Sabtu, September 12, 2009

279. Siapakah Engkau, Tuhan?

Minggu, 13 September 2009
Minggu BiasaXXIV

Bacaan : Mk 9, 27-35

Mungkin benar jika ada klaim yang mengatakan bahwa kita suka berbicara tentang apa yang dikatakan orang tentang sesuatu atau seseorang daripada mengemukakan pandangan kita sendiri. Sepertinya hal itu menjadi salah satu cara berpikir dan cara kita menyampaikan pendapat kita. Ketika Yesus ingin tahu apa yang dipikirkan oleh para muridNya tentang diri dan misiNya, Dia tak langsung serta merta bertanya kepada mereka tentang diriNya. Ia mulai dengan pertanyaan, "Apa kata orang tentang Anak Manusia?"

Dan memang mendengar pertanyaan itu merekapun bisa berbicara tentang bagaimana kata orang tentang Yesus. Tetapi tidak mudah ketika harus menjawab pertanyaan berikutnya yang diajukan oleh Yesus. "Menurutmu, siapakah Aku ini?" Mungkin ... mereka terdiam agak lama, bingung, malu atau takut salah, setelah begitu lama mereka bersama Yesus Guru mereka. Dan Petrus mewakili mereka, memecahkan kesunyian lantaran keraguan mereka semua, mengatakan jawaban ini, "Engkau adalah Kristus, Anak Allah yang hidup".

Satu hal yang pasti menjadi pertanyaan para murid Yesus waktu itu ialah "Siapakah Engkau sesungguhnya ya Tuhan Yesus?" Siapakah Engkau setelah kami menyaksikan banyak perbuatan baik dan karya ajaib serta kata-kata penuh hikmah yang keluar dari mulutMu? Sebuah pertanyaan yang masih memenuhi juga benak orang Kristen hari ini termasuk kita semua. Pertanyaan ini sebenarnya lahir dari keraguan kita, bahwa walaupun kita tahu bahwa Allah itu baik dan menghendaki kebaikan kita, kita terus menerus menyaksikan bahwa banyak orang tak menghidupkan hal yang baik itu. Banyak orang yang hidup seolah-olah tak ada kebaikan itu.

Kita masih beruntung punya Petrus, yang walaupun kekurangannya banyak mendapatkan juga anugerah untuk mengakui keTuhanan Yesus sang Guru. Untung ada Petrus yang walaupun tak berpikir panjang, selalu tulus mengungkapkan isi hatinya. Untung ada Petrus yang walaupun meledak-ledak, tetapi tetap terbuka hatinya ditegur dan dibentuk oleh Yesus sang Guru. Orang seperti dialah yang diberkahi dengan jawaban misterius tapi mendasar, "Engkaulah Mesias, Kristus, Anak Allah yang hidup".

Tuhan, semoga kami masih memiliki hati dan keperibadian seorang Petrus, yang walau sadar akan kekurangannya, tetap terbuka pada Allah yang mengakui KetuhananMu. Amin.

Copyright © 12 September 2009, by Ansel Meo SVD

278. Perbuatan Baik sebagai Buah Doa dan Iman akan Tuhan

Sabtu, 12 September 2009

Bacaan : Luk 6, 43-49

Kita kenal betul dengan ungkapan, pohon dikenal dari buahnya. Ungkapan yang sama ini hari ini diperdengarkan dalam bacaan Injil hari ini. Yesus berkata, "Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur."

Namun pesan yang sesungguhnya sedang diperkenalkan ialah bahwa seorang murid yang menganggap diri dan menyebut dirinya murid Yesus, yang berseru selalu siang dan malam nama Tuhannya, seyogyanya menampilkan buah-buah yang baik sebagai hasil kedekatannya dengan Tuhan. Karena itu karya dan hidup seorang murid seyogyanya adalah karya dan kehidupan yang baik dan terpuji. Karena Tuhan yang diimaninya adalah Dia yang memberikan yang baik dan menghendaki kita baik adanya. Itulah sebabnya Yesus berkata lagi, "Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya."

Jadi ciri khas kemuridan kita sebagai murid Yesus seharusnya dikenal orang dari karya dan perbuatan kita yang baik. Kekristenan kita dilihat dari sejauh mana kita menjadi peka terhadap keadaan di sekitar kita dan kita bertindak menanggapi keadaan itu sesuai ajaran Kristus. Nah jika inilah yang disentil Yesus, kita semestinya mulai melihat kembali cara kita menghadirkan ciri khas kekristenan kita. Doa dan permohonan kepada Tuhan adalah perlu dan mendasar, tetapi tidak boleh berhenti hanya di sana. Doa dan permohonan sejati harus diterjemahkan juga dalam perbuatan yang baik sebagai buahnya.

Tuhan, kataMu, "bukan semua orang yang menyebut namaMu, "Tuhan, Tuhan" yang akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, tetapi yang melaksanakan perintahMu." Kiranya kami menyadari betapa pentingnya perbuatan kami yang lahir sebagai bukti dari doa dan keakraban kami dengan Dikau. Amin.

Copyright © 11 September 2009, by Ansel Meo SVD

Kamis, September 10, 2009

277. Mengidentifikasikan Diri dengan Sang Guru

Jumat, 11 September 2009

Bacaan : Lk 6, 39-42

Ungkapan klasik yang seringkali diperdengarkan tentang guru sebagai yang digugu dan ditiru mungkin bisa memperoleh pendasarannya dalam pewartaan Sabda Tuhan hari ini. Secara khusus, Yesus dalam Injil hari ini menyinggung tentang peran vital sang guru bagi mereka yang menjadi murid-muridNya.

Tentang relasi antara guru dan murid, Yesus hari ini mengatakan, "Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya." Kita tahu dengan pasti bahwa Yesus adalah seorang Guru. Ia bukanlah seorang pengajar saja. Mengapa? Karena seorang pengajar, memberikan banyak materi pelajaran kepada anak didiknya, tetapi tidak hidup bersama mereka yang diajarinya. Sedangkan seorang Guru sebagaimana yang Yesus maksudkan, tidak memaparkan pelajaran, tetapi terutama hidup dengan mereka yang menjadi muridnya.

Bagi guru seperti Yesus, materi yang diberikanNya kepada para muridNya tidak lain adalah diriNya, hidupNya sendiri. Ia menampilkan kesaksian hidup, cara hidupNya sendiri itulah yang sedang Ia ajarkan kepada para muridNya. Karena itu, kehidupan bersama Yesus menampilkan aspek-aspek penting berikut ini. Bahwa Yesus sebagai Guru menjadi model untuk mereka ikuti; bahwa seorang murid tidak hanya mengikuti dan mencontohi gurunya, tetapi mengambil bahagian juga dalam hidup sang guru, bahkan hingga mati sekalipun; dan bahwa akhirnya, seorang yang berguru pada Yesus pada akhirnya mampu mengidentifikasikan dirinya dengan Yesus. Persis inilah rupanya yang menjadi konteks perkataan Yesus di atas, bahwa "seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya."

Kita semua adalah para murid Yesus. Berguru padaNya tidak hanya meminta kita untuk menjadikan Dia sebagai model kehidupan kita, tetapi lebih dari itu kita mesti juga mengidentifikasikan diri kita dengan Dia. Itulah yang menjadi keyakinan Paulus ketika ia mengatakan, "Bukan aku lagi yang hidup tetapi Kristus yang hidup di dalam aku (Gal. 2, 20). Ini sebuah undangan yang tidak ringan. Hanya dengan bantuan Allah dan pertolongan RohNya, kita akan mampu menghidupkan tantangan Sabda Allah hari ini.

Tuhan Yesus, Engkaulah Guru dan Sahabat kami. Kami murid-muridMu. Bantulah kami dengan RohMU agar pada akhirnya kami mampu menjadi seperti Engkau. Amin.

Copyright © 10 September 2009, by Ansel Meo SVD

Rabu, September 09, 2009

276. Cinta Sejati Bermula dalam Allah

Kamis, 10 September 2009

Bacaan : Lk 6, 27-38

Dalam pengalaman kita, wajar sekali kalau kita lebih tergerak hati kita untuk mendekati orang yang menunjukkan kasih paling besar kepada kita. Kita amat cenderung untuk membalas kasih mereka dengan tindakan dan rasa kasih sayang pula. Sebaliknya terhadap orang yang tak menaruh perhatian serta kasih sayang kepada kita, jarang ada perhatian tulus dan tanda kasih tulus yang kita tunjukkan kepadanya.

Inilah hal yang disentil Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Bahwa kebiasaan manusiawi kita sering kali membuat kita memandang biasa, wajar tindakan dan rasa kasih hanya kepada yang mengasihi kita. Hal seperti ini menurut Yesus, tak akan pernah mengubah keadaan yang terjadi di sekitar kita. Karena itu, jika kita ingin mengubahnya menjadi lebih baik, maka sistim dan cara berpikir serta bertindak mesti diubah. Apakah sistem yang Yesus maksudkan itu? KataNya dalam Injil hari ini, "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu..." dan lebih lanjut kataNya pula, "kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati."

Untuk memperbaiki situasi yang buruk dalam cara orang menjalankan kehidupan bermasyarakat, haruslah dimulai dengan mengubah sistem berpikir masyarakat itu sendiri. Artinya, kehidupan sosial kemasyarakatan kita tidak bisa lagi hanya berdasar pada pola berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita, yang berarti juga hanya membalas kebaikan, tetapi harus dimulai dari dasarnya yakni sikap Allah sendiri yang mengasihi tanpa batas. Bahwa Allah itu mencintai tanpa syarat. CintaNya adalah cinta yang sejati: karena cintaNya tak bergantung dari apa yang diterima dari yang lain. Cinta sejati selalu menghendaki kebaikan bagi yang lain, tak bergantung sedikitpun dari apa yang orang lain buat atau katakan. Cinta yang demikian adalah cinta yang kreatif, karena asalnya ada dalam Allah sendiri.

Ajakan Yesus hari ini untuk mengenakan pola pikir dan pola tindak Allah adalah sebuah undangan untuk kita semua muridNya untuk mencintai secara kreatif. Cinta yang demikian tak terkondisi oleh sikap orang atau kata orang tentang kita, tetapi bermula dari sikap Allah yang mencintai tanpa syarat dan tanpa batas.

Tuhan, semoga kami mengenakan selalu pola tindak dan pola pikirMu sendiri, untuk mengasihi sesama kami tanpa perhitungan balasan yang menguntungkan kami. Kiranya kami menjadi sempurna seperti Allah sempurna adanya. Kiranya kami berbelaskasihan seperti Allah berbelaskasihan kepada kami. Amin.

Copyright © 9 September 2009, by Ansel Meo SVD

Selasa, September 08, 2009

275. Bahagia Bagi yang Sungguh-Sungguh Miskin

Rabu, 09 September 2009

Bacaan : Lk 6, 20-26

Kita berhadapan dengan banyak orang yang memiliki kerinduan besar untuk mendengarkan Sabda Allah yang keluar dari mulut Yesus. Dan Lukas dengan gayanya sendiri melalui Injil hari ini membawa kita kepada pengajaran Yesus ketika berhadapan dengan para muridNya. Yesus berkata, "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. ..."

Apakah yang sebenarnya sedang diindikasikan Yesus ketika menyampaikan sebutan "berbahagialah kamu yang miskin" sebagaimana kita dengar dalam bacaan hari ini? Mungkin benar bahwa banyak pengikut Yesus saat itu didominasi oleh orang-orang dari kelas sosial yang miskin. Tapi gaya hidup mereka mungkin saja tak menampakan kelas sosial dan kenyataan yang mereka hidupi. Banyak juga orang miskin pada masa Yesus yang hidup bak orang kaya. Artinya ada orang miskin yang hidupnya sok kaya. Tetapi Yesus melihat juga bahwa banyak di antara mereka yang sungguh-sungguh miskin. Yang hidup sebagai orang miskin. Dan mereka inilah yang disebutNya "berbahagia dan mereka memiliki Kerajaan Allah!".

Untuk siapakah kata-kata bahagia ini sebenarnya ditujukan? Rupanya Yesus melihat bahwa diantara mereka yang miskin ini memiliki semangat dan roh kemiskinan yang dihidupkan sendiri oleh Yesus saat itu. Mereka ini seperti Yesus menerima kenyataan kehidupannya dan bersama-sama berjuang untuk keluar dari kenyataan kemiskinan dengan mengedepankan aspek persaudaraan, keadilan, solidaritas. Mereka ini tak bicara tentang diskriminasi kelas sosial yang tengah mereka hadapi, tetapi berjuang hidup bersama, berbagi apa yang mereka punyai dengan orang yang berkekurangan.

Persis inilah yang diminta Yesus untuk kita hidupkan dewasa ini. Menjadi orang yang miskin adalah sebuah undangan Tuhan bukan untuk menjadi melarat, bukan untuk hidup sengsara, tetapi untuk menjadi saudara dengan yang berkekurangan, peka dan solider dengan yang berjuang mengatasi kemiskinan material, dan hidup adil kepada semua yang menginginkan kehidupan yang lebih baik. Hanya dengan cara inilah, Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus sungguh menjadi juga profil dunia di mana kita hidup dan berada.

Tuhan Yesus, Engkau menyebut bahagia mereka yang sungguh - sungguh miskin. Ajarilah kami untuk mengamini SabdaMu dengan menghidupkan semangat kemiskinan sejati dalam upaya hidup bersaudara tanpa diskriminasi, solider dan adil dengan semua yang menginginkan kehidupan yang bermartabat. Amin.

Copyright © 8 September 2009, by Ansel Meo SVD

274. Semua Memiliki Peran Bersama Allah Untuk Menghadirkan Keselamatan

Selasa, 08 September 2009
Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria

Bacaan : Mt 1, 1-16.18-23

Pesta yang kita rayakan hari ini adalah Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria. Pada hari yang khusus ini Injil menyampaikan kepada kita tentang asal usul Yesus, lengkap dengan daftar nenek moyangnya. Membacanya secara sepintas memang terasa membosankan. Tetapi ada pesan amat penting yang ingin disampaikan bahwa Yesus yang adalah anak Allah itu sungguh menjadi bagian dari sejarah manusia, dan memiliki identitas serta jati diri sebagai manusia.

Dan bukan cuma itu, pemaparan Injil dengan menampilkan berbagai nama itu, sesungguhnya meyakinkan kita bahwa apa yang Allah janjikan dari sedia kala, selalu dipenuhiNya. Dan cara Allah memenuhi janjiNya seringkali melampaui cara berpikir dan pandangan manusia. Mengapa demikian? Karena di tengah kultur budaya yang sangat didominasi oleh kaum lelaki, kultur budaya Yahudi, dalam daftar nenek moyang Yesus disebutkan juga secara eksplisit tentang peran para wanita penting di sana. Kehadiran mereka dengan sejarah hidup yang khas itu seakan menegaskan kepada pembaca dan kita semua bahwa rencana Allah untuk menyelamatkan manusia lewat Yesus Kristus sungguh memerlukan kehadiran manusia-manusia yang lemah. Karena di tangan Allah, sejauh manusia-manusia ini terbuka kepada kerjasama dengan Allah, mereka pantas menjadi rekan kerja Allah untuk menghadirkan keselamatan.

Nah, jika demikianlah kenyataannya, pesta kelahiran Santa Perawan Maria dengan berbagai kisah yang melingkunginya, menjadi bagi kita sebuah undangan untuk menyediakan diri kita bagi kerjasama dengan Allah. Benar bahwa Allah membutuhkan kita. Allah membutuhkan saya dan anda untuk menjadi alat-alat di tanganNya guna menghadirkan keselamatan yang Ia kehendaki. Peran Maria yang tak bisa dipisahkan oleh peran Yosef untuk menghadirkan Yesus Putra Allah dan Putra Manusia adalah peran yang vital, yang amat dihargai Allah.

Dan untuk kita, pesta kelahiran Maria hari ini mengundang kita sekali lagi untuk membiarkan diri kita digunakan Allah demi karyaNya menyelamatkan manusia. Pertimbangan manusiawi yang melekat dalam cara kita menjawabi panggilan Allah seperti halnya yang dilakukan Yosef amatlah dihargai Allah. Kita boleh yakin bahwa berkat pertimbangan yang dibuat Yosef yang bergulat, Yesus dapat lahir ke dalam dunia untuk menyelamatkan kita.

Tuhan, sekecil apapun peran yang kami mainkan dalam sejarah keselamatan ternyata memiliki artinya bagiMu. Santa Perawan Maria yang pesta kelahirannya kami rayakan hari ini mengingatkan kami akan begitu banyak orang yang terlibat dalam sejarah keselamatan. Kami bersyukur kepadaMu Tuhan dan berharap bahwa dalam kekecilan kami, kami juga boleh mengambil bahagian dalam karyaMu untuk menyelamatkan dunia. Amin.

(Oggi è la festa della Natività della Vergine Maria. Ed il vangelo ci narra la genealogia di Gesù. Per mezzo dell’elenco degli antenati, l’evangelista Luca racconta alle comunità dei suoi discepoli e a noi chi è Gesù e come Dio agisce in modo sorprendente per compiere la sua promessa. ..... Per noi oggi, la parola di Dio oggi ci invita ancora una volta di collaborare con Dio per realizzare il suo piano della salvezza per tutti gli uomini.

Sappiamo bene dal vangelo di oggi che ognuno di antenati di Gesù aveva un ruolo speciale per far nascere Dio in Gesù Cristo per l'umanità, come anche Maria e Giuseppe. Nel Giuseppe, vediamo che la nostro modo di pensare, di giustificare è importante, che il Signore considera come la nostra parte per realizzare il suo progetto di salvezza. )

Copyright © 8 September 2009, by Ansel Meo SVD

Minggu, September 06, 2009

273. Kita Diundang untuk Berbuat Baik

Senin, 07 September 2009

Bacaan : Luk 6, 6-11

Saya senang dengan pertanyaan Yesus kepada para ahli Taurat dan orang Farisi yang diajukannya hari ini. Sepertinya sebuah tantangan yang biasa, tetapi yang sebenarnya terjadi ialah bahwa Yesus sesungguhnya sedang memahami maksud hati mereka. Injil mengisahkannya demikian, "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia. Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: "Bangunlah dan berdirilah di tengah!" Maka bangunlah orang itu dan berdiri. Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?"

Orang Farisi memang menantikan mukjisat Yesus, tetapi bukan untuk menyembuhkan orang yang lumpuh itu tetapi untuk menemukan alasan untuk menuduh Yesus. Terlihat maksud hati mereka. Mereka tak pikir tentang bagaimana perjuangan orang untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi mencari pembenaran atas apa yang mereka pikirkan, walaupun dengan cara demikian mereka mengorbankan orang yang sementara mencari pekerjaan.

Dan Yesus bilang, "Ulurkanlah tanganmu!", katanya kepada orang yang lumpuh tangan kanannya itu. Dan kita tahu dari Injil hari ini bahwa orang itu disembuhkan oleh Yesus. Sebuah indikasi bahwa apa yang Allah kerjakan pada saat penciptaan, terjadi dan terulang lagi di sini. Allah dalam Yesus, juga di hari Sabat, memberikan kembali kemungkinan kepada orang yang dikasihinya untuk kembali bekerja.

Mengapa demikian? Karena memberikan pekerjaan kepada yang tak punya pekerjaan adalah satu perbuatan baik yang mesti dihadirkan kembali oleh para pengikut Yesus dewasa ini. Memberikan pekerjaan kepada mereka yang tak punya pekerjaan adalah sama dengan memberikan kesembuhan dari segla kesedihan dan kecemasan. Sama artinya juga dengan menganugerahkan kepada mereka kehidupan.

Jadi injil hari ini mengundang kita sedapat mungkin untuk membantu menyediakan pekerjaan bagi yang ingin mendapatkan pekerjaan. Sebab dengan cara demikian, hari Sabat menjadi kesempatan di mana kita bersama Tuhan memungkinkan orang melihat bahwa Allah membantu orang untuk melihat kebaikan dalam kehadiran kita. Yah ... kita sesungguhnya diundang untuk berbuat baik senantiasa. Juga di hari Sabat.

Tuhan Yesus, ajarilah kami untuk menyadari bahwa bersama Engkau, kami seharusnya menyediakan kemungkinan bagi sesama kami untuk menemukan pekerjaan demi meningkatkan martabat dan jati diri mereka. Amin.

Copyright © 6 September 2009, by Ansel Meo SVD