Jumat, Juni 12, 2009

202. Katakan Ya - JIka Ya Dan Sebaliknya Tidak - Jika Tidak

Sabtu, 13 Juni 2009
Masa Biasa
Bacaan: Matius 5: 33-37
“Alangkah kokohnya kata-kata yang jujur” (Ayub 6:25). Dalam Injil hari ini Yesus mengangkat satu isu tentang kejujuran dan keselarasan dalam tutur kata serta perilaku sebagaimana adanya. Apa maksud Yesus berbicara tentang hal ini? Jujur terhadap diri sendiri dan jujur terhadap sesama. Sayang sekali bahwa banyak orang dewasa ini, tak keruan gagal menghayati secara benar akan tuntutan ini. Tidak mengherankan kalau terjadi ketidakpercayaan terhadap banyak posisi kepemimpinan dan pengaruhnya. Allah adalah sumber dari segala kebenaran dan hanya pada Allah tidak ada kesalahan pun kepalsuan. Sabda-Nya adalah Kebenaran dan hukum-Nya adalah Kebenaran. Kebenaran Allah membebaskan kita dari ilusi, kebohongan dan kemunafikan. Yesus mengajarkan para murid-Nya bahwa Kebenaran akan memerdekakan kamu (Yoh 8:32).
Kita bertanya: “Mengapa terasa begitu sulit untuk bersikap jujur dan berkata benar?” Kebenaran sesungguhnya menuntut komitmen, sehingga kita dengan leluasa menghayati kehidupan kita seturut tuntutan itu dan menjadi orang-orang yang setia memberi kesaksian tentang kebenaran. Yesus mengajarkan para murid-Nya untuk mencintai kebenaran tanpa pamrih, tanpa membingkainya dengan syarat-syarat tertentu. Ia menentang kesaksian palsu dan segala bentuk kebohongan dan sumpah palsu atas nama Allah sendiri. Kesaksian hidup seorang murid seharusnya langsung mampu meyakinkan dan menghantar orang untuk percaya tanpa perlu lagi rumusan kata-kata untuk menegaskan keabsahannya. Murid-murid Yesus harus berbicara benar tanpa melebih-lebihkannya dengan aneka taktik licik atau tanpa tawar-menawar lewat berbicara tentang ketidakbenaran atau pun melalui mengurangi atau meniadakan apa yang seharusnya menjadi bagian dari kebenaran itu sendiri. Apakah anda dan saya jujur dan berkata benar baik kepada Allah, diri sendiri dan kepada sesama? Apakah anda dan saya mengizinkan dengan leluasa Sabda Kebenaran Allah untuk merasuki pikiran dan hati kita pun juga untuk membentuk serta membina suara hati kita?
“Taruhlah sebuah peringatan ya Tuhan pada lidahku, sehingga saya selalu diingatkan untuk tidak bertutur-kata kelaliman yang bukan merupakan kebenaran; atau berpura-pura mengatakan kebenaran, karena tidak menyingkapkan seluruh kebenaran dan tanpa belaskasih; demi cinta Yesus Kristus, Tuhan kami.” Amin.
Copyright@12 Juni 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Rabu, Juni 10, 2009

201. Jika Matamu Menyesatkan, Cungkil Dan Buanglah

Jumad, 12 Juni 2009
Masa Biasa

Bacaan: Matius 5: 27-32

Sabda Tuhan pada hari ini, tampak makin keras saja. “Jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, apabila memimpin kamu kepada dosa.” Apa maksud Yesus dengan kata-kata ini? Secara literer, makna kata-kata ini memang sangat menakutkan. Tetapi sesungguhnya, ia membawa kesejukan. Karena Yesus menggunakan ungkapan bahasa yang keras justru untuk memberikan dorongan kepada para murid-Nya untuk memilih kehidupan – suatu kehidupan abadi yang menggembirakan dan membahagiakan bersama Allah – daripada memilih kematian – suatu kematian yang tak berakhir dan terpisah secara total dari komunitas cinta, damai, kegembiraan dan persahabatan dengan Allah. Yesus merakitkan bagi para murid satu-satunya tujuan dalam hidup ini yang nilainya melebihi segala bentuk persembahan dan bertujuan menyelaraskan kehendak kita dengan kehendak Allah dan apa yang menjadi keinginan Yesus bagi keselamatan dan kebahagiaan kita bersama-Nya. Seperti seorang dokter yang berani memisahkan beberapa bagian tubuh yang lagi digerogoti oleh virus yang mematikan, agar melindungi kehidupan seluruh tubuh, demikian sikap yang patut kita pilih yakni, siap dipisahkan dari apa pun yang dapat menyebabkan kita terjerumus ke dalam dosa dan yang tak terelakkan memimpin kepada kematian jiwa.

Yesus mengingatkan kita akan suatu tanggungjawab yakni bahwa kita tidak boleh menjadi penghalang bagi sesama. Jangan melakukan pelanggaran berat atau kejahatan dan jangan pula menunjukkan contoh yang buruk yang mungkin dapat menjerumuskan sesama ke dalam dosa. Mereka yang tengah bertumbuh dalam iman akan mudah sekali terpengaruh bila menyaksikan contoh-contoh yang buruk dari orang-orang yang sudah mulai mengalami kematangan dalam iman. Yesus mengajarkan bahwa kebenaran dan keadilan menuntut jawaban pada setiap situasi dalam hidup demi pemenuhan dan penggenapan hukum Allah, bukan saja secara eksternal tetapi juga secara internal. Yesus berkata bahwa keinginan jahat pertama-tama akan merusak dari hati. Itulah sebabnya dosa perzinahan harus pula pertama-tama dituntaskan dari hati, dan tidak hanya pada emosi tetapi juga pikiran, kehendak dan intensi. Maksud dan ideal Allah sejak dari awal mula bagi pria dan wanita adalah dipersatukan secara tak terbatalkan dalam perkawinan sebagai satu tubuh (Kej 2: 23-24). Ideal tersebut ditemukan dalam kesatuan yang tak terceraikan dari Adam dan Eva. Mereka diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain, dan bukan untuk sesuatu yang lain. Mereka menjadi simbol bagi orang-orang yang akan menempuh jalan tersebut.

Yesus menetapkan suatu ideal luhur dari perkawinan. Ia memberikan rahmat dan kekuatan dari Roh-Nya yang Kudus kepada orang-orang yang mencari untuk mengikuti jalan kekudusan, entah di jalan perkawinan pun mereka yang hidup membujang. Jika kita ingin hidup secara benar sesuai dengan kehendak Allah dalam diri kita, maka kita harus mengetahui dan memahami tujuan dari perintah-perintah Allah untuk kita, dan siap memutuskan untuk setia mentaati Tuhan. Lewat rahmat dan karya Roh Kudus, Tuhan menuliskan hukum-Nya pada hati kita dan memberikan kepada kita kekuatan untuk menghidupi dan menghayati jalan kebenaran dan kekudusan. Apakah anda dan saya percaya akan cinta Allah dan mengizinkan Roh Kudus untuk menaungi kita dengan suatu kehausan akan kekudusan dan keadilan dalam hidup kita?

“Tuhan Yesus, mulailah sebuah karya cinta yang baru di dalam diriku. Tanamkanlah dan bangkitkanlah di dalam diriku sebuah cinta yang agung dan kebenaran. Bersihkanlah pikiranku, keinginanku, dan segala maksud sehingga aku hanya menginginkan apa yang berkenan kepada-Mu dan sesuai dengan kehendak-Mu sendiri. Amin.

Copyright © 10 Juni 2009, by P. Paskalis B. Keytimu, SVD

200. Memberi Tanpa Mengharapkan Untuk Menerima

Kamis, 11 Juni 2009
Masa Biasa

Bacaan: Matius 5: 20-26

Yesus menganugerahkan kepada para murid-Nya kuasa untuk bersaksi atas nama-Nya dan bertindak dengan kekuatan-Nya. Inti dari pesan Injil tampaknya sangat sederhana, yakni Kerajaan Allah sudah dekat! Apa sebetulnya yang dimaksudkan dengan Kerajaan Allah? Kerajaan adalah adalah masyarakat (pria dan wanita) yang dengan bebas berpasrah kepada Allah dan menghormati-Nya sebagai Tuhan dan Raja. Dalam doa Tuhan, kita berdoa agar Allah merajai kehidupan kita dan di dunia ini: Datanglah Kerajaan-Mu, Jadilah kehendak-Mu, di atas bumi seperti di dalam Surga. Yesus juga mempercayakan kepada murid-murid-Nya untuk melanjutkan karya perutusan yang telah Ia rintis – membawa kekuatan penyembuhan dari Allah kepada mereka yang letih lesu dan berbeban berat. Injil memiliki kekuatan untuk membebaskan umat dari keinginan dan bahaya dosa, dan dari ketakutan, ketertekanan, sakit, entah spiritual, emosi dan badaniah. Tuhan akan membebaskan kita dari segalanya dan menyanggupkan kita untuk berusaha setia dalam mencintai-Nya dan sesama dengan penuh kegembiraan dan keyakinan yang utuh.

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Kamu telah menerima dengan cuma-cuma, berikanlah juga dengan cuma-cuma.” Apa yang telah mereka terima dari Yesus, haruslah mereka teruskan kepada orang-orang lain tanpa mengharapkan kebaikan, sekalipun dalam bentuk hadiah. Mereka harus menunjukkan sikap bahwa yang utama adalah melayani Allah, bukan menerima keuntungan material. Para murid harus melayani tanpa pamrih, penuh kemurahan hati, damai dan dalam kesederhanaan. Mereka harus memusatkan perhatian penuh kepada pewartaan Kerajaan Allah dan bukan membiarkan diri dikendalikan oleh hal-hal yang kurang bernilai. Mereka harus membawa cahaya – mengambil hanya yang esensial dan meninggalkan apa pun yang akan menghalangi mereka – demi berkonsentrasi pada tugas pewartaan Sabda Allah. Mereka harus melakukan tugas-tugas mereka, bukan demi memperoleh sesuatu daripadanya, tetapi untuk memberi dalam keleluasaan kepada sesama, tanpa mengharapkan perlakuan-perlakuan yang istimewa ataupun mendapatkan ganjaran dari sesama. Semangat kemiskinan, bebaskanlah kami dari kelobaan dan keasyikan terhadap harta kekayaan dan cintakanlah ruang yang luas bagi ketentuan-ketentuan Allah. Tuhan menghendaki murid-murid-Nya mempercayakan hidup dan karyanya kepada-Nya dan bukan kepada kekuatan diri sendiri.

Lebih lanjut Yesus juga berkata: “seorang pekerja patut mendapatkan upah.” Di sini terlihat adanya kebenaran ganda, yakni para karyawan di Kerajaan Allah jangan berlebihan memperhatikan hal-hal material, di satu pihak, tetapi umat Allah harus tak pernah boleh dibayangi kebosanan untuk melayani apa yang dibutuhkan oleh para pekerja Allah demi menyokong mereka dalam menjalankan tugas pelayanan yang dipercayakan Tuhan, di lain pihak. Apakah anda dan saya berdoa bagi karya perambatan Injil dan apakah anda mendukungnya dengan hal-hal yang perlu demi kelangsungan hidup tugas-tugas pelayanan tersebut?

Pernah Yesus mengakhiri instruksi-Nya dengan himbauan berikut ini: “JIka umat menolak undangan Allah dan Sabda-Nya, sesungguhnya mereka tengah merancang hukuman atas diri mereka sendiri.” Tatkalah Allah menawarkan Sabda-Nya kepada kita, serentak dengan itu ada tanggung jawab yang besar untuk menanggapinya. Kita akan sekaligus berpihak kepada Allah atau menentang-Nya, tergantung pada bagaimana caranya kita menanggapi Sabda Allah. Allah menganugerahkan kepada kita Sabda-Nya, agar kita memperoleh hidup bahkan memperolehnya dalam kelimpahan. Kehendak Allah ialah berkarya melalui dan di antara masing-masing kita bagi kemuliaan-Nya. Allah mensyeringkan Sabda-Nya bersama kita dan I mempercayakan kepada kita untuk mewartakan dengan lantang kepada sesama. Apakah anda dan saya memberikan kesaksian tentang kebenaran dan kegembiraan Injil melalui perkataan dan contoh hidup kepada sesama di sekitar kita?

“Tuhan Yesus, semoga kegembiraan dan kebenaran Injil mentransformasi kehidupanku sehingga saya boleh bersaksi tentangnya kepada sesama. Ganjarilah aku sehingga aku boleh menyebarluaskan kebenaran dan terang-Mu kemana pun aku pergi dan berada.”

Copyright © 10 Juni 2009 by Paskalis B. Keytimu, SVD

Selasa, Juni 09, 2009

199. Melaksanakan dan Menggenapi Sabda Allah

Rabu, 10 Juni 2009
Masa Biasa

Bacaan : Mt 5, 17 - 19

Penginjil Matius hari ini sebenarnya mengangkat satu masalah yang cukup berat yakni soal hubungan antara Yesus dan hukum Taurat, antara Sabda Tuhan yang diwartakanNya dengan hukum normatif yang berlaku pada masa itu. Mengapa masalah ini diangkat ke permukaan?

Kita tentu kenal betul bagaimana gaya mengajar Yesus yang penuh kuasa yang berbeda dari para pengajar hukum Taurat sebelum Dia. Ungkapan kunci yang biasa kita temukan dalam ucapan dan Sabda Yesus, yakni : "kamu telah mendengar bahwa ada tertulis ...., namun Aku berkata kepadamu, ...", seolah memberi kesan bahwa Yesus memang bermaksud meniadakan hukum Taurat dan hukum normatif yang telah ada waktu itu. Ada kesan kuat di antara para pendengarNya, bahwa Yesus mau menggantikannya dengan ajaranNya sendiri.

Tetapi sebagaimana dikatakanNya dalam Injil hari ini, kita sebenarnya telah mendengarnya sebelumnya bahwa, sejak awal mula kedatangan Yesus bukanlah untuk meniadakan hukum Taurat dan peraturan normatif yang telah ada, melainkan untuk menggenapinya. Dan memang itulah tugas Yesus dan pewartaan Yesus. Bahwa Dia mau agar "kamu menjadi sempurna seperti Bapamu sempurna adanya", hal mana menggemakan apa yang dinyatakan oleh Kitab Imamat, "Hendaknya kamu kudus, karena Aku kudus, Aku yang adalah Tuhan Allahmu (Im. 19,2).

Dan memang dalam Yesus, Sabda Allah yang ada sejak awal mula mendapat wujudNya yang nyata, karena itu wajar memang kalau kepada pendengarNya Yesus menegaskan bahwa tak akan ada satu titikpun yang akan hilang dari hukum-hukum itu.

Kita semua menyebut diri kita Murid sang Guru, Murid Yesus. Kalau Ia menegaskan sebagai tugasNya adalah melaksanakan dan menggenapi Sabda Allah, maka tugas kitapun adalah melaksanakan Sabda itu dalam praktek hidup kita sehari-hari. Kita adalah bentara Sabda, yang membawa Sabda Allah yang tertulis dalam Kitab Suci menjadi hidup di antara manusia.

Tuhan, kiranya kami sadar akan tugas kami ini, yakni membawa SabdaMu hidup di lingkungan kami. Kiranya kami menjadi Sabda Hidup yang terbaca oleh saudara-saudara kami. Amin.

Copyright © 09 Juni 2009 by Ansel Meo SVD

198. Bergembiralah Karena Upahmu Besar Di Surga

Senin, 8 Juni 2009
Masa Biasa

Bacaan: Matius 5: 1-12

Saya mengawali renungan ini dengan melemparkan pertanyaan reflektif sederhana berikut: “Apakah sebetulnya dimaksudkan dengan kehidupan yang baik, pokok dan tujuan akhir kehidupan?” Bukankah itu adalah ‘kebahagiaan”, yang merupakan kristalisasi dari semua kebaikan? Yesus mengalamatkan pertanyaan ini dalam kotbah-Nya di atas bukit. Kata “beatitude” secara literer berarti “kebahagiaan”. Apa yang menjadi pokok penekanan Yesus tentang ucapan bahagia, dan mengapa ucapan bahagia itu malah menjadi hal yang sentral dari ajaran-Nya?
Ucapan bahagia itu menyingkapkan hasrat yang hakiki dari kebahagiaan yang Allah telah tanamkan dalam setiap hati. Kebahagiaan itu sebetulnya mau mengingatkan sekaligus mengajarkan kita tentang tujuan akhir yang harus ditempuh karena untuk itulah Allah memanggil kita kepada Kerajaan Surga (Mt 4:17), untuk melihat/memandang Allah (Mt 5:8), masuk ke dalam kegembiraan Tuhan (Mt 25:21-23) dan masuk ke tempat perhentian Allah sendiri (Ibr 4:7-11). Ucapan bahagia Yesus juga menantang kita dengan pilihat-pilihan tegas terhadap kehidupan yang kita jalani di dunia ini dan sikap kita dalam menggunakan semua anugerah yang telah Allah berikan kepada kita. Apakah kita mencari kebaikan tertinggi, kesempurnaan, yang mengatasi segala sesuatu yang lain?

Ucapan bahagia yang Yesus tawarkan kepada kita merupakan suatu simbol, tanda kontradiksi dengan pemahaman dunia mengenai kebahagiaan dan kegembiraan. Kita boleh bertanya demikian: “Bagaimana seseorang mungkin dapat menemukan kebahagiaan di dalam kondisi kemiskinan, kelaparan, ratapan dan penganiayaan?” Dengan semangat kemiskinan kita sanggup menemukan ruang yang luas dan kegembiraan karena memiliki Allah sebagai harta yang teragung.
Orang-orang yang lapar dan haus akan kebenaran akan terus mencari makanan dan kekuatan di dalam Sabda dan Roh Allah sendiri. Dukacita dan ratap tangis mengatasi kehidupan yang sia-sia dan dosa, sekaligus memimpin kepada kebebesan yang memerdekakan dari beban kesalahan dan jiwa yang terpenjara. Allah menampakkan kepada orang-orang yang rendah hati sumber yang benar dari kehidupan yang berlimpah-limpah dan kebahagiaan. Yesus menjanjikan murid-murid-Nya bahwa kegembiraan surgawi akan mengatasi kesusahan dan kekerasan serta kesulitan yang dihadapi di dunia ini. Santu Thomas Aquinas berkata: “Tak seorang pun dapat hidup tanpa kegembiraan.” Itulah sebabnya orang yang menyia-nyiakan semangat kegembiraan hanya akan menemukan kesenangan-kesenangan jasmaniah. Entahkah anda dan saya senantiasa lapar dan haus hanya akan Allah?

“Tuhan Yesus, tambahkanlah rasa laparku akan Dikau dan tunjukkan kepadaku jalan yang memimpin kepada kedamaian dan kebahagiaan yang abadi. Semoga aku merindukan Dikau mengatasi segala sesuatu yang lain dan menemukan kegembiraan yang sempurna dalam melakukan kehendak-Mu.” Amin.

Copyright © 09 Juni 2009, by Paskalis B. Keytimu, SVD

Minggu, Juni 07, 2009

197. Kehidupan Dalam Allah Tritunggal Mahakudus

Minggu, 07 Juni 2009
Hari Raya Tritunggal Mahakudus
Bacaan: Roma 5: 1-5
Masa Paskah telah usai. Berakhirnya masa ini ditandai dengan perayaan Hari Raya Pentekosta. Pada hari ini kita kembali kepada Hari Minggu dalam Masa Biasa. Jika ada tema yang mau diusung dalam Liturgi pada Masa Biasa, barangkali itu adalah bertumbuh dalam kehidupan Kristen. Warna liturgi “hijau” sesungguhnya mau menyingkapkan makna kehidupan dan pertumbuhan itu. Dari sinilah muncul pertanyaan berikut: “Mengapa Gereja memilih untuk kembali kepada Liturgi Masa Biasa dengan merayakan pesta Allah Tritunggal Yang Mahakudus?
Bacaan kedua dari Surat kepada umat di Roma menyiratkan kepercayaan akan Allah Tritunggal Mahakudus ditambah pula petunjuk-petunjukan tentang hal-hal praksis dalam kehidupan harian orang-orang Kristen. Di dalamnya Santu Paulus berbicara tentang seluruh urusan mengenai pembenaran dan keselamatan sebagai memiliki kedamaian di dalam Allah. Berada dalam suatu relasi yang benar dengan Allah Bapa kita merupakan seluruh tujuan kehidupan Kristen. Dan sang rasul para bangsa ini kemudian mengungkapkan bahwa cara untuk mencapai semua ini hanyalah melalui Kristus. Demikian ia menulis: “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karuni ini. Di dalam kasih karuni ini, kita berdiri dan bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah” (Rom 5:1-2).
Tujuan kita adalah menjadi satu dengan Allah. Hal ini dicapai melalui Kristus karena di dalam Kristus kita memperoleh akses kepada Bapa. Pengharapan kita adalah untuk mengambil bagian di dalam kemuliaan Allah. Pengharapan ini diberikan oleh iman kita akan Kristus yang membenarkan kita.
Pengharapan untuk mengambil bagian di dalam kemuliaan Allah di masa depan bukan didasarkan pada pemikiran yang sia-sia. Ia didasarkan pada kenyataan bahwa sekarang pun Allah telah memberikan kepada kita jaminan tentang apa yang akan kita alami lewat mencurahkan cinta-Nya ke dalam hati kita. “Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rom 5:5).
Perlu diingat bahwa cinta Allah dicurahkan di dalam hati kita melalui Roh Kudus. Kehidupan Kristen, karena itu adalah, mustahil tanpa suatu relasi dengan Allah Bapa kita, Putra-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita dan Roh-Nya yang Kudus. Inilah kenyataan yang secara mendasar membedakan antara Agama Kristen dengan Agama-Agama lain. Sebaliknya Agama-Agama lain menghadirkan keselamatan dan keilahian semata-mata sebagai urusan antara orang yang percaya dan Allah, Agama Kristen sambil menegaskan hal ini, menambahkan pula bahwa kita memiliki dua Penolong surgawi yang selalu menyertai kita. Pertama, kita memiliki Yesus Kristus yang menyelamatkan kita dan yang memperdamaikan kita dengan Bapa. Dan selanjutnya, kita juga memiliki Penolong yang lain – Roh Kudus yang melanjutkan karya pengudusan kita.
Karya keselamatan itu tidak berakhir pada saat kita percaya akan Kristus dan dibenarkan dihadapan Allah. Kenyataan urusan menjadi seorang Kristen yang benar justru baru dimulai. Sejak saat kita percaya hingga akhir kehidupan kita seharusnya diarahkan sepenuhnya kepada kekudusan, proses menjadi kudus sebagaimana Allah adalah kudus. Dalam hubungan ini, Roh Kudus, yang pesta-Nya kita rayakan pada hari Minggu yang lalu, menjadi pemimpin dan pendamping utama kehidupan kita. Melalui Roh Kudus, cinta Allah dicurahkan di dalam hati kita; melalui Roh Kudus, kita belajar untuk mencintai Allah dan sesama sebagaimana Yesus mengajarkan kepada kita. Sebagaimana kita kembali ke Masa Biasa dan kembali kepada tantangan-tantangan harian hidup sebagai orang-orang Kristen, hendaklah kita tetap mengingat bahwa kita bukanlah sendirian di dalam perjuangan itu. Allah, Bapa kita, menyertai kita, Yesus Kristus, Putra Allah dan Tuhan kita, selalu di samping kita; Roh Kudus, Kekuatan Allah Yang Maha Tinggi, juga selalu menemani kita. Ini adalah pengharapan itu – pengharapan yang tak akan pernah mengecewakan kita. Amin.
Copyright © 30 Mei 2009 by Paskalis B. Keytimu, SVD