Sabtu, September 19, 2009

286. Melayani : Sebuah Ungkapan Magis?

Minggu, 20 September 2009
Hari Minggu Biasa XXV

Bacaan : Mk 9, 30-37

Sepertinya satu ungkapan yang pasti akan didengarkan ketika orang menyampaikan sambutan di kala dilantik, ditahbiskan atau menerima tugas perutusan apa saja. Ungkapan atau kata itu tidak lain adalah pelayanan, atau melayani. Malah bukan hanya ketika dilantik atau menerima penugasan, tetapi adalah menu utama dalam kampanye atau usaha untuk mendapatkan sesuatu tugas.

Melayani adalah ungkapan yang sesungguhnya sederhana, tetapi untuk berbagai kesempatan khusus memiliki daya magis yang luar biasa. Mengapa? Kita katakan itu ungkapan keseharian, karena memang kita melakukannya setiap hari. Semua tugas yang dijalankan selalu kita tempatkan dalam kerangka pelayanan. Juga adalah luar biasa, karena itulah yang selalu didengung-dengungkan saat orang berkampanye mengumpulkan suara. Apakah nanti terjabar dalam karya setelah penugasan, itu soal lain.

Para murid Yesus hari ini juga diperingatkan oleh sang Guru, Yesus sendiri, bahwa jika mereka mau menjadi yang pertama di antara para rasul tak ada pilihan lain selain melayani. Pelayanan harus menjadi kekhasan penugasan mereka. Kata-kata Yesus ini sekaligus mengoreksi secara keras tentang kecendrungan yang terjadi di antara para murid yang meributkan soal posisi untuk diisi di dalam komunitas Yesus. Kecendrungan dan kecemasan mereka mungkin saja beralasan, karena Yesus sudah mulai bicara tentang saat-saat akhir hidupNya. Kalau Ia nanti tak ada lagi bersama mereka, maka perlu seorang yang menjadi pemimpin mereka.

Yesus tahu hal itu, karenanya Ia menegaskan bahwa melayani atau menjadi pelayan itulah satu-satunya pilihan bagi setiap murid Yesus yang menjadi pemimpin. Kata dan predikat itu bukanlah sebuah ungkapan magis yang menarik, tetapi sebuah pilihan untuk dijalankan. Karena Yesus sendiri datang untuk melayani dan bukan untuk dilayani.

Tuhan Yesus, kami ingin menyatakan kesediaan dan keterbukaan kami untuk melayani, mengambil bahagian dalam berbagai tugas di sekitar kami, sehingga karenanya kami bisa menghidupkan komunitas kami sebagai komunitas yang hidup. Amin.

Copyright © 19 September 2009, by Anselm Meo SVD

Jumat, September 18, 2009

285. Sabda yang Memurnikan sebagai Sahabat

Sabtu, 19 September 2009
Peringatan St. Yanuarius

Bacaan : Luk 8, 4-15

Berhadapan dengan penggalan Injil hari ini, permenungan saya sampai juga kepada kekaguman akan kekayaan tradisi lisan dalam budaya-budaya dari mana kita berada. Saya mengagumi bagaimana orang bisa melanjutkan apa yang disampaikan dan kemudian memeliharanya dengan setia pula turun temurun. Tapi pertanyaan penting di sini ialah, bagaimana mereka sanggup melanjutkan pesan lisan yang di sampaikan kepada keturunan mereka? Bagaimana para pelaku tradisi itu bisa menjadikan pesan-pesan itu sebagai sesuatu yang mengikat semua pewaris sehingga semuanya merasa satu dan bangga karenanya?
Pertanyaan ini rupanya dijawab langsung oleh Yesus dalam Injil hari ini. Perumpamaan Yesus tentang penabur sesungguhnya secara sangat eksplisit berbicara tentang sikap kita terhadap Sabda Allah. Di manapun tempat sabda itu ditaburkan, sebenarnya menentukan juga hasilnya. Tetapi sekali lagi bergantung dari sikap dan disposisi tempat dan orang yang menerima Sabda itu. Itulah sebabnya, di akhir Injil kita dengar juga kata Yesus yang menjadi kunci pemahaman atas pewartaan Sabda hari ini, "Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan."

Hemat saya inilah kunci untuk memahami inti bacaan hari ini. Kenapa kunci? Karena yang menentukan ialah cara mendengar yang baik terhadap sabda itulah yang akan menghasilkan buah. Cara mendengarkan ini rupanya juga yang menentukan juga mengapa tradisi lisan yang kita sebut di atas bisa langgeng hingga saat ini. Cara mendengar, cara menyimpan dan mengolah yang hasilnya dikeluarkan dalam perbendaharaan budaya inilah yang membentuk suatu masyarakat, yang membuat masyarakat itu menjadi orang-orang yang bersahabat dan berbudaya.

Kita mesti memperhatikan cara kita mendengarkan, cara kita menyimpan dan mengolah kekayaan yang kita terima, entah itu dalam bentuk tradisi tetapi terutama dalam bentuk sabda Tuhan yang kita renungkan. Kiranya Sabda Tuhan yang kita terima dan kita renungkan memurnikan kita semua. Amin.

Copyright © 18 September 2009, by Anselm Meo SVD

Kamis, September 17, 2009

284. Komunitas yang Bertumbuh Dalam Pelayanan

Jumat, 18 September 2009

Bacaan : Luk 8, 1-3

Apa yang terjadi pada masa Yesus, rasanya tak sulit untuk kita temukan juga dewasa ini di sekitar kita. Ambil saja contoh yang terjadi di banyak kongregasi misi dalam pelayanan mereka. Jika ditanya dari mana sumber-sumber yang membiayai banyak kegiatan misi mereka, jawabannya bisa saja terinspirasi oleh bacaan Injil hari ini.

Yesus dalam Injil dilingkungi oleh sebuah komunitas yang sesungguhnya sedang bertumbuh secara luar biasa. Bukan saja kita bicara tentang komunitas kedua belas rasul Yesus, tetapi komunitas yang dilengkapi pula oleh kehadiran banyak kaum wanita, yang menilik nama-nama mereka ternyata berasal juga dari berbagai golongan, yang mendukung pelayanan misi Tuhan Yesus dengan kekayaan mereka. Injil melukiskannya demikian, "Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia, dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka.

Mengagumkan sekali menyaksikan keterbukaan untuk membantu pelayanan Yesus? Kita bertanya, "apa sebabnya mereka begitu bersedia membantu Yesus dalam misiNya?" Jawabannya ialah bahwa mereka dipenuhi kegembiraan dan harapan yang besar, bahwa komunitas yang sedang dibangun Yesus adalah komunitas yang mengubah pola pikir dan pola laku para anggotanya. Mereka menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam misi Yesus, sebagai bentuk uangkapan terimakasih mereka kepada Tuhan, bahwa Tuhan telah mengubah hidup mereka, memberikan harapan akan dunia baru. Jadi mereka menjadi anggota komunitas yang bertumbuh selalu dalam pelayanan kepada sesama.

Tuhan, tanggapan para wanita yang melayani Engkau sesungguhnya lahir dari iman yang mendalam akan Engkau sebagai Tuhan yang mengubah hidup mereka. Kiranya kami semua menjadi anggota komunitas yang percaya bahwa bersama Engkau Tuhan, kami dapat saling melayani. Amin.

Copyright © 18 September 2009, by Anselm Meo SVD

283. Iman yang Nampak dalam Airmata Pertobatan

Kamis, 17 September 2009

Bacaan : Lk 7, 36-50

Sebuah pemandangan yang tentunya memilukan hati, tatkala kita melihat seorang yang bersimpuh di kaki seseorang lain, menangis terisak seraya memohonkan pengampunan atas kesalahan masa lalu yang telah dibuatnya. Biasanya hal seperti itu hanya bisa lahir dari sebuah penyesalan yang amat dalam, bahwa hubungan baik yang pernah ada telah terputus sama sekali. Lebih dari itu terlahir juga sebuah keinginan untuk kembali menjalin hubungan yang putus itu, dengan syarat utama, ia yang bersalah mesti menunjukkan kemauan baiknya itu.

Inilah yang terjadi dalam pemaparan Injil suci hari ini, tatkala Yesus mengunjungi rumah Simon, seorang yang terpandang, dan persis di rumah inilah seorang wanita menciumi kaki Yesus dan mengurapinya dengan minyak wangi. "Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi. Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu."

Airmata pertobatan memang perlu sekali untuk menunjukkan betapa kita mau kembali ke jalan yang benar, ke jalan yang dikehendaki Tuhan kita. Airmata dari banyak ibu yang berharap mendapatkan kembali anak-anak mereka yang tersesat. Karena itu tak heran kenapa kita selalu menemukan banyak orang berdoa sambil mencucurkan air mata. Orang ingin doa mereka didengarkan Tuhan, dan agar didengarkan mereka juga mau bertobat dan menunjukkannya dengan airmata.

Yesus menggarisbawahi perlunya pertobatan yang sungguh, yang bahkan mesti terungkap dalam tindakan demonstratip, seperti yang terjadi pada wanita tadi. Pertobatan harus nampak dalam tindakan, bukan soal berkata-kata, atau pernyataan secara tertulis yang dilihat orang. Ia harus dinampakan dalam tindakan nyata. Dan belaskasihan Yesus kepada wanita ini menjadi jelas, sebagai jawaban atas tindakan pertobatannya. Ia pantas mendapatkannya, karena dengan air mata pertobatannya, ia menunjukkan betapa besar imannya kepada Dia yang sedang diurapinya.

Tuhan, semoga kami tak malu menyembah Engkau sebagai Tuhan yang menyelamatkan kami. Berilah kami iman yang sejati, agar di jalan kami yang sesat, kami mampu memandang kerahimanMu dan memohonkan pengampunanMu. Amin.
Copyright © 15 September 2009, by Anselm Meo SVD

Selasa, September 15, 2009

282. Melatih ketajaman mengenal pikiran dan perasaan Allah

Rabu, 16 September 2009 Peringatan Santu Cornelius dan Siprianus Bacaan: Lukas 7,31-35
Hari ini Gereja memperingati Santu Kornelius, Paus dan Santu Siprianus, Uskup. Keduanya dipestakan pada hari bersamaan karena kesamaan semangat dalam menyatukan umat Allah melawan bidaah yang hidup pada masa itu. Semangat melawan arus umum yang sedang berlaku memang dibutuhkan oleh gereja. Sebab seringkali arus umum pikiran, pandangan hidup yang dianuti oleh banyak orang pada masa tertentu sering tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Itulah sebabnya semua orang kristen mesti jeli melihat dan mengenal pikiran dan perasaan Allah dalam perjalanan hidupnya. Menafsir pikiran dan perasaan Allah pada satu masa tertentu amat penting agar karya-karya yang dijalankan oleh gereja dan anggotanya sesuai dengan kehendak Allah. Ketidakmampuan mengenal pikiran dan perasaan Allah nampak dalam pengalaman para nabi dan Yesus sendiri. Para nabi diwakili oleh Yohanes Pembaptis. Yesus dengan terang menyebutkan hal itu dalam laporan penginjil Lukas hari ini: "Karena Yohanes Pembaptis datang, ia tidak makan roti dan minum anggur, dan kamu berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa". Para nabi dan Yesus mengalami betapa hidup dan karya mereka disalah tanggapi oleh orang yang melihat, mendengar dan mengenal mereka. Dengan demikian menjadi sulitlah terjadinya perobahan tingkahlaku dan mentalitas yang diharapkan. Orang-orang yang hidup pada jaman tertentu kehilangan ketajaman untuk mengenal dan mengakui pikiran dan perasaan Allah yang sedang disampaikan kepada mereka. Hal yang sama akan berlaku bagi kita pada masa ini bila kita kehilangan ketajaman dan kepekaan untuk mengenal dan merasakan pikiran dan perasaan Allah. Dibutuhkan keterbukaan hati dan pikiran yang terus menerus terhadap setiap tanda yang disampaikan kepada kita: entah berupa pewartaan sabda Allah, peristiwa hidup maupun gerakan hati. Tuhan, berilah aku hati dan pikiran yang selalu terbuka untuk merasakan dan mengenal kehendakmu dalam seluruh perjalanan hidupku. Amin
Copyright © 15 September 2009, by Paulus Tolo SVD

Senin, September 14, 2009

281. Berbela rasa bersama Gereja yang menderita

Selasa, 15 September 2009 Peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita Bacaan: Yohanes 19, 25-27
Sehari setelah merayakan pesta Salib Suci, Gereja memperingati Bunda Maria Berdukacita. Peringatan ini dimasukan ke dalam liturgi gereja oleh Paus Pius VII untuk mengenangkan penderitaan yang dialami oleh Gereja khususnya kepala Gereja akibat ulah dari Napoleon. Memang Santa Perawan Maria oleh Injil Yohanes menjadi lambang dari Gereja sehingga penderitaan Maria di bawah Salib Yesus adalah penderitaan Gereja juga. Figur Maria tidak bisa dilupakan dalam saat sulit hidup Yesus khususnya saat penderitaan dan kematian yang mengerikan di atas kayu salib. Maria mengalami derita dalam rangka karya keselamatan yang sedang dan akan dikerjakan oleh putranya sendiri. Di bawah kaki salib Yesus di Kalvari, Maria menyaksikan penderitaan anaknya dan juga menyatu dalam penderitaanyang sedang dialami oleh anaknya itu. Kata-kata Yesus dari atas kayu salib: "Ibu, itulah anakmu" dan kepada murid yang dikasihinya "Itulah ibumu" merupakan kata-kata yang menghubungkan Maria dengan gereja, orang-orang yang percaya akan Yesus. Relasi baru antara murid Yesus dan Ibunya menjadi relasi yang melahirkan kegembiraan dan penderitaan. Justru peringatan ini menjadi kesempatan gereja untuk turut merasakan penderitaan yang dialami oleh anak-anaknya dan juga yang dialami oleh gereja sepanjang jaman. Kedukaan Maria di bawah salib Yesus merupakan kedukaan Gereja semesta atas perilaku yang ditunjukkan oleh anggota gereja dan juga yang bukan anggota gereja. Kita diajak untuk berbela rasa dengan gereja yang mengalami penderitaan. Turut merasakan seperti Gereja sedang merasakan penderitaan yang sedang dialami menjadi langkah awal untuk bertindak membawa kelepasan dari penderitaan itu. Ajakan ini menjadi penting untuk setiap orang yang membentuk gereja dalam setiap tingkatannya: komunitas basis, paroki dan seterusnya. Dibutuhkan kesediaan hati untuk merasakan penderitaan yang dialami oleh setiap insan yang membentuk gereja yang hidup. Tuhan, berilah aku kesediaan untuk merasakan bersama gereja yang hidup dalam diri setiap sama saudara/i yang dijumpai dalam perjalanan hidup ini. Amin Copyright © 14 September 2009, by Paulus Tolo SVD

Minggu, September 13, 2009

280. Mampukanlah Kami Tuhan untuk Menanggung Salib Kami

Senin, 14 September 2009
Pesta Salib Suci

Bacaan : Yoh 3, 13-17

Pesta Salib Suci yang kita rayakan hari ini sesungguhnya meminta kita kembali ke peristiwa di tahun 335, saat Kaisar Kristen pertama, Konstantinus bersama ibunya Helena meresmikan pendirian Basilika yang terletak di Gunung Golgota dan Kubur Suci, yang diperkirakan merupakan tempat di mana Tuhan Yesus disalibkan dan dikuburkan.

Kita bertanya hari ini, "Mengapa sebagai orang Kristen kita mengagungkan Salib Tuhan kita Yesus Kristus?" Atau pertanyaan yang jauh lebih tepat, "Mengapa Allah yang kita sembah memilih Salib sebagai tanda yang menyelamatkan, menjadi tempat di mana Yesus mengakhiri hidupNya demi menyelamatkan manusia?"

Pertanyaan ini adalah sebuah pertanyaan yang penting, yang akan juga memberikan kepada kita gambaran mengapa Allah memilih turun ke dunia dalam diri Yesus Kristus untuk menyelamatkan kita. Mengapa? Karena itulah yang dikatakan Yesus dalam Injil hari ini, "Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia. Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal."

Sabda Yesus yang kita dengar hari ini sesungguhnya kunci untuk memahami bahwa demi menyelamatkan manusia, Dia sendiri harus ditinggikan di kayu Salib, sehingga siapapun yang mengagungkan Tuhan yang tersalib dan menyembahNya diselamatkan. Tetapi pengajaran Yesus ini adalah sebuah skandal bagi para pendengarNya yang beragama Yahudi. Karena apa yang menurut Yahudi adalah kehinaan dan kutukan, oleh Yesus dijadikan sebagai tanda yang mendatangkan berkat dari Allah.

Pesta Salib Suci dan Sabda Tuhan hari ini sebenarnya menantang kita apakah sebagai orang Kristen yang mengakui dan mengimani Kristus yang tersalib akan mampu untuk selalu melihat aspek-aspek positif dari setiap peristiwa dan kejadian yang nampaknya sangat tragis, negatip dan ketiadaan nilai? Yesus melalui jalan Salib, disalibkan dan mati di kayu Salib. Sebuah jalan yang mesti Dia jalani dengan keberanian dan tanggung jawab demi menjawabi Kehendak BapaNya. Keberanian dan tanggung jawab ini bukan tanpa hasil. Karena Allah membangkitkan Dia.

Tuhan Yesus Kristus, memandang Engkau yang tersalib menjadikan hati kami teguh menghadapi berbagai peristiwa yang menantang dalam kehidupan kami. Kiranya kami percaya dengan segenap hati kami bahwa lewat Saliblah Engkau menyelamatkan kami. Kuatkanlah kami Tuhan untuk menanggung salib kehidupan kami dengan sukacita. Amin.

Copyright © 13 September 2009, by Ansel Meo SVD