNya. Inilah hal penting dari pewartaan hari ini.

Hidup dan karya setiap murid Yesus seyogyanya memiliki aspek penting ini. Kebutuhan jasmani dan manusiawi selalu penting untuk ditangani, tetapi jangan pernah berhenti di sana saja. Mesti melangkah lebih jauh, menyentuh aspek rohani, iman. Si buta tidak hanya ditolong Yesus untuk bisa melihat lagi secara normal, tetapi Yesus juga memberikan kepada mereka suatu cara pandang yang baru, bahwa Allah terlibat dalam hidup mereka, Allah terlibat dalam alam ini. Mereka sebenarnya tengah melihat karya Allah terjadi dalam hidup mereka. Begitupun hidup dan pelayanan kita hendaknya menghantar kita dan orang lain untuk melihat alam dan dunia ini sebagai medan karya Allah.

Yesus hari ini membangkitkan iman kita semua untuk memperhatikan cara kita melihat karya dan hidup kita sebagai medan Allah berkarya. Kiranya kita dibantu untuk menyadari aspek ini dalam pelayanan kita. Amin

Dan Yesuspun dengan tegas berpesan kepada mereka, kata-Nya: "Jagalah supaya jangan seorangpun mengetahui hal ini." 9:31 Tetapi mereka keluar dan memasyhurkan Dia ke seluruh daerah itu.

Copyright © 05 Desember 2008, by Anselm Meo SVD

Rabu, Desember 03, 2008

42. Tidak Cukup Untuk Percaya Saja

Kamis, 4 Desember 2008

Bacaan : Mat 7, 21. 24-27

Seorang pasien menghadap dokternya dan menjelaskan kepada sang dokter tentang penyakit yang dideritanya. Setelah itu ia mendengarkan dengan penuh perhatian apa diagnosis yang diberikan oleh sang dokter dan berbagai perawatan dan pengobatan yang harus dilakukan untuk bisa sembuh dari penyakitnya.

Dia memang sangat percaya kepada dokternya, tetapi karena saking sibuknya, ia lupa akan berbagai obat yang ditunjuk oleh dokternya dan lebih dari itu ia juga tak sempat memperhatikan berbagai perlakuan khusus yang harus dia buat demi menyembuhkan penyakitnya. Hasilnya, mudah diduga, beberapa saat kemudian, dia datang lagi kepada dokternya dengan keluhan yang sama.

Kisah ini nampaknya sama dengan yang terjadi dalam Injil hari ini. Makanya Yesus berkata, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga."

Tidak cukup hanya percaya saja, tidak cukup hanya mendengarkan dan membaca firman Tuhan, tetapi yang terpenting adalah melaksanakannya dalam hidup. Tidak cukup menerima resep hidup abadi dan berbagai penjelasan yang lengkap tentangnya, tetapi bagaimana meletakkannya dalam praktik hidup.

Tuhan mengundang kita setiap saat dan di setiap tempat untuk menikmati kehidupan, kebahagiaan lewat berbagai cara dan berbagai orang. Kita bisa mendengarnya dengan penuh kekaguman atau mengomentari mereka. Tapi itu saja tak cukup. Perlu satu hal, keputusan sendiri untuk menyikapi apa yang didengar dan diketahui. Dan itulah yang perlu untuk hidupmu.

Tuhan, memang benar, kami mendengar dan memperoleh berbagai kebijaksanaan yang berguna untuk kami. Tapi sering kami cuma kagum dan berhenti di sana. Semoga Rohmu membantu kami menyikapinya sendiri. Amin.

Copyright © 03 Desember 2008, by Anselm Meo SVD

Selasa, Desember 02, 2008

41. Milikilah Pengharapan nan Dinamik

Rabu, 3 Desember 2006

Bacaan : Mat 15, 29-35

Sudah hampir pasti, setiap kita memiliki kerinduan hati yang ingin kita puaskan pada saatnya. Kerinduan akan sesuatu yang bernilai bagi hidup kita dan bagi hidup orang-orang yang kita cintai. Dalam bahasa yang tidak terlalu sederhana, kerinduan macam ini biasanya kita sebut juga impian atau harapan, yang merupakan salah satu kebajikan dalam hidup iman kita.

Mengapa kita berharap? Harapan biasanya lahir dari sebuah kenyataan kekurangan sesuatu yang dibutuhkan. Dan berhadapan dengan mengharapkan pemenuhan sesuatu kebutuhan, orang bukannya berharap sambil berlipat tangan, tetapi selalu ada unsur usaha, bahwa orang mengusahakan supaya apa yang diharapkannya dipenuhi. Inilah yang disebut sebagai dinamisme dalam harapan, orang mengharapkan sambil berusaha keras memenuhi harapan itu.

Inilah yang sedang terjadi dalam lukisan Injil hari ini. Penginjil Mateus mencatatnya secara indah sekali, "Lalu Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata: "Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak itu. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Aku tidak mau menyuruh mereka pulang dengan lapar, nanti mereka pingsan di jalan." Kata murid-murid-Nya kepada-Nya: "Bagaimana di tempat sunyi ini kita mendapat roti untuk mengenyangkan orang banyak yang begitu besar jumlahnya?" Kata Yesus kepada mereka: "Berapa roti ada padamu?" "Tujuh," jawab mereka, "dan ada lagi beberapa ikan kecil." Lalu Yesus menyuruh orang banyak itu duduk di tanah. Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti dan ikan-ikan itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya memberikannya pula kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang."

Yesus memang bisa membuat mukjizat perbanyakan roti dari ketiadaan, karena keAllahanNya, tetapi hal itu tak terjadi. Ia merasakan kebutuhan mereka yang telah mengikuti Dia kemanapun Dia pergi. Dan sebagai seorang pemerhati kemanusiaan, Dia tak mungkin membiarkan mereka pergi tanpa makan. Lahirlah harapan itu, sebuah kerinduan hati untuk memuaskan semua yang mengikuti Dia. Dan harapan yang Ia tunjukkan, Ia sebarkan juga ke kalangan para murid dan meminta mereka ambil bahagian dalam kerinduannya serta membuka diri bagi kenyataan kekurangan saat itu.

Dan hasilnya memang luar biasa. Yang mendengarkan syeringnya membuka diri, memberi dan Tuhan memberkati sehingga pemenuhan harapan itu berlipat ganda.

Begitulah kiranya harapan yang dikembangkan secara dinamis. Ketika menyertakan Tuhan dalam harapan dan kerinduan itu, maka kerjasama akan lahir secara luar biasa. Dan hasil akhirnya, kelimpahanlah yang dinikmati. Kiranya kita juga meletakan harapan kita di hadapan Tuhan dan aktif mengusahakan perwujudannya.

Tuhan, karena kerinduan hatiMu untuk memuaskan pencaharian kami akan Dikau, Engkau senantiasa menawarkan kepada kami untuk mengambil bahagian dalam rencanaMu. Gandakanlah kekuatan kami untuk bekerjasama denganMu, sehingga dunia kami boleh menikmati kepenuhan cinta kasihMu. Amin.

Copyright © 02 Desember 2008, by Anselm Meo SVD

Senin, Desember 01, 2008

40. Bahagia karena Melihat dengan Mata Iman

Selasa, 2 Desember 2008

Bacaan : Luk 10, 21-24

Tentulah sebuah pengalaman yang tak diharapkan oleh murid-murid saat itu. Yesus setelah mengucapkan syukur kepada BapaNya, berpaling kepada para muridNya dan berkata, "Berbahagialah kamu, karena kamu melihat semuanya itu. Banyak nabi dan raja yang ingin melihatNya, tetapi mereka tak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang telah kalian dengar, tetapi mereka tidak mendengarNya."

Menyimak apa yang dikatakan Yesus, kita tentu langsung berpikir bahwa Ia katakan hal itu untuk mengingat betapa beruntungnya para murid Yesus yang mendengarkan Dia, menyaksikan secara langsung karyaNya dan percaya kepadaNya. Saya kira tidak hanya itu, Yesus juga mau mengingatkan bahwa percaya kepada Yesus adalah sebuah kekuatan yang mengubah seseorang, yang memurnikan seseorang.

Para murid yang pernah mendengarkan dan menyaksikan Dia tetapi tak percaya, juga sebenarnya sama nasibnya dengan para pendahulu mereka. Tetapi sebaliknya ketika mereka percaya pada apa yang mereka dengarkan, dan mereka lihat, mereka sebenarnya tengah diubah dan dibaharui.

Begitupun dengan kita saat ini. Sebagaimana murid Yesus saat itu, kita juga diminta untuk memiliki iman untuk mendengar dan melihat peristiwa Yesus dalam alam dan hidup kita. Lebih lanjut meminta Tuhan campur tangan meneruskan karyaNya sendiri, untuk mengubah dunia kita.

Tuhan, kiranya kami memiliki iman yang sederhana tetapi kuat untuk melihat Engkau yang bersabda dan berkarya di tengah kami.

Amin

Copyright © 01 Desember 2008, by Anselm Meo SVD

39. Kerendahan Hati dan Iman Seorang Kepala Pasukan

Senin, 1 Desember 2008

Bacaan : Mat 8: 5-11

Kita sudah berada dalam masa Adventus, suatu kesempatan yang disediakan sekali lagi buat kita untuk menyambut Kristus secara lebih layak. Lebih dari itu, masa ini boleh dilihat juga sebagai kesempatan untuk melihat kebutuhan kita, baik secara rohani maupun secara jasmani, lalu menyatakannya kepada Tuhan.

Dan inilah yang menarik dari bacaan Injil Mateus hari ini, yang mengisahkan kepada kita tentang bagaimana seharusnya menyambut Kristus yang mendatangi kita dalam lukisan tentang kepala pasukan yang pergi memohon kepada Yesus untuk menyembuhkan hambanya. Ia mengenal kebutuhan hambanya dan tentu juga kebutuhannya. Sesungguhnya dia bisa mengirimkan seorang lain untuk menyampaikan kebutuhannya kepada Yesus, tetapi ia justru melakukkannya sendiri. Dan dikisahkan bahwa ketika Yesus hendak datang, dia sendiri yang menemui Yesus untuk mengatakan, bahwa ia memang tak layak Tuhan datang untuk menyatakan kemuliaan Allah. Ia meminta Tuhan, untuk mengucapkan sepatah kata saja, maka hambanya akan sembuh.

Kisah yang melukiskan kerendahan hati dan iman dari seseorang yang memiliki kuasa dan kedudukan penting tetapi tetap tahu diri ketika berhadapan dengan Tuhan. Ia seorang yang peduli pada nasib hambanya sendiri, seorang yang tentu juga mencintai hambanya.

Namun berhadapan dengan pernyataan diri Tuhan, ia memilih percaya pada kekuatan sabda Tuhan. Ia tak demonstratif untuk mencari pengakuan orang terhadapnya karena mengundang Yesus, ia memilih agar Tuhan menyembuhkan hambanya secara diam-diam. Dan ternyata itulah sebuah tanda iman yang luar biasa.

Tuhan, kami juga sering memaksa Engkau untuk melakukan mukjizat dengan motivasi supaya kami dikagumi, dan bukan demi kemuliaan namaMu. Kiranya iman kepala pasukan mengajarkan kami sekali lagi tentang kerendahan hati. Amin.

Copyright © 30 Nopember 2008, by Anselm Meo SVD

38. Menanti sambil Berjaga dan Berbuat Baik

Minggu, 30 Nopember 2008

Pada Kesempatan Ibadat Ekumene

Bacaan :1 Korintus 1, 3-9 dan Markus 13, 33-37

Tema ibadat kita kali ini adalah “Menanti Sambil Berjaga dan Berbuat Baik”, suatu tema yang langsung kita hubungkan dengan masa Adventus dalam Liturgi Gereja. Memang, tidak semua gereja merayakan masa khusus ini, tetapi rasanya tak salah juga kalau kita merayakannya secara bersama.

Tetapi kenapa menantikan Tuhan? Bukankah dalam iman kita meyakini bahwa Ia sudah dan sedang berada di antara kita? Bukankah kesadaran bahwa Tuhan ada memotivasi kita untuk berkarya demi kebaikan kita sendiri dan kebaikan semua orang?

Saya teringat satu peristiwa sederhana berikut: Tanggal 13 Nopember lalu, saya dan beberapa teman menyempatkan diri mengunjungi kuburan Campo Santo di kompleks Vatikan, untuk suatu maksud khusus. Sudah lama memang tak pernah ke sana, jadi agak lupa jalan masuk.

Seperti biasa, ketika memasuki Vatikan, kami sudah dihentikan oleh Guarda Svizzera, bertanya ke mana? Dan petunjuk diberikan. Dan kamipun berlangkah mengikuti petunjuknya. Beberapa meter ke depan, kami dihentikan lagi petugas yang lain dengan pertanyaan yang sama. Lagi petunjuk diberikan dan kami berjalan terus. Masih lagi petugas lainnya menghentikan kami dan masih dengan pertanyaan yang sama.

Kali ini bukan hanya petunjuk yang diberikan, tetapi kami juga malah dihantar ke tujuan yang kami cari, sebuah kuburan Mgr. Anzer, misionaris dan Uskup pertama SVD yang bertugas di Cina. Lebih dari itu, kebaikan hati penjaga yang satu ini saya hargai betul, karena dia juga menghantar kami ke bagian dalam kapela, tempat di mana beberapa sama saudara kami dikuburkan.

Dalam hati kecil, saya bilang, “mereka ini sungguh profesional. Mereka melakukan tugasnya bukan saja karena dibutuhkan dan diminta, tetapi selalu berbuat lebih. Mereka melakukannya dengan sepenuh hati demi memuaskan hati orang yang mengunjungi tempat ini.”

Sebuah kisah sederhana tentang bagaimana para penjaga di Vatikan bertugas melayani siapapun yang datang. Melihat sikap mereka kita memperoleh kesan bahwa mereka sangat menghormati orang yang datang. Ada salam, ada sikap hormat dan pasti terasa kebaikan yang mendasari sikap dan pelayanan mereka. Makanya sering sekali bisa kita temukan pelayanan lebih dari yang kita butuhkan. Mengapa? Karena mereka profesional dan karena mereka mencintai pekerjaannya.

Saudara-saudari terkasih, Apakah perlu menantikan Tuhan secara profesional? Mungkin saja ungkapan profesional tak terlalu tepat, tapi menyimak arti kata “profesional”, rasanya bacaan-bacaan yang kita dengarkan hari ini menyoroti beberapa aspeknya yang penting.

Ada banyak aspek yang ditunjukkan oleh kata “profesional”. Kita lihat dua di antaranya. Yang pertama, orang profesional itu di bidang kerjanya mampu menilai dengan menggunakan standard serta etika yg tepat dalam mengemban tanggung jawabnya. Dan yang kedua, karena otonominya, orang profesional itu kreatif dan terlibat dalam karya–karya yang menantang. Dan bila kedua kualitas ini digabungkan, orang profesional itu bisa dijelaskan sebagai orang yang menggunakan otonominya secara kreatif dan bertanggungjawab, demi menjangkau lebih banyak orang dalam karya pelayanan mereka.

Dan rupanya inilah inti dari bacaan-bacaan hari ini. Paulus kepada umat Korintus mengingatkan bahwa dalam Kristus Yesus, mereka semua telah diperkaya dalam segala aspek hidup. Oleh Kristus mereka telah menjadi orang yang profesional dalam iman, dan dalam pelayanan kasih. Mereka adalah orang – orang yang “komplit”, yang dianggap mampu menjalankan tugasnya secara otonom, yang percaya diri serta bertanggung jawab. Lebih dari itu, Kristus yang selalu setia menjadi jaminan bahwa hidup mereka menjadi penuh, tak bercacat di hadapan Allah.

Hal yang sama ini juga ditekankan oleh Injil hari ini. Perumpamaan penjaga pintu dengan jelas mengarahkan murid Kristus untuk senantiasa ingat siapa diri mereka dan apa tugas mereka. Di mata Kristus, setiap murid, siapapun mereka dan apapun levelnya, mereka diserahkan tanggungjawab sesuai tugas yang dimilikinya, mulai dari pengatur rumah tangga, sampai penjaga pintu. Dan tidak sekedar menjalankan tugas saja, tetapi menjalankannya dengan kreatif dan penuh tanggung jawab.

Saudara-saudariku terkasih dalam Tuhan. Kita semua di sini pasti tak asing dengan Masa Adventus, masa penantian akan kedatangan Tuhan, yang secara sederhana kita hubungkan dengan masa mempersiapkan diri menyambut Hari Natal, Hari Kelahiran Tuhan Yesus. Saya yakin, cara kita mempersiapkan perayaan kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus, tidak cuma sekedar menyiapkan pakaian pesta, menyiapkan perjamuan Natal keluarga, atau membentuk panitia Natalan Ekumene, yang biasa kita buat. Bukan cuma berhenti di sana, tetapi Sabda Tuhan hari ini mengajak kita bermenung lagi tentang bagaimana kita melakukan berbagai tugas dan pekerjaan kita, profesi kita. Lebih dari itu, tugas kita mesti menjangkau yang lain dalam karya kasih.

Baiklah kita ingat bahwa di mata Tuhan, tak ada tugas dan pekerjaan yang kurang penting. Semua penting sesuai dengan tempatnya, sesuai dengan waktunya serta pas dengan tujuannya masing-masing, karena itulah kesempatan untuk bertemu dengan saat rahmat, saat Tuhan menyatakan diriNya.

Inilah yang dicatat penginjil hari ini, “Kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba. Dan halnya sama seperti seorang yang bepergian, yg meninggalkan rumahnya dan menyerahkan tanggungjawab kepada hamba-hambanya, masing-masing dengan tugasnya dan memerintahkan penjaga pintu supaya berjaga-jaga”.

Setiap orang beriman akan Kristus, adalah hamba-hambaNya yang telah diperkaya dalam segala hal, termasuk rahmat Tuhan sendiri. Nah, kalau kita sudah diperkaya dan karena itu sebenarnya adalah orang-orang yang profesional, maka pelayanan kita mesti menjangkau lebih banyak lagi mereka yang berada di luar jangkauan pekerjaan kita.

Kiranya Firman Tuhan hari ini menjadi sumber inspirasi buat kita dalam karya dan pekerjaan kita. Dan kiranya tantangan Firman Tuhan hari ini, membuat kita menerobos keluar dan isolasi profesi yang sempit untuk menjangkau lebih banyak orang yang menantikan jamahan kasih Tuhan. Amin.

Copyright © 29 Nopember 2008, by Anselm Meo SVD