Kamis, Oktober 30, 2008

10. Mana Pilihanmu? Kerajaan Allah ataukah Kerajaan Kegelapan?

Minggu, 02 Nopember 2008
Para Arwah
Masa depan macam apakah yang sedang kita siapkan? Apakah kita juga sedang menyiapkan kehidupan kita setelah kematian? Allah menaruh pada hati setiap manusia hasrat untuk kehidupan dan kebahagiaan yang tak akan pernah berakhir bersama Dia. Ketika kematian mengambil kehidupan kita pada waktu yang telah ditetapkan, Allah memberikan kepada kita sesuatu yang tak dapat disentuh oleh kematian – kehidupan-Nya sendiri dan kuasa-Nya yang mendukung. Dalam Perjanjian Lama, satu dari sekian banyak saksi iman dan harapan di tengah kesakitan dan penderitaan yang terbesar adalah Ayub: Karena aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingkupun aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikan-Nya dan bukan orang lain. (Ayub 19: 25 – 27). Jesus membuat suatu janji yang luar biasa kepada murid-murid-Nya dan suatu klaim yang hanya Allah sendirilah dapat melakukan dan memberikannya: Siapa saja yang melihat dan percaya pada Jesus, Putera Allah, boleh memiliki kehidupan kekal dan akan dibangkitkan!
Bagaimana kita dapat melihat Jesus? Dia hadir dalam Firman-Nya, dalam pemecahan roti, dan di dalam gereja, tubuh Kristus. Jesus menunjukkan diri-Nya dalam banyak cara yang tak terhitung kepada mereka yang mencari Dia dengan mata iman. Pada saat kita membaca Firman Allah dalam Kitab Suci Jesus berbicara kepada kita dan menunjukkan kepada kita hati dan pikiran Bapa. Ketika kita mendekati meja perjamuan Tuhan, Jesus memberikan diri-Nya sebagai makanan spiritual yang menghasilkan kehidupan Allah di dalamn diri kita (Saya adalah roti hidup, Joh. 6: 35). Dia menjanjikan suatu persahabatan yang tak dapat retak dan kebebasan dari ketakutan akan ditinggalkan atau terputus dari kehidupan kekal dengan Allah. Jesus juga memberikan kita harapan untuk mengambil bahagian dalam kebangkitan-Nya.
Perumpamaan Jesus tentang kambing dan domba mengundang para pendengar-Nya untuk melihat kehidupan mereka dalam prespektif zaman yang akan datang. Apa yang terjadi kalau kita menempatkan domba dan kambing pada suatu tempat yang sama? Para pendengar Jesus memahami dengan baik akan pentingnya memisahkan domba dari kambing. Dalam suatu tanah tandus, seperti Israel, kambing-kambing dan domba sering merumput bersama pada siang hari karena sangat jarang untuk menemukan padang rumput yang hijau. Mereka dipisahkan pada malam hari karena kambing-kambing membutuhkan tempat perlindungan. Kambing-kambing juga sering kurang menjaga ketenangan dan kurang beristirahat seperti domba. Kambing-kambing dijadikan simbol untuk ‚yang jahat’ dan terminologi ‚kambing hitam’ telah menjadi suatu ekspresi umum untuk seorang yang harus menanggung kesalahan untuk orang lain.
Perumpamaan ini mirip dengan perumpamaan tentang Lasarus dan seorang kaya. Orang kaya membiarkan Lasarus mati kelaparan di depan pintu rumahnya dan dijadikan orang yang sangat membutuhkan tetesan-tetesan air dingin yang tak pernah dia pikirkan untuk memberikan kepada orang miskin selama masa hidupnya. รน
Ketika Martinus dari Tours (yang hidup pada abad ke-4), seorang serdadu Romawi dan pencari iman Kristen, bertemu dengan seorang miskin tanpa pakayan mengemis di tengah kedinginan malam, dia berhenti dan memotong mantelnya lalu memberikan bagian dari mantel yang dipotongnya itu kepada orang miskin. Pada malam itu dia bermimpi, dia melihat pengadilan surgawi dengan Jesus yang mengenakan suatu pakayan yang robek. Salah seorang malaikat yang hadir bertanya, „Guru, mengapa anda memakai pakayan yang terobek?“ Jesus menjawab, „Hambaku Martinus memberikannya kepadaku.“
Murid Martinus dan penulis biografi Sulpicius Severus mengatakan bahwa sebagai konsekwensi dari pengelihatan itu Martinus minta untuk dibaptis“. Allah sangat berbelas kasihan dan pemurah; Cinta-Nya membuat kita memperlakukan sesama dengan belas kasihan dan kebaikan. Ketika kita berbuat sesuatu untuk salah seorang yang yang paling kecil, kita lakukan untuk Kristus. Apakah anda memperlakukan sesamamu dengan belas kasihan dan cinta seperti apa yang telah diperbuat Jesus untukmu?
Kitab Suci memberikan kita dua pilihan antara dari dua kerajaan – kerajaan terang dan kerajaan kegelapan. Pilihan berada di pihak kita. Kerajaan manakah yang ingin anda layani. Kerajaan Allah berakhir selamanya karena ia dibangun pada fundasi cinta Allah dan keadilan. Menerima Jesus sebagai Tuhan dan Raja berarti masuk dalam suatu kerajaan yang berakhir selamanya dimana kejujuran, kebenaran, cinta dan kedamain bertahta. Apakah anda menyerahkan hidupmu untuk Jesus?
Copyright © 31 Oktober 2008, by Josef Ruma, SVD

09. Kegembiraan di dalam Allah

Sabtu, 01 November 2008
Pesta Segala Orang Kudus
Bacaan : Mat 5, 1-12
Kehidupan baik yang direncanakan Allah untuk kita itu macam apa? Bagaimana hal ini dihubungkan dengan akhir yang defenitif atau tujuan dari kehidupan? Kebahagiaan yang sejati itu bukanlah hasrat atau keinginan kita, tidak lebih dari kebaikan yang sempurna, rangkuman dari semua kebaikan, tidak meninggalkan suatu pun untuk dihasrati.
Jesus menyampaikan pertanyaan ini dalam kotbah-Nya di bukit. Pusat dari ajaran Jesus adalah bahwa kita dapat menghidupi suatu hidup yang bahagia. Panggilan kepada kekudusan, untuk menjadi orang-orang kudus yang dengan penuh kegembiraan melakukan kehendak Allah dalam kehidupan mereka, dapat ditemukan dalam delapan sabda bahagia. Ajaran Jesus tentang delapan sabda bahagia meringkasi panggilan kita untuk menghidupi suatu hidup yang membahagiakan. Kata ‘berbahagialah’ secara harafiah berarti “kebahagiaan” atau “terberkatilah”.
Apa signifikansi dari delapan sabda bahagia yang diajarkan Jesus, dan mengapa mereka dianggap begitu penting dan menjadi pusat dari ajaran-Nya? Delapan Sabda Bahagia menanggapi hasrat alamiah untuk memiliki kebahagiaan yang telah ditempatkan Allah dalam hati setiap manusia. Mereka mengajarkan kita tentang tujuan akhir kepadanya Allah memanggil kita semua, kedatangan Kerajaan Allah (Mt. 4:17), visi Allah (Mt. 5:8; 1 Joh. 2: 1), masuk kedalam kegembiraan Tuhan (Mt. 25: 21 – 23) dan masuk ke tempat perhentian-Nya ( Hibrani 4: 7 – 11).
Kedelapan Sabda Bahagia Jesus juga menantang kita dengan pilihan-pilihan penting menyangkut kehidupan yang kita miliki di dunia ini dan penggunaan harta benda yang kita miliki. Allah sendiari merasa puas. St. Theresia dari Avila dalam buku doanya menulis: “Semoga tak ada sesuatu pun mengganggumu, tak ada yang menakutkan kamu; Segala sesuatu berlalu: Allah tak pernah berubah. Kesabaran mencapai segala sesuatu yang ia perjuangkan. Siapa saja yang memiliki Allah tak akan kekurangan suatu pun. Allah sendiri cukup untuk kamu”. Apakah Allah sudah cukup untuk hidupmu? Allah memberikan kita kebaikan yang terbesar – kehidupan berlimpah dalam Jesus Kristus (Joh. 10: 10) dan janji tentang kegembiraan dan kebahagiaan yang tak berakhir bersama Allah. Apakah anda mencari kebaikan yang tertinggi, kebaikan yang sempurna, yang berada di atas segala sesuatu?
Kebahagiaan yang ditawarkan Jesus kepada kita adalah suatu tanda kontradiksi terhadap pemahaman dunia tentang kebahagiaan dan kegembiraan. Bagaimana mungkin orang dapat menemukan kebahagiaan dalam kemiskinan, kelaparan, perkabungan dan penganiayaan? Kemiskinan roh menemukan ruangan yang berlimpah dan kegembiraan dalam memiliki Allah sebagai harta terbesar. Kelaparan roh mencari makanan dan kekuatan dalam Firman dan Roh Allah. Kesedihan dan perkabungan atas kehidupan yang sia-sia dan dosa menuntun kita kepada pembebasan yang menggembirakan dari beban kesalahan dan tekanan spiritual. Allah menunjukkan kepada orang yang rendah hati sumber yang benar dari kehidupan dan kebahagiaan yang berlimpah. Jesus menjajikan murid-murid-Nya bahwa kegembiraan surgawi akan lebih dari kompensasi untuk semua kesulitan dan tantangan hidup yang dapat mereka alami di dunia ini.
Thomas Aquinas berkata: Tak seorang pun dapat hidup tanpa kegembiraan. Karena itu seorang yang miskin akan kegembiraan spiritual mengejar kepuasan-kepuasan lahiriah“.
Apakah anda tahu dan mengalami kebahagiaan dari rasa lapar dan haus akan Allah?
Copyright © 30 Oktober 2008, by Josef Ruma, SVD

Rabu, Oktober 29, 2008

08. Hati yang Mencintai vs Tradisi Kaku

Jumat, 31 Oktober 2008
Bacaan : Lk 13, 31-35
Kita sudah lihat dalam permenungan sebelumnya, bahwa Yesus tak berlambat dalam upaya menolong dan membebaskan orang dari berbagai belenggu. Bacaan yang kita renungkan hari ini kembali menunjukkan bahwa sikap Yesus yang demikian bersumber dari HATINYA yang mengasihi tanpa batas.
Yesus berkata kepada mereka, “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik keluar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?” Pertanyaan ini diajukan kepada para pendengarNya, yang demi ketaatan kepada sebuah tradisi hari Sabat, telah mengesampingkan kselamatan yang dibutuhkan anak-anak Israel. Itulah yang hendak disentuh Yesus, ketika Ia bertanya, “Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?”
Untuk Yesus adalah logis dan tak bisa ditawar-tawar, jika seorang anak yang jatuh ke dalam lubang, dia harus segera dikeluarkan. Mengapa demikian? Karena Ia mencintai. Hati yang mencintai itulah yang menggerakkan Yesus untuk segera bertindak, dan tidak berlambat, atas nama tradisi ataupun berbagai prosedur.
Hati Yesus, Hati Tuhan adalah Hati yang mencinta. Karena gerakan hatiNya inilah, Dia ambil resiko: berani mengeritik tradisi, agama, cara hidup yang mengagungkan keteraturan tetapi kehilangan roh yang memberi kehidupan bagi manusia yang membutuhkan keselamatan.
Kita juga sering berhadapan dengan situasi yang sama. Mendahulukan keselamatan dengan resiko melanggar keteraturan, tradisi, ataukah mengutamakan tradisi sambil membiarkan orang yang membutuhkan bantuan mengalami krisis berkepanjangan bahkan kematian. Adakah hati kita mencintai seperti hati Tuhan? Mari kita buka hati kita dan meminta Tuhan untuk memberinya kekuatan untuk memilih seperti pilihan hatiNya.
Yesus, Tuhan kami,
kiranya hati kami terbuka untuk mencontohi HATIMU
yang mendambakan dan mengupayakan keselamatan manusia.
Amin.
Copyright © 30 Oktober 2008, by Anselm Meo, SVD

Selasa, Oktober 28, 2008

07. Fokus Perjuangan : Untuk Kemuliaan Allah!

Kamis, 30 Oktober 2008
Bacaan : Lk 13, 31-35
Barusan malam tadi saya menerima telpon seorang sahabat saya. Kami bercerita banyak hal, dan di antaranya ia bercerita tentang kematian seorang rekan imam di Flores beberapa waktu yang lalu, Romo Faustin. Menyelingi ceritanya, saya bilang begini, “Mama saya juga cemas dan tak bisa tidur. Katanya ‘bagaimana mungkin orang Katolik sendiri yang membunuh pastornya?’ Tapi, apa mau dikata, berkarya di medan yang tengah berubah, sebagai imam, misionaris, kita mesti siap. Itulah pilihan dan untuk pilihan itu, kita siap menerima segala resiko, betapapun ada yang terkesan konyol dengan kematian seperti dia.”
Yesus, ketika menanggapi penyampaian orang Farisi pasti tahu betul betapa pentingnya keselamatan diriNya. Ketika mendengar, “Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau”, mestinya Yesus membuat pertimbangan untuk mengutamakan keselamatanNya dan mengikuti peringatan mereka. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya: Ia bukannya pergi, malah siap untuk menerima resiko. Pertanyaannya: kenapa demikian dan siapakah sebenarnya yang dilawan Yesus saat itu?
Dari sikap dan perkataan yang ditunjukkanNya, Yesus sebenarnya sama sekali tidak sedang melawan Herodes. Yesus juga tidak melawan Yerusalem. Karena di akhir perikope Injil hari ini, kota Yerusalem tetap diidamkanNya sebagai kota yang mengumpulkan semua anak-anaknya, untuk secara bersama memuji Allah, “Terberkatilah Dia yang datang dalam Nama Tuhan.”
Yesus tidak sedang melawan mereka. Mereka malah dijadikan sebagai subyek untuk dimenangkan dalam perjuangan dan misiNya. Dan yang dilawan Yesus adalah kekuatan jahat yang tengah berkarya dalam mereka. Ia sedang berjuang melawan kekuasaan si jahat, setan dan kekuatan dosa.
Mengapa dosa dan kejahatanlah yang dilawanNya? Karena Yesus berjuang untuk kemuliaan Allah, yang jika meminta korban hidupNya sendiri, Ia siap melakukannya. Itulah sebabnya Yesus berkata kepada mereka, “Pergilah dan katakanlah kepada serigala (Herodes) itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang.”
Di zaman seperti sekarang ini, rasanya bukan baru, kalau kita bicara tentang visi dan misi karya kita. Apa yang kita kenal sebagai visi dan misi, sebenarnya adalah cara lain untuk menungkapkan tentang fokus perjuangan, tentang arah serta tujuan karya kita di bidang apa saja. Dan dalam perjalanan ke sana, seperti Yesus, kita pun akan berhadapan dengan manusia-manusia, yang sering nampak dalam bentuk yang sangat ganas dan jahat.
Tapi jangan panik dan terpancing. Berjuanglah memenangkan manusia, memenangkan orang, dan berantaslah kekuatan jahat yang berkarya dalam mereka. Jangan berantas orangnya. Jangan singirkan manusianya, biarpun mereka sering menjadi penghalang utama di sana.
Tuhan, sekali lagi hari ini kami Kausadarkan
bahwa manusia harus ditempatkan di atas segalanya.
Manusia, pribadi-pribadi mesti selalu dimenangkan,
betapapun mereka mengancam nyawaMu.
Ajarilah kami untuk
memenangkan banyak jiwa manusia untuk kemuliaan Allah.
Amin.
Copyright © 28 Oktober 2008, by Anselm Meo, SVD

Senin, Oktober 27, 2008

06. Coba Memahami Kerinduan HatiNya

Rabu, 29 Oktober 2008 –
Bacaan : Lk 13, 22 - 30
Kadang-kadang kita memasuki sebuah situasi yang membuat kita tidak sanggup menjawabi berbagai pertanyaan yang ditujukan kepada kita. Ada yang disebabkan oleh perasaan untuk tak perlu menanggapinya, alias cuek; tetapi tak jarang ada juga yang disebabkan oleh jawaban yang harus diberikan. Kalau jawabannya hanya sekedar menjawab pertanyaan wawancara, mungkin mudah diberikan, tetapi kalau jawabannya menyentuh soal inti tugas perutusan, nah ... sering inilah yang membuat seseorang enggan menjawab.
Dalam Injil bacaan hari ini kepada Yesus ditanya, “Guru sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Yesus tak menjawab apa yang ditanyakan. Sulitkah? Atau enggankah Yesus menjawabnya karena menyentuh hal penting dalam misinya?
Jawaban Yesus, “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu”, memberi indikasi bahwa apa yang ditanya menyentuh inti perjuangan dan perutusanNya. Apa yang ditanya itu adalah isi kerinduan hatiNya sendiri, karena rencana keselamatan Allah itu diperuntukkan buat semua, tetapi ternyata tak banyak orang yang bisa mencapainya.
Dan isi kerinduan hati Yesus adalah betapa Dia ingin agar semua orang tiba pada keselamatan, karena Dia mencintai mereka semua. Karenanya, jawaban yang diberikan Yesus di atas ingin mengajak pendengarNya dan tentu juga kita untuk tidak menjadi pengamat dari jauh, tetapi untuk masuk dalam kisah cinta Allah – manusia itu melalui Yesus.
“Berjuanglah untuk masuk dalam aliran cinta kasih Allah yang menyelamatkan itu”. Sebuah ajakan yang menunjukkan kepada kita semua betapa Allah ingin kita semua diselamatkan, mengalami kasih Allah itu. Dan itulah kerinduan hatiNya, itulah detak hatiNya untuk semua kita.
Ah, Tuhan, sekiranya kami semua bisa memahami kerinduan hatiMu yang terdalam, bahwa betapa Engkau mencintai kami,
dan menghendaki keselamatan kami, kami tentu tak tentu tak menyia-nyiakan ajakanMu itu.
Tuhan, kepadaMulah kami berlindung.
Amin.
Copyright © 27 Oktober 2008, by Anselm Meo, SVD

05. Mencintai dan Mendoakan Gereja

Selasa, 28 Oktober 2008
Pesta St. Simon dan St.Judas Thaddeus, Rasul
Bacaan : Ef 2,19-22 dan Lk 6, 12 - 16
Terkadang rasa sedih mendatangiku, tatkala membaca dan mendengar berbagai berita yang selalu ‘menyudutkan’ Gereja, terutama ketika saya berada di Eropah. Sebuah pertanyaan yang sering hinggap di benakku ialah bagaimana mungkin begitu banyak jejak yang Gereja tinggalkan di sini malah membuat orang membenci mereka. Apa mau dikata. Zaman berubah, orang-orang turut berubah di dalamnya. Dan pandangan tentang (Ibunda) Gereja juga berubah.
Hari ini Gereja merayakan pesta dua rasul secara bersama, Santu Simon dari Kanaan dan St. Yudas Thadeus. Untuk saya, ini pesta khusus, karena Santo Yudas Thadeus memang saya pilih sebagai pelindung bagi sebuah komunitas pelajar yang berupaya meneruskan pendidikannya dengan bantuan kemurahan saudara-saudarinya.
Tapi, ada sesuatu yang sangat mendasar yang tengah kita rayakan oleh pesta kedua orang kudus ini, yakni cara berada kita sebagai Gereja, yang dibangun di atas dasar iman para Rasul. Ada dua dimensi yang melekat erat dengan cara berada sebagai gereja, yakni Tubuh Kristus dan Bait Allah Roh Kudus, sebagaimana diwartakan oleh bacaan hari ini. Paulus bilang, “kamu bukan orang asing dan pendatang melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus sebagai batu penjuru” (Ef 2, 19-20).
Gereja yang dimaksudkan Kristus itu memiliki aspek yang bisa disentuh, dilihat, yang adalah kita semua dengan kekuatan dan kelemahan kita, yang bersama para gembala menjadi tanda hidup kelangsungan Gereja di dunia. Dan dengan Kristus, tanda yang kelihatan itu akan terbangun dengan baik. Tetapi bagaimana ia bisa membangun dengan baik, kalau kita sebagai anggota Tubuh itu tak memiliki cinta kepada diri sendiri.
Pesta kedua orang kudus Santu Simon dan Yudas Thadeus mengajak kita untuk membuat komitmen baru sekali lagi: Mencintai Gereja dan Mendoakannya tanpa henti. Melakukan hal itu sama artinya dengan merawat diri kita sendiri, karena kitalah Tubuh Mistik Kristus yang terbangun di atas dasar para rasul untuk bertahan di tengah badai dunia ini.
Tuhan, sebagaimana kami setiap hari merawat diri kami,
kiranya kami tetap mencintai Gereja, diri rohani kami
yang terbangun atas dasar iman para rasulMu.
Santu Simon dan Yudas Thaddeus, doakanlah kami. Amin.
Copyright © 27 Oktober 2008, by Anselm Meo, SVD

Minggu, Oktober 26, 2008

04. Mesti Diarahkan untuk Menolong Sesama

Senin, 27 Oktober 2008
Bacaan : Lk13,10 - 17
Suatu peristiwa kecil terjadi pada saya beberapa tahun lalu. Melihat saya sering membantu para mahasiswa yang kesulitan uang sekolah, seorang sahabat baik saya memperingat saya demikian, “Bantuanmu bisa menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan para mahasiswa. Bagaimana engkau membantu mereka-mereka ini, sementara ada begitu banyak orang yang butuhkan bantuan yang sama, tetapi tak engkau bantu?”
Saya senyum-senyum sendiri. Dengan enteng saya bilang, “Kalau tunggu saya bisa bantu mereka semua, pasti tak akan ada seorangpun yang akan terbantu. Apalagi pastor miskin macam saya. Biarlah yang lain membantu mereka, saya urus mereka yang datang sekarang ini.”
Satu episode yang berbicara dengan cara yang lain, tetapi bisa dihubungkan dengan yang terjadi dalam Injil hari ini. Pemikiran kepala sinagoga berbicara juga tentang pemikiran umum dalam masyarakat, seperti yang disampaikan sahabat saya tadi. Sementara Yesus tidak pikir panjang, Ia bertindak dengan segera. Ia tak pikir tentang prosedur, tetapi langsung menangani wanita yang telah kerasukan selama 18 tahun. “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh,” kataNya ketika melihat wanita itu di dalam rumah ibadat.
Secara manusiawi, kepala sinagoga itu mungkin berpikir sederhana begini, “Wanita ini bisa menderita dan tunggu selama delapanbelas tahun dengan sakitnya, tetapi kenapa tak bisa tunggu sehari saja supaya tidak langgar aturan Sabat, untuk datang meminta Yesus menyembuhkan dia.” Satu mentalitas klasik, umum ditemukan dalam masyarakat kita. Makanya begitu terjadi seseorang segera bertindak menanggapi keadaan, mudah orang menyalahkannya, sebagai tak taat prosedur, tak taat aturan.
Tapi bagaimana dengan Yesus? Dalam peristiwa Injil hari ini Yesus menunjukkan kepada kita bahwa pelayanan dan ibadah kita kepada Allah tidak ada artinya sedikitpun, kalau tak dihubungkan dengan pelayanan kepada sesama. Pelayanan dan ibadah serta doa kita mesti bermuara juga kepada usaha untuk membantu sesama. Dan menolong dengan segera tanpa berlambat-lambat, sehingga masalah yang didepan mata bisa segera diatasi.
Hal lainnya yang juga diwartakan di sini adalah pandangan tentang manusia. Manusia, saudara-saudari itu jauh lebih penting daripada aturan. Kalau kita bilang kita ini citra Allah, maka kita juga hendaknya menjadi cerminan Allah dalam hal menolong saudara-saudari kita, yang tentu juga menjadi buah nyata dari ibadat dan doa kita.
Tuhan, Pembebas sejati. Engkau langsung membebaskan wanita yang sakit itu dari penderitaan panjangnya. Bebaskanlah kiranya kami dari mentalitas Yang sering mempersulit cara untuk membantu sesama kami Yang sangat membutuhkan uluran tangan kami.
Amin
Copyright © 27 Oktober 2008, by Anselm Meo, SVD