Sabtu, September 26, 2009

293. Masalah Harta Kekayaan

Minggu, 27 September 2009
Hari Minggu Biasa Ke-26

Bil 11:25-29; Yak 5:1-6; Mrk 9:38-43.47-48

Bacaan kedua pada hari Minggu ini diambil dari Surat Rasul Yakobus. Ini merupakan salah satu bagian Kitab Suci yang bila dimengerti secara harafiah dapat menghantar kita kepada kesimpulan bahwa kekayaan, uang secara esensiil adalah jahat, buruk. Pertanyaannya adalah “Apakah harta kekayaan, uang merupakan akar dari segala kejahatan?”

Dalam Surat Pertama Rasul Paulus kepada Timotius, kita baca: “Sungguh, cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan. Oleh keserakahan ini, ada orang yang tersesat dari iman dan mengakibatkan berbagai macam penderitaan untuk dirinya sendiri” (1Tim 6:10).

Uang atau harta, dengan demikian, bukanlah akar dari segala kejahatan, melainkan cinta dan ambisi yang buta. Masalahnya bukan berpautan dengan uang itu sendiri. Problemnya justru terletak dalam orientasi yang terpusat pada kekayaan, pemujaan terhadap harta kekayaan, penyimpangan terhadap uang.

Ada tiga model atau bentuk penyimpangan terhadap kekayaan yang dapat dilihat dalam: “bagaimana orang memperoleh kekayaan itu”, “bagaimana orang menggunakannya”, dan “bagaimana orang menginvestasikan hatinya melulu demi kekayaan.”

Bentuk penyimpangan pertama, dilihat dalam diri mereka yang mengeksploitasi orang-orang miskin demi memperoleh kekayaan. Penyimpangan itu terjadi bila kekayaan diperoleh melalui jalan dan cara yang tidak jujur dan tidak adil. Hal inilah yang diawasi Rasul Yakobus: “Kamu telah menipu para pekerja yang menuai ladang-ladangmu; dan sekarang upah mereka berteriak ke langit, dan teriakan itu telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam. Kamu hidup dalam kemewahan dan kesenangan di dunia ini, dan merasa bahagia sementara orang lain dibunuh. Dengan gampang kamu menghukum dan membunuh orang yang tidak bersalah karena mereka tidak memberikan perlawanan” (Yak 5:4-6).

Bentuk kedua dari penyimpangan itu dijumpai dalam diri orang-orang yang mungkin memperoleh kekayaan itu melalui cara-cara yang halal, jujur, tetapi menggunakannya sesuka hati dan tidak bertanggung jawab. Hal inilah yang dikemukakan Yesus dalam perumpamaan mengenai orang kaya yang bodoh yang menumpukkan harta kekayaannya lalu berkata kepada jiwanya: “Jiwaku, engkau mempunyai banyak barang yang tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya. Beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah. Tetapi Aku berkata kepadanya: “Hai engkau orang bodoh! Pada malam ini juga jiwamu akan diambil; katakanlah kepada-Ku siapakah yang akan memperoleh semua yang telah kausediakan?” (Lk 12:19-20).

Dan akhirnya, ada orang yang melihat kekayaan sebagai hal yang paling penting dalam hidup. Mereka lalu mengandalkan rasa aman dirinya pada kekayaan dan melupakan Allah Sang Sumber segala anugerah. Bagi mereka, kekayaan menjadi dewa atau allah yang lain. Untuk orang-orang inilah Yesus memperingatkan dalam ajaran-Nya bahwa: “Tak seorang pun hamba yang dapat melayani dua tuan, ia akan membenci yang seorang dan mencintai yang lain atau ia akan setia kepada yang seorang dan meremehkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi sekaligus kepada Allah dan kepada mamon” (Lk 16: 13). Materialisme dan iman Kristen tidak dapat berjalan bersama, hanya ada pilihan “atau kekayaan” atau iman”.

Pada hari Minggu ini Rasul Yakobus memberi aba-aba kepada kita untuk menentang penyimpangan terhadap kekayaan. Marilah kita mohon kepada Allah untuk menganugerahkan kepada kita suatu sikap Kristiani yang seimbang terhadap kekayaan: dalam cara kita memperolehnya, menggunakan kekayaan itu dan menginvestasikan hati kita padanya. Amin.

Copyright © 27 September 2009 by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Jumat, September 25, 2009

292. Masa Depan yang Penuh Tantangan

Sabtu, 26 September 2009

Bacaan : Luk 9, 43b-45

Tatkala semua diliputi kekaguman yang luar biasa kepada karya dan perbuatan serta ajaranNya, Yesus ternyata tak membiarkan para pengikutNya terbuai. Ia menyatakan tentang maksud misiNya serta konsekwensi yang bakal dihadapi oleh semua yang mengakui diri mereka sebagai muridNya. Dan misi yang dihadapi oleh Yesus, ternyata juga akan dihadapi oleh para muridNya. Yesus berkata, "Dengarlah dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia." Dan penginjil masih mengatakan bahwa "mereka tidak mengerti perkataan itu, sebab artinya tersembunyi bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat memahaminya. Dan mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya. "

Penjelasan di bagian akhir perikope tentang ketidak pahaman para murid atas perkataan Yesus nampaknya dapat dimengerti. Bagaimana mungkin seorang yang berkarya dengan banyak mukjizat harus menanggung penderitaan dan kematian? Bukankah kuasa yang ada padaNya cukup untuk mengelakan Dia dari semua penderitaan itu? Maka walaupun tak dimengerti banyak, nampaknya mereka ingin menjauhkan diri dari pikiran tentang konsekwensi penderitaan dari kenyataan ada bersama Yesus. Tak mungkin rasanya buat mereka untuk segera mengerti bahwa orang yang sedang mereka hadapi, yang nyatanya penuh kuasa ini harus menderita.

Tapi Yesus ternyata tak terkondisi oleh keinginan hati mereka. Ia harus menyatakan kebenaran ttg misiNya, agar cepat atau lambat mereka siap menerima konsekwensi dari pilihan mereka mengikuti Yesus. Dan memang sama seperti buat mereka waktu itu, kita dewasa inipun merasa sulit untuk menerima atau menyesuaikan keinginan dan angan-angan kita dengan yang dimiliki Tuhan. Tapi inilah maksud Tuhan untuk kita dengan sabdaNya hari ini, bahwa sesulit apapun perjuangan kemuridan kita, kita akan dibantuNya untuk memahami dan menerimanya sebagai bagian dari perjalanan kemuridan kita.

Tak ada yang mudah dalam jalan seorang murid Yesus. Kalau Yesus sendiri telah melewatinya dengan kemenangan, maka setiap murid yang percaya kepadaNya mesti yakin pula, bahwa salib dan kesulitan di masa depan adalah jalan yang mesti dilewati untuk mencapai hidup yang sesungguhnya. Wahyu seperti ini adalah kebenaran yang kita imani dan kita syukuri dengan bangga.

Tuhan, masa depan membentang di depan kami. Kendati terkadang sulit memahami mengapa kami mesti merangkul salib hidup, kami ingin mensyukurinya. Kami menerimanya sebagai tahap perjalanan kemuridan kami. Kuatkanlah kami Tuhan. Amin.

Copyright © 25 September 2009, by Ansel Meo SVD

Kamis, September 24, 2009

291. Mengimani Kristus yang Menderita dan Bangkit

Jumat, 25 September 2009

Bacaan : Luk 9, 18-22

"Menurutmu, siapakah aku?" Itulah pertanyaan yang diajukan Yesus kepada para muridNya, dalam sajian Injil Lukas hari ini. Sebuah pertanyaan yang sesungguhnya lahir dari sebuah pengamatan Yesus sendiri tentang bagaimana sikap orang terhadap Dia. Hal ini masih ada hubungannya dengan injil kemarin yang berbicara tentang bagaimana sikap Herodes, Raja wilayah itu terhadap Yesus. Yesus dan tentu juga para muridNya tahu bahwa para elit politik dan agama semua menolak Yesus dan misi yang tengah diembanNya.

Itulah sebabnya, ketika Petrus menjawab bahwa "Ia adalah Kristus, Anak Allah", Yesus melanjutkan penjelasanNya tentang diri dan MisiNya terhadap mereka. "Putra Manusia harus menderita banyak ... namun akan bangkit di hari ke tiga."

Pertanyaan dan penegasan Yesus kepada para muridNya dibuat dalam sebuah latar yang sangat tenang. Injil mengatakan tempat yang tenang dan ketika mereka sendirian, jauh dari pergunjingan orang, jauh dari hingar bingar aksi politis dan tindakan kewajiban agama. Latar ini seolah menegaskan juga bahwa mengenal dan mengimani Kristus, diperlukan juga saat hening, tenang dan jauh dari keramaian. Dan dalam saat-saat seperti ini, yang sering disebut sebagai saat rahmat, pengenalan dan iman akan Yesus selalu merupakan anugerah yang diberikan Allah, sebagaimana Yesus mengatakannya kepada Petrus.

Tuhan Yesus, seperti para muridMu kami mengakui bahwa Engkaulah Kristus Putera Allah. Kami bersyukur atas anugerah ini, yang seperti kepada Petrus, sesungguhnya kami menerima iman akan Dikau sebagai anugerah Bapa kepada kami. Hidupkanlah selalu iman kami ya Tuhan dan ajarilah kami menerima penderitaan dan salibMu sebagai jalan kepada kebangkitan mulia. Amin.

Copyright © 24 Sep. 2009, by Ansel Meo SVD

290. Perlu Mengambil Sikap dan Beriman

Kamis, 24 September 2009

Bacaan : Luk 9, 7-9

Seringkali ketenaran seseorang dalam perbuatan dan karya-karya yang baik melahirkan keinginan dan kerinduan orang untuk menemui dia dan mengaguminya dari dekat. Namun ada juga yang merasa ketenaran dan karya baik seseorang menjadi ancaman bagi kekuasaan dan lingkaran sosial yang melingkunginya. Rupanya inilah yang terjadi dalam Injil hari ini pada diri raja Herodes. Ia memang mendengar banyak tentang Yesus, tentang semua kebesaran yang ada padanya dan tentu saja iapun tahu tentang siapa saja yang melingkungi Yesus, yang tidak lain adalah orang-orang yang tak diperhitungkan olehnya. Karena itulah tak ada tanggapan yang muncul darinya.

Dari Herodes tak lahir sama sekali suatu sikap iman yang mengakui bahwa dalam diri Yesus, Allah sesungguhnya tengah berkarya untuk kebaikan seluruh bangsa. Jadi ia tak mampu memahami dan bersikap atas panggilan Allah yang terjadi dalam karya dan hidup Yesus.

Kita mungkin akan mengatakan bahwa sikap Herodes keterlaluan. Tapi sikap seperti ini masih selalu kita hidupi sendiri, tatkala berhadapan dengan ajaran dan perbuatan Yesus, kita lebih suka menggalinya secara ilmiah, menjadi bahan penelitian atau pergunjingan semata. Tatkala sebutan akan nama Yesus atau nama Tuhan menjadi begitu biasa terdengar keluar dari mulut kita tanpa sikap hormat dan pantas yang menyertainya.

Kita perlu kembali bertanya diri kita, bagaimana reaksi seharusnya yang kita tunjukkan ketika berhadapan dengan hidup, sabda dan ajaran Yesus. Kita perlu mengambil sikap yang tepat dan memiliki iman.

Tuhan Yesus, berikanlah kami iman yang sungguh untuk mengakui karya dan kuasa Allah yang kami dengar dan kami renungkan melalui hidup, karya dan sabdaMu sendiri. Amin.

Copyright © 24 Sep. 2009, by Ansel Meo SVD

Selasa, September 22, 2009

289. Yesus adalah Segalanya bagi Orang yang DiutusNya

Rabu, 23 September 2009
Peringatan S. Pio dari Pietrelcina

Bacaan : Luk 9, 1-6

Tentu amat menarik merenungkan penggalan Injil hari ini. Tugas perutusan para murid yang diterima dari Yesus adalah tugas yang berat dan menantang. Mengetahui soal ini, Yesus pun tidak begitu saja mengutus mereka, tetapi melengkapi mereka dengan sesuatu yang amat vital. Injil hari ini mengatakan bahwa “[Yesus] memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit. Dan Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang ...”
Bagi para muridNya, menerima kuasa dan tenaga dari Yesus adalah menerima segalanya dari Yesus. Yesus menjadi segala-galanya bagi mereka. Dan ketika menyebut Yesus, itu artinya kita menunjukkan pada Sabda dan perbuatan serta identitas diri Yesus yang adalah Allah yang kuat kuasa dan manusia untuk orang lain. Betapa besarnya rahmat yang mereka terima karena Yesus adalah kekuatan mereka. Persis inilah yang saya katakan menarik dari Injil hari ini.
Mengapa para murid diminta jangan cemas dengan segala perlengkapan lainnya ataupun soal penerimaan yang akan mereka alami di tempat misi? Mereka diminta demikian agar mereka memberikan ruang dan waktu mereka sepenuhnya bagi Yesus. Yesus itu begitu besar dan mulia, sehingga memiliki Dia cukup untuk memenuhi dan menjalankan misi. Jadi seorang misionaris yang diutus Yesus, hendaknya memiliki kesadaran ini, bahwa Yesus saja cukup untukNya. Yesus harus menjadi segalanya bagi hidup seorang yg diutus.
Betapa bangganya kami memiliki Engkau ya Yesus. Engkau melengkapi siapapun yang percaya padaMu dengan daya dan kekuatanMu, sehingga bersama Engkaulah kami menjalankan tugas perutusan kami. Bantulah kami untuk menjadikan Engkau segalanya bagi kami. Amin.
Copyright © 22 Sep. 2009, by Ansel Meo SVD

Senin, September 21, 2009

288. Menghidupkan SabdaNya : Kunci Masuk Rumah Allah

Selasa, 22 September 2009
Bacaan : Lk 8, 19-21

Berbicara tentang rumah, kita bisa langsung berpikir tentang sebuah kediaman, tetapi juga bisa diasosiasikan dengan keluarga. Kitab Suci misalnya seringkali menggabungkan dua arti ini dalam sebuah kata rumah. Rumah Allah karenanya bisa dimengerti sebagai bangunan yang menjadi kediaman Allah tetapi juga keluarga Allah. Hal mana sering sekali kita alamatkan ketika kita bicara tentang Gereja, yang di satu sisi bisa merupakan bangunan suci tetapi juga menjadi keluarga atau komunitas murid Yesus.

Pengertian inilah yang rupanya menjadi bahan pertimbangan kita untuk merenungkan perkataan Yesus hari ini perihal keluargaNya. Ketika orang mengatakan kepadaNya tentang ibuNya dan saudara-saudaraNya menantikanNya di luar untuk menemui Dia, Yesus bertanya, "Siapakah ibuKu, Siapakah saudara dan saudariKu?" Dan kemudian mengkonfirmasikannya sendiri sambil menunjuk mereka yang mengikuti Dia, "Siapa yang mendengarkan dan melaksanakan SabdaKu, itulah ibuKu, itulah saudaraku dan saudariKu!"

Apakah Yesus menyepelekan aspek keluarga dan kehadiran mereka bagi hidup dan karya pelayananNya? Ternyata tidak sebenarnya. Tetapi benar rupanya, bahwa penekanan tentang aspek penting kekeluargaan yang dibangun dengan Yesus sebagai centralnya, menjadi jelas di sini. Bahwa siapapun yang mengasosiasikan diri mereka dengan Yesus, siapapun yang menyatakan diri mereka sekeluarga dengan Yesus diminta untuk menerima Sabda Tuhan dan mempraktekan Sabda itu dalam hidup mereka. Menghidupkan Sabda Yesus itulah satu-satunya kunci untuk memasuki ikatan kekeluargaan dengan Yesus. Menghidupkan Sabda Allah adalah sebuah kunci untuk memasuki rumah Allah di mana Yesus menjadi Putra MahkotaNya.

Tuhan, ada pada kami SabdaMu sendiri. Sabda yang mengajak dan mengundang kami semua kepada kehidupan dan ikatan kekeluargaan dengan Dikau sendiri. Semoga kami dengan bangga mengakuiNya dan menjalankannya dalam hidup, karena itulah kunci yang menghantar kami kepada kehidupan kekal. Amin

Copyright © 21 Sep. 2009, by Ansel Meo SVD

Minggu, September 20, 2009

287. Menjejaki Teladan Mateus

Senin, 21 September 2009
Pesta St. Matius, Pengarang Injil

Bacaan : Mt 9, 9-13

Bisa dibayangkan bagaimana rasa hati Mateus, ketika berada di tempat tugasnya. Injil hari ini melukiskan bahwa dia sedang duduk di bangku pemungut cukai, sementara menjalankan tugasnya memungut cukai. Sebutan bangku pemungut cukai mengingatkan kita akan kenyamanan tugas seorang penagih pajak. Ia bergelimang uang, berkemampuan untuk memanipulasi orang yang datang kepadanya karena kekuatan jabatan dan profesinya. Bangku pemungut cukai adalah jaminan kesejahteraan, lambang penguasaan dan tentu saja simbol kontroversial, karena ia pasti juga dibenci oleh orang disekitarnya.

Persis dari tempat inilah seorang seperti Mateus mendengarkan seruan yang dialamatkan langsung kepadanya, “Ikutilah Aku!” Ia pasti tak yakin kata-kata Yesus itu tertuju kepadaNya, kalau ia tahu tentang segala ketenaran yang didengarnya tentang Yesus. Rupanya kata-kata ajakan itu begitu mempesona, sampai Mateus menjadikannya sebagai sebuah momentum yang mengubah hidupnya sendiri. Dan pertemuan di rumahnya menjadi saat ketika dia menjadi terpanggil pula untuk menceriterakan kembali kepada orang lain, dalam tulisan Injilnya yang kita baca saat ini.

Sebuah kesaksian yang begitu kuat berbicara hingga saat ini. Bahwa bangku dan meja cukai bukanlah halangan untuk mengikuti Yesus. Bahwa pekerjaan korupsi dan jaminan yang ditawarkannya bukanlah harga mati pekerjaan yang menjamin kehidupan. Tetapi Sabda kehidupan yang keluar dari mulut Yesus itulah yang menghidupkan.

Mateus yang pestanya kita rayakan hari ini memberikan teladan agar kita tak terpaku pada kesalahan, tetapi melihat undangan sabda Tuhan yang memberi hidup dan melanjutkan sabda hidup itu kepada yang lain.

Tuhan Yesus, dari meja cukai Engkau memanggil Mateus dan menjadikannya muridMu dan penulis khabar gembira tentang Engkau. Kiranya kami mampu meninggalkan kebiasaan kami yang lama yang sering kali membuat kami memanipulasi sesama kami. Amin.

Copyright © 19 Sep. 2009, by Ansel Meo SVD