Sabtu, Februari 21, 2009

123. Perlunya Mati Untuk Sebuah Kehidupan Baru yang Berarti

Senin, 23 Pebruari 2009

Bacaan : Mk 9, 13 - 28

Penginjil Markus mengisahkan dalam Injilnya hari ini sebuah peristiwa, ketika seorang anak yang dikuasai roh jahat dihantar kepada para murid Yesus seraya meminta agar dia bisa disembuhkan oleh mereka. Yesus akhirnya masuk dalam kisah itu lantaran mereka menghadapi kenyataan bahwa para murid tak bisa menyembuhkan anak yang kerasukan roh jahat itu.

Mengenai pertemuan anak yang kerasukan itu dengan Yesus, Markus melukiskan demikian, "Lalu mereka membawanya kepada Yesus. Waktu roh itu melihat Yesus, anak itu segera digoncang-goncangnya, dan anak itu terpelanting ke tanah dan terguling-guling, sedang mulutnya berbusa. Lalu Yesus bertanya kepada ayah anak itu: "Sudah berapa lama ia mengalami ini?" Jawabnya: "Sejak masa kecilnya. Dan seringkali roh itu menyeretnya ke dalam api ataupun ke dalam air untuk membinasakannya. Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami."

Dengan pelukisan seperti ini, Markus ingin mengatakan kepada pendengarnya dan kita, bahwa anak itu berada dalam kebutuhan untuk ditolong, untuk disembuhkan dengan segera. Apalagi dalam Injil dilukiskan bahwa dia nampaknya seperti orang mati ketika dikuasai oleh roh seperti itu. Sang anak yang kerasukan roh jahat membutuhkan kehidupan baru yang dimulai oleh pertemuannya dengan Yesus. Dan untuk mendapatkan kesembuhan dan kehidupan baru itulah mereka meminta dengan sangat kepada Yesus, mereka berdoa kepada Yesus agar dia dianugerahkan kehidupan.

Persis inilah yang Yesus inginkan agar dilanjutkan kepada para pendengarNya dan kita. Situasi sulit yang dialami anak yang kerasukan itu memang butuh intervensi dan campur tangan Allah. Tetapi Allah tak mungkin campur tangan kalau orang-orang di sekitar si sakit tak beraksi, tak mengedepankan kebutuhan si sakit. Situasi 'seperti mati' yang dialami si anak agaknya perlu dialami oleh orang banyak. Untuk apa? Agar olehnya mereka semua bisa sadar apa yang dihadapi dan bersama menyampaikan kepada Tuhan dalam doa dan iman agar situasi yang sulit bisa segera diatasi. Dan memang itulah yang terjadi dalam kisah penyembuhan itu. Situasi seperti mati yang dialami sang anak, membuat mereka semua sadar bahwa mereka semua perlu beriman dan lebih dari itu berdoa memohonkan kesembuhan. Mereka mendapatkannya, anak itu sembuh, anak itu hidup.

Sebuah episode yang megundang kita berhenti sedikit untuk merenungkan kebenaran ini, bahwa untuk menghasilkan hidup baru, untuk sembuh, untuk mengalami suasana baru, perlu sekali mengalami 'kematian'. Untuk bangkit secara baru, kita butuh mati. Dan untuk masuk dalam kematian yang mempersiapkan hidup, kita perlu berdoa dengan iman yang sungguh. Dan ajaran ini telah dibuktikan sendiri oleh Yesus. Untuk menyambut kematian dan kebangkitanNya, Ia semalaman berdoa dalam kegelisahan. Justru melalui doa itulah, Yesus menemukan bahwa hanya melalui kematian, Ia dapat bangkit dan menganugerahkan hidup baru kepada semua yang percaya kepadaNya.

Tuhan Yesus, berilah kami anugerah iman dan kemampuan untuk berdoa dengan rendah hati, sehingga dunia kami saat ini, bisa memahami bahwa lewat kematian dan korban-korbanlah, kami bisa mencapai kehidupan dan situasi baru. Amin.

Copyright © 22 Februari 2009 by Anselm Meo SVD

122. Tanggungjawab jemaat atas keselamatan setiap manusia

Minggu, 22 Februari 2009
Minggu Biasa ke-7 (Tahun B)
Bacaan: Markus 2, 1 - 12

Hari Minggu ini kita mendengarkan kisa penyembuhan yang dialami oleh orang lumpuh. Orang lumpuh ini dihantar oleh orang banyak. Dari sekitan banyak orang tersebut ada empat orang yang mengangkat tilang tempat orang lumpuh itu tidur. Sungguh menarik kisah ini. Markus melukiskan secara hidup perjuangan dari orang banyak yang menghantar si lumpuh. Penginjil tidak melukiskan relasi macam apa yang ada antara si sakit dan orang banyak. Si lumpuh adalah seorang pribadi tanpa nama; orang banyak juga tanpa keterangan relasinya dengan si lumpuh.

Penginjil Markus dengan cara begitu mau menunjukkan sesuatu yang amat mendalam yaitu soal tanggungjawab orang banyak terhadap keselamatan si lumpuh. Orang banyak yang tanpa identitas ini bisa menunjuk pada kelompok orang apa saja: entah itu keluarga, jemaat di kelomok, lingkungan atau stasi atau paroki dst.nya. Demikian juga si lumpuh bisa menunjuk pada siapa saja yang tidak bisa menolong dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain: entah sakit benaran, entah orang yang tersesat, dst.nya.

Jemaat, orang banyak yang sudah mengenal Yesus mempunyai tanggungjawab untuk menghantar orang lain( entah itu anggota jemaatnya ataupun orang lain yang ada di luar jemaat) untuk mengalami keselamatan, mendapatkan kembali daya hidup, mendapatkan kembali perannya dalam kehidupan sosial, religius, mendapatkan kembali martabatnya yang telah hilang atau rusak.

Pewartaan mengenai Kerajaan Allah mendapatkan perwujudannya dalam perbuatan menyelamatkan orang yang ada dalam masyarakat untuk menemukan keselamatan dan kebahagiaan, dalam perbuatan mengampuni dan menyembuhkan.

Ya Tuhan, sadarkanlah kami semua para pengikutMu akan tanggungjawab kami menyelamatkan dan menyembuhkan orang lain yang ada di sekitar kami. Amin

Copyright © 21 Februari 2009 by Paulus Tolo SVD

Kamis, Februari 19, 2009

121. Kesempurnaan Kemuliaan Melalui Pewartaan Salib dan Penderitaan

Sabtu, 21 Pebruari 2009

Bacaan : Mk 9, 2 - 13

Hari ini di hadapan ke tiga orang muridNya, Yesus menampakkan kemuliaanNya. Bagi para murid ini, kejadian ini tentunya tak dibiarkan tanpa usaha menghubungkannya dengan segala peristiwa yang terjadi sebelumnya. Episode yang terpampang di depan mereka tentunya bisa mereka baca sebagai upaya Yesus untuk mengkonfirmasikan tentang identitas mesianikNya, yang pada gilirannya membantu para muridNya untuk lebih mengimani Dia.

Maksud seperti yang disampaikan di atas diperjelas lagi oleh hadirnya kesaksian Ilahi berupa suara Bapa yang oleh Markus dilukiskan secara amat hidup: Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: "Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia."

Bagi yang menyaksikan kejadian yang luar biasa ini seraya mendengarkan kesaksian berupa suara yang memberi kesaksian tentang Yesus, satu kesan kuat yang akan terus bergema sepanjang hidup ialah bahwa Yesus adalah sungguh Mesias yang dijanjikan Allah. Seorang Mesias yang membawa orang yang percaya kepada kemuliaan dan kepenuhan, namun menghantar mereka lewat jalan penderitaan, salib bahkan kematian. Transformasi hidup Yesus, demikian juga transformasi hidup para murid akan terjadi hanya melalui jalan khas ini.

Karenanya peristiwa penampakan kemuliaan Yesus adalah sebuah ajakan yang sangat mendesak untuk kembali meletakkan kepercayaan, jaminan kesempurnaan hidup kepada Dia sebagai Tuhan. Sebuah ajakan untuk meninggalkan upaya untuk mencari jaminan kenyamanan hidup kepada yang lain. Dan ajakan ini dimeteraikan sendiri oleh kesaksian Ilahi bahwa Yesus Tuhan adalah Dia yang patut didengarkan, Dia yang SabdaNya menghidupkan, Dia yang kemuliaanNya menjadi tujuan yang ingin digapai oleh semua yang percaya kepadaNya.

Tuhan Yesus, penampakan kemuliaanMu di depan mata para muridMu menegaskan kepada kami kebenaran ini, bahwa kemuliaan kami hanya bisa terjadi kalau kami menyangkal diri sendiri, memanggul salib dan mengikuti Engkau. Semoga mata hati kami terbuka mendengarkan kesaksian Allah dalam SabdaMu. Semoga oleh pewartaan tentang Salib dan kematianMu ya Tuhan, kami mencapai kemuliaan dan kepenuhan hidup sejati. Amin.

Copyright © 20 Februari 2009 by Anselm Meo SVD

120. Makna Pernyataan "Mengikuti Kristus"

Jumat, 20 Pebruari 2009

Bacaan : Mk 8,34 - 9,1

Jawaban Petrus terhadap pertanyaan sang Guru ternyata tak dipahami sepenuhnya oleh Petrus dan para murid Yesus. Ketika Yesus menjelaskan lebih lanjut konsekwensi yang menyertai pewartaanNya, mereka terkejut. Hal itu dinyatakan dalam episode Injil hari ini, ketika Markus mengisahkan bagaimana Yesus menjelaskan konsekwensi megikuti Dia, terutama ketika berhadapan dengan situasi sulit yang kita hadapi justru akibat dari mengimani Yesus.

Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus."

Yesus tidak mendiamkan kenyataan penderitaan yang harus dan akan ditanggung oleh para muridNya oleh karena iman akan Dia. Dan bagi mereka Ia tak menjanjikan jalan yang mudah tetapi memberanikan mereka untuk menerima kesulitan, memanggul salib dan mengikuti Dia. Jalan seperti itu bukanlanh jalan mulus yang enak ditapaki tetapi satu jalan teramat sulit yang meminta kita menjalaninya sambil berdoa dan beriman. Dan lebih dari itu, menjalaninya meminta kita juga untuk terus memandang Dia sang guru dan gembala, yang untuk memenangkan hidupNya Ia mesti memanggul Salib, disalibkan dan mati.

Untuk kita dewasa ini mungkin jalan salib dan penganiayaan tidaklah seganas pada masa para martir mempersembahkan hidup atas nama iman. Tapi tetap benar bahwa memberi arti pada upaya kita mengikuti Kristus tetaplah tak mudah. Cukup melihat kesulitan di sekitar kita. Berapa banyak orang mempertanyakan apa artinya beriman, ketika menyaksikan saudara-inya dibantai oleh kelaparan, kebencian, dan sebagainya. Apa artinya mengikuti Kristus, ketika saudaraku sendiri yang beriman sama berusaha membinasakan hidup orang yang kucintai?

Memandang Kristus yang tersalib dan mati menyadarkanku kembali bahwa inilah arti sesungguhnya beriman dan mengikuti Kristus. Dan memandang Dia mengajarkan saya betapa hidup saya berarti untuk ditapaki, dijalani. Yah ... mengikuti Kristus untukku artinya, trus memberi arti bagi hidup kendatipun kesulitan menghadang di hadapanku.

Tuhan Yesus, Engkau mengajarkan kami jalan salib sebagai jalan kehidupan. Kiranya kami terus berusaha untuk menapaki jalan ini dan dengannya kami memberi arti bagi uapaya kami mengikuti Dikau. Amin.

Copyright © 19 Februari 2009 by Anselm Meo SVD

Rabu, Februari 18, 2009

119. Mesias Mulia dan Mesias Derita

Kamis, 19 Februari 2009

Bacaan: Markus 8, 27 - 33

Perikop injil hari ini merupakan puncak dari bagian pertama dari pendidikan iman yang dijalankan Yesus. Setelah mengajar dan mengadakan banyak mukjisat di kampung-kampung wilayah Galilea, Yesus seakan-akan ingin mengetahui seberapa jauh para murid telah mengenal dia. Dari jawaban Petrus kita dapat mereka-reka bahwa para murid telah memahami siapakah Yesus dari Nasareth. Hal menarik justru muncul setelah Yesus memberikan keterangan mengenai Mesias. Mesias yang dimaksudkan Yesus adalah Mesias yang menderita. Mesias yang mulia memang sedang nampak sekarang oleh pujian dan pujaan dari orang banyak atas tanda heran yang telah dilakukan.

Yesus mau mengajak para murid untuk berlangkah lebih dalam lagi mengenal siapakah Mesias itu sesungguhnya. Mengenal Yesus sebagai Mesias yang mulia saja tidak cukup. Orang mesti juga melihat sisi gelap dari Mesias itu, Mesias yang menderita, yang ditolak dan dibunuh. Dengan itu orang dapat mengenal Mesias secara menyeluruh, tidak setengah-setengah. Untuk sampai ke tingkat ini memang tidak mudah. Petrus (dan para murid lainnya) sudah mengalami hal itu. Berat sekali untuk mengakui bahwa Mesias yang diikuti itu memiliki sisi gelap seperti itu. Bagi para murid, Mesias mulia mesti dipelihara agar tidak cacat oleh penderitaan dan kematian.
Ide ini amat penting disadari oleh setiap orang kristiani. Kalau kita terima bahwa penginjil Markus mau melukiskan perjalanan iman jemaat seperti halnya Israel di padang gurun, maka kita mesti memeriksa kembali pandangan saya pribadi akan Yesus sebagai Mesias. Tidak hanya itu, kita bisa menilai semua hal lain: panggilan menjadi imam, religius, tugas-tugas kerasulan dalam jemaat maupun dalam kehidupan masyarakat. Apakah saya hanya menerima yang mulia saja dan tidak menerima sisi gelap (penderitaan, penolakan, kegagalan dll)?

Tuhan Yesus, hardiklah aku yang seringkali hanya memikirkan dan menginginkan hal-hal yang menyenangkan saja dalam hidup dan kurang menerima penderitaan dalam menjalankan tugas. Amin

Copyright © 18 Februari 2009 by Paulus Tolo SVD

Selasa, Februari 17, 2009

118. Pendalaman iman: pemutusan hubungan dengan hidup lama

Rabu, 18 Februari 2009

Bacaan: Markus 8, 22 - 26

Kisah injil hari ini menampilkan penyembuhan seorang buta di luar sebuah kampung (Betsaida). Markus melukiskan Yesus yang sedang dalam perjalanan, beralih dari satu tempat ke tempat yang lain. Hal yang menarik dari peristiwa penyembuhan ini adalah proses membawa atau lebih tepat menghantar. Awalnya orang banyak (penduduk kampung) menghantar orang buta kepada Yesus. Lalu Yesus membawa orang buta itu keluar kampung. Markus kelihatannya mau setia dengan proses pendidikan iman yang sedang dibuat oleh Yesus sehingga ia menampilkan tindakan menghantar. Sekali lagi Yesus menjadi seorang pendidik iman yang luar biasa. Ia tidak memaksa orang untuk segera mengenal dia sebagai Tuhan. Yesus menekankan proses, tidak buru-buru. Karena yang buru-buru seringkali tidak bertahan lama dan mendalam.

Kita temukan lagi proses ini amat mirip dengan proses yang terjadi dalam sejarah Israel di padang gurun. Musa menghantar Israel keluar dari Mesir untuk melihat dan memahami secara perlahan-lahan Yahweh yang mengasihi Israel. Setelah di padang gurun dan mengenal Yahweh dan mengakuinya sebagai Tuhan dan Allah mereka, Israel diminta tidak pulang kembali ke Mesir. Bangsa Israel pernah menggerutu dan minta kembali ke Mesir untuk mengalami kenikmatan yang tersedia di Mesir. Yesus berbuat yang sama terhadap orang buta itu. Setelah orang buta mampu melihat dengan jelas manusia lainnya (= Allah telah menjadi manusia), si buta disuruh oleh Yesus "jangan masuk kampung". Suatu perintah untuk tidak kembali kepada keadaan masa silam.

Perjalanan iman memang menuntut kita melepaskan apa yang telah diyakini di sebelumnya. Pegangan baru adalah Tuhan Yesus yang dikenal melalui pengalaman pertemuan pribadi dengan dia. Kalau kita terus menerus terpaut dengan keadaan lama, tidak sungguh memutuskan hubungan dengannya maka sulitlah kita mengakui Yesus sebagai Tuhan kita. Tugas pewartaan adalah menghantar jemaat untuk keluar dari keadaan lama dan tidak memasukinya lagi.

Tuhan Yesus, semoga aku dapat mengikuti proses pendidikan iman ini dengan hati terbuka dan mengakui Engkau sebagai Juru Selamatku. Amin

Copyright © 17 Februari 2009 by Paulus Tolo SVD

Senin, Februari 16, 2009

117. Potret diri jemaat dalam perjalanan iman

Selasa, 17 Februari 2009

Bacaan: Markus 8, 14 - 21

Injil hari ini melukiskan perasaan yang amat manusiawi dari Yesus terhadap para muridnya. Markus melukiskan dengan amat gamblang dan menggunakan kata-kata yang amat dekat dengan perbendaharaan kata-kata dalam Perjanjian Lama. Kata-kata seperti "degil hati, mempunyai mata tapi tidak melihat, mempunyai telinga tetapi tidak mendengar, tidak memahami dan mengerti" amat sering ditemukan di dalam Perjanjian Lama untuk melukiskan sikap orang Israel terhadap Tuhan, terhadap pewartaan para nabi. Kata-kata yang dipakai Allah untuk melukiskan sikap Israel kini dipakai oleh Yesus untuk melukiskan sikap para muridnya. Dengan demikian kita bisa melihat kelanjutan dari Israel dalam Perjanjian Lama dan Israel baru dalam diri para murid.

Sikap lambat untuk memahami, atau lebih tepat tidak mau memahami; tidak mau melihat dan menyadari adalah sikap-sikap yang amat sering ditemukan dalam proses pendidikan apapun jenisnya. Dalam kasus para murid yang dilaporkan oleh Markus, proses pendidikan iman para muridlah yang menjadi pokok persoalan. Seperti Musa yang kesal dengan sikap Israel yang bertegar tengkuk selama pengembaraan di padang gurun, kini Yesus juga mengalami hal yang sama dengan para murid. Yesus dengan tajam mengeritik sikap para murid yang lamban atau enggan untuk percaya. Sekalipun Yesus melihat dengan mata kepala sendiri ketegaran hati para murid, Dia tidak mengusir mereka atau menyuruh mereka berhenti untuk mengikuti dia. Pernyataan yang keras "Masihkah kamu belum mengerti?" pada akhir perikop dapat kita rasakan sebagai satu kesimpulan yang besifat ajakan. Seakan-akan Yesus berkata "Dari apa yang engkau alami, pahamilah bahwa Akulah Mesias yang dinantikan itu; Mesias yang membawa manusia kepada keselamatan".

Menjadi jelaslah bagi kita bahwa pendidikan iman untuk sampai pada pengakuan akan Yesus sebagai Tuhan, Penyelamat, Putra Allah bukanlah satu proses sekali jadi atau dalam waktu yang singkat. Ada yang cepat memahami dan mengakui Yesus sebagai Tuhan; ada pula yang lambat. Dengan demikian apa yang terjadi dengan para murid Yesus dalam injil hari ini adalah pengalaman jemaat yang sedang dalam proses untuk mengakui Yesus sebagai Tuhan. Bisa terjadi bahwa ada banyak kesalah pahaman muncul dalam proses ini. Namun yakinlah bahwa semua itu menghantar kepada iman yang mendalam dan pribadi akan Yesus.

Tuhan Yesus, tegurlah aku bila aku seringkali lamban dalam mengakui Engkau sebagai Tuhan dan Juruselamatku. Amin

Copyright © 16 Februari 2009 by Paulus Tolo SVD

Minggu, Februari 15, 2009

116. Karena Hati yang Tertutup akan Campur Tangan Allah

Senin, 16 Pebruari 2009

Bacaan : Mk 8, 11 - 13

Dari sudut pandangan manusiawi, menghadapi sikap kurang percaya dari para muridNya serta keraguan yang sangat akan peran Mesianisnya dari kalangan Farisi dan Saduki, Yesus tentunya berada dalam situasi yang tak enak. Bisa dibayangkan bahwa setiap pertemuan dengan mereka ini tentunya menambah juga derita Yesus, karena mereka akan selalu melawan dia dan meminta tanda untuk membuktikan bahwa Yesus memang pantas diikuti, pantas dipercayai.

Inilah yang terjadi dalam episode Injil Markus hari ini. Mereka ini meminta tanda dari langit untuk mendapatkan bukti bahwa Yesus adalah Mesias yang tengah dinantikan Israel. Tentang hal ini Markus melukiskan demikian, "Lalu muncullah orang-orang Farisi dan bersoal jawab dengan Yesus. Untuk mencobai Dia mereka meminta dari pada-Nya suatu tanda dari sorga.

Yesus merasa tak perlu dberikan tanda untuk membuktikan kepada para pendengarNya bahwa Ia adalah Mesias. Mengapa? Karena apa yag Dia buat, apa yang Dia katakan selama itu sudah cukup memberitahukan mereka siapa Dia? Mengapa harus ada tanda lainnya? Tak cukupkah mukjizat penggandaaan roti? Tak cukupkah mukjizat penyembuhan orang sakit, pengusiran setan yang telah mereka saksikan selama itu? Maka mengeluhlah Ia dalam hati-Nya dan berkata: "Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda."

Yesus pantas mengeluh. Waktu berada bersama Dia belum cukup meyakinkan mereka akan peran Mesianik yang diembanNya. Namun yang membuatNya lebih kecewa justru kenyataan bahwa hati mereka sungguh tertutup, mereka tak menerima rahmat Allah dalam hati mereka. Akibatnya jelas, mereka tak akan percaya walau ada tanda besar dari langit.

Apa yang terjadi dalam episode Injil hari ini melukiskan juga panorama dunia kita dewasa ini. Berhadapan dengan misteri rahmat Allah yang berkarya secara misterius, manusia seringkali menutup hati mereka. Tak mau menerima tawaran warta keselamatan dan lebih dari itu tak mau bertemu dengan sang Penyelamat. Mengapa? Karena tak menyediakan waktu untuk berada di hadirat Tuhan dan mendengarkan Dia.

Tuhan, kami berdoa untuk dunia kami dan para penghuninya. Kiranya masih Kautemukan hati yang terbuka dan renda hati untuk mencariMu, untuk mendengarkanMu dan menerima kehadiranMu. Amin.
Copyright © 15 Pebruari 2009 by Anselm Meo SVD