Sabtu, Februari 14, 2009

115. Mengenal kehendak terdalam Allah

Minggu 15 Februari 2009
Hari Minggu Biasa Ke-6 (Tahun B)
Bacaan: Markus 1, 40 - 45

Pada hari Minggu ini Markus melaporkan kisah penyembuhan Yesus yang terjadi di luar kota. Kali ini penyembuhan terhadap seorang kusta. Dalam perikop sebelumnya, Yesus menyembuh orang sakit di dalam rumah ibadat ketika mengajar orang banyak. Selain itu ada proses terjadinya penyembuhan yang dimulai dengan permohonan dari si sakit. "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku". Dari rumusan permohonan ini, nampak keyakinan dari si sakit. Si sakit tahu bahwa Yesus bisa dan selalu bisa menyembuhkan. Namun masih tertinggal satu persoalan apakah Yesus mau. Dengan itu si Sakit menyentuh kedalaman batin Yesus, kehendak Yesus. Sekali lagi di sini Yesus masuk dalam hati dan menemukan dirinya sebagai orang yang berbelaskasihan. "Maka tergeraklah hatiNya oleh belaskasihan". Hati yang diliputi oleh belaskasihan menggerakan kehendak untuk memutuskan, untuk melakukan penyembuhan. "Aku mau, jadilah engkau tahir", sambil "mengulurkan tangan, menjamah orang itu".

Menarik sekali lukisan Markus ini untuk direnungkan. Dibutuhkan keyakinan dari si sakit akan kekuasaan Tuhan atas sakit yang dialami. Selama orang tidak yakin akan kekuatan Allah, penyembuhan tidak akan terjadi. Allah tidak melakukan mukjisat tanpa manusia terbuka mengakui kebesaran Allah dalam menyembuhkan penyakit. Si sakit dalam injil yakin akan kuasa Allah itu dan yakin juga akan kehendak Allah yang terdalam yaitu menyelamatkan manusia. Atas dasar keyakinan yang amat dalam ini, walau diungkapkan dalam satu kalimat singkat, si kusta mengalami penyembuhan total dari penyakitnya.

Tidak mudah memiliki kayakinan seperti itu ketika kita sedang alami sakit dan ada dalam penderitaan lainnya. Namun pengalaman iman dalam jemaat, dalam umat Allah, pasti mengendap dalam lubuk hati kita yang dalam. Tidak perlu satu rumusan yang berbelit untuk mengakui kekuasaan Allah yang menghalau penyakit dan penderitaan. Cukuplah kita mengikuti rumusan iman si Kusta itu "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku".

Ya Tuhan Yesus, betapa sering aku gagal meyakini kekuasaanMu dalam masa-masa sulit hidupku. Semoga aku memiliki keyakinan iman seperti orang kusta itu. Amin

Copyright © 14 Februari 2009 by Paulus Tolo SVD

Jumat, Februari 13, 2009

114. Perasaan manusiawi: jembatan menuju keselamatan

Sabtu, 14 Februari 2009
Bacaan: Markus 8, 1 -10

Hari ini Markus mengisahkan perbanyakan roti dan ikan yang dibuat oleh Yesus di padang gurun. Perbanyakan roti ini terjadi karena Yesus yang jatuh kasihan terhadap orang banyak yang sedang mengikuti dia. Mereka telah beberapa hari tidak makan. Yesus melihat kenyataan yang ada di depan matanya. Orang banyak yang karena kerinduan mendengarkan sabdaNya mengikuti Yesus kemanapun ia pergi sehingga mereka tidak sempat mencari makan. Yesus sadar bahwa kerinduan sabdanya sudah terpenuhi dan orang banyak puas. Namun hal rohani ini tidak bisa menghilangkan hal yang jasmani yaitu kebutuhan badan akan makanan, kekuatan, energi. Berangkat dari pangalamannya sendiri ketika membuat puasa selama 40 hari di padang gurun, Yesus tahu apa artinya lapar di padang gurun. Perasaan Yesus kini menyatu dengan perasaan jasmaniah orang banyak yang mengikuti Dia. Markus melukiskan betapa Yesus sungguh manusia, memiliki perasaan iba yang mendalam akan orang banyak yang lapar.

Perasaan Yesus ini menjadi daya gerak untuk melakukan tindakan. Tindakan Yesus adalah memuaskan rasa lapar orang banyak itu. Dengan demikian perasaan yang menghasilkan tindakan ini menyelamatkan orang banyak yang sedang merasa lapar. Tanpa rasa iba dari Yesus, orang banyak akan tetap lapar. Menarik di sini adalah bahwa rasa iba itu muncul dari Yesus dan bukan dari para murid. Sepertinya Markus mau menekankan gambaran Yesus yang amat manusiawi. Dari perasaan iba yang amat manusiawi ini, terjadilah keselamatan, kepuasan, pembebasan.

Amat penting dalam hidup antar manusia aspek perasaan. Karena dari perasaan manusiawi itu lahirlah tindakan-tindakan. Perasaan menggerakan orang untuk melakukan sesuatu. Daya dorong perasaan itu amat kuat. Perasaan iba akan penderitaan orang lain secara alamiah ada pada setiap manusia. Ia perlu diasah agar makin tajam dan berdaya kuat untuk menggerakkan seseorang melakukan sesuatu yang yang berguna bagi sesama.

Seorang pewarta mesti memiliki kepekaan perasaan seperti ini. Perasaan manusiawi terhadap penderitaan menjadi jembatan untuk menyelamatkan orang lain.

Ya Tuhan, semoga hatiku makin peka terhadap penderitaan sesama dan menggerakan aku untuk berbuat sesuatu yang berguna bagi mereka. Amin

Copyright © 13 Februari 2009 by Paulus Tolo SVD

Kamis, Februari 12, 2009

113. SabdaNya Menyembuhkan

Jumat, 13 Pebruari 2009

Bacaan : Mk 7, 31 - 37

Yesus masih melanjutkan pewartaan Injil di wilayah di luar Galilea. Hari ini Yesus ada di wilayah Sidon. Dan sama seperti di wilayah Galilea, kehadiran dan pewartaan Yesus di wilayah ini juga membangkitkan suatu suasana pesta di antara mereka yang mendengarNya. Di antaranya adalah orang sakit dan mereka yang tak memiliki apa-apa. Apa yang pernah terjadi di Galilea, juga tengah terjadi di tempat ini.

Markus melukiskan episode khusus dalam Injilnya sebagai berikut, "Di situ orang membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap dan memohon kepada-Nya, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu. Dan sesudah Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian, Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: "Efata!", artinya: Terbukalah! Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik.

Yesus menyembuhkan orang yang tuli dan gagap itu melalui suatu proses khusus yang kiranya bisa kita lukiskan sebagai sentuhan pribadi Yesus kepada orang sakit itu. Yesus menghantar orang sakit itu kepada kesendirian denganNya, sehingga orang itu bisa merasakannya, menyentuhnya, mendengarkan kata-kataNya, dan masuk dalam relasi personal denganNya. Dari sinilah penyembuhannya dimulai. Yesus tidak menyembuhkannya di tengah keramaian dunia dan hingar-bingarnya, tetapi ketika orang itu dihantar lebih dulu kepada hubungan prinadi denganNya. Dan kekuatan utama yang menjadi sarana untuk menyembuhkan adalah sabdaNya sendiri.

Untuk kita episode di daerah Dekapolis ini juga memberikan banyak pelajaran. Yang pertama ialah kenyataan bahwa khabar gembira akan selalu menghadirkan suasana pesta, suasana gembira dan lebih dari itu kesembuhan bagi mereka yang menantikannya. Dan yang kedua, Sabda Allah itu berkekuatan menyembuhkan, namun meminta dari kita kesediaan untuk membangun hubungan personal dengannya, menarik diri dari dunia dan kesibukan kita untuknya, dan mendengarkan serta merenungkannya.

Ucapan "Terbukalah!" yang keluar dari mulut Yesus yang dialamatkan kepada si sakit akan juga dialamatkan kepada kita dan efektif bekerja di dalam kita, kalau kita lebih dulu membangun hubungan pribadi dengan Yesus sang Sabda itu sendiri.

Tuhan Yesus, SabdaMu terus berbuah dan menghasilkan kesembuhan bagi yang mendengar dan percaya kepadaMu. Kiranya kami selalu menyediakan waktu dan tenaga kami untuk menyentuhnya, mendengarkannya dan merenungkannya. Amin.

Copyright © 12 Pebruari 2009 by Anselm Meo SVD

Rabu, Februari 11, 2009

112. Injil Sebagai Kekuatan Untuk Menjangkau yang Lain

Kamis, 12 Pebruari 2009

Bacaan : Mk 7 : 24-30

Injil hari ini melukiskan tentang misi Yesus di wilayah non Yahudi yaitu daerah Tirus dan tinggal di wilayah itu untuk beberapa saat untuk mewartakan Injil - khabar gembira kepada mereka. Dalam misi itulah Yesus didatangi seorang perempuan Yunani.

Markus melukiskannya secara singkat demikian, "Lalu Yesus berangkat dari situ dan pergi ke daerah Tirus. Ia masuk ke sebuah rumah dan tidak mau bahwa ada orang yang mengetahuinya, tetapi kedatangan-Nya tidak dapat dirahasiakan. Malah seorang ibu, yang anaknya perempuan kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang Dia, lalu datang dan tersungkur di depan kaki-Nya. Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia. Ia memohon kepada Yesus untuk mengusir setan itu dari anaknya."

Menarik juga menyimak apa yang terjadi dalam pertemuan dan juga percakapan Yesus dengan perempuan Yunani itu. Hemat saya episode singkat ini memainkan juga peranan yang sangat vital juga dalam menawarkan wawasan baru dalam pewartaan dan misi Yesus. Mengapa ?

Perempuan yang meminta anaknya disembuhkan oleh Yesus pasti sudah mendengar tentang kegiatan Yesus dan pewartaanNya. Perempuan itu tak tinggal diam. Bahwa ia datang kepada Yesus dan menyampaikan permintaannya, membuktikan bahwa dia sungguh seorang pencari tulen akan khabar keselamatan. Bukti lainnya? Jawaban yang diberikannya kepada perumpamaan Yesus sungguh menunjukkan kekuatan karakter pribadinya dan pengenalan dirinya sendiri berhadapan dengan Yesus. Katanya kepada Yesus, "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak."

Kita bertanya, kekuatan apakah yang sebenarnya tengah bekerja yang memampukan perempuan itu dengan teguh hati menjawabi tantangan Yesus dengan jawabannya? Jawaban tunggal adalah kekuatan khabar gembira itu sendiri. Kekuatan Injil Allah itulah yang telah mendorong ibu itu untuk bertemu dengan Yesus bersama orang-orang di wilayah itu. Dan kekuatan Injil yang sama itu pulalah yang membawa Yesus menjumpai mereka, melepaskan batas yang biasa dan menjangkau mereka yang belum pernah mendengar tentang Injil Allah.

Dan kekuatan Injil ini pulalah yang berkarya hingga saat ini, sehingga banyak orang dihantar kepada pertemuan denganNya, disentuh, dan mulai mengaguminya dan berkontak dan dipengaruhi oleh Injil itu. Injil sungguh adalah kekuatan yang membuat kita mampu pergi dan menjangkau orang lain.

Tuhan Yesus, kami percaya bahwa SabdaMu menyelamatkan dan membaharui kami. Semoga oleh kekuatanNya kami mampu selalu untuk menuju orang lain, dan bersama-sama hidup karenanya. Amin.

Copyright © 11 Pebruari 2009 by Anselm Meo SVD

Selasa, Februari 10, 2009

111. Saksi Sejati : Dia yang Menghidupkan Kebenaran Allah

Rabu, 11 Pebruari 2009

Bacaan : Mk 7 : 14 - 23

Kita masih melanjutkan diskusi antara kaum Farisi serta ahli Taurat dengan Yesus bersama murid-muridNya tentang aturan dalam agama Yahudi. Hari ini topik ini diperdalam ketika Yesus bicara tentang kemurnian hati yang sesungguhnya amat dibutuhkan ketika manusia berhadapan dengan Allah dan berhubungan dengan sesamanya. Markus menyatakan intensi Yesus demikian, "Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya."

Dan ketika Yesus berada sendirian dengan murid-muridNya, Ia menjelaskan arti ucapanNya, "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."

Kita bertanya mengapa Yesus perlu menjelaskan hal itu kepada para muridNya? Mungkin secara cepat kita bilang, Tuhan bermaksud untuk menyatakan bahwa semua makanan itu halal karena Tuhan memberikannya. Boleh saja. Tetapi ada sesuatu yang jauh lebih penting di sini, Yesus memberikan pemahaman tentang bagaimana profil seorang yang mesti memberi kesaksian tentang Allah. Siapakah sesungguhnya kita, murid Kristus yang memberikan kesaksian tentang Allah yang dicintai itu?

Menjadi murid dan saksi Kristus dewasa ini bukanlah terutama soal untuk mengatakan bahwa yang ini salah sedang yang lainnya benar, tetapi terutama untuk menghidupkan dalam diri sendiri, dan dalam komunitas kita atau keluarga kita sendiri kebenaran yang kita terima dari Sabda Tuhan. Tuhan lewat caraNya sendiri sebenarnya telah meletakkan di hati kita dasar kebenaran yang kuat, yang menjadi arah yang menuntun hidup kita, dalam SabdaNya yang menjelma menjadi manusia, Yesus Kristus. Dan jika Kristus ada di dasar hati kita, sebenarnya kita, tugas kita satu-satunya adalah menyaksikan bahwa Dia ada, Dia hidup dan Dia itu kebenaran yang menuntun kita. Itu saja yang perlu. Tidak perlu berusaha untuk menunjukkan kepada yang lain bahwa yang saya anuti itu lebih benar, lebih baik.

Tuhan Yesus, kami diajak lagi hari ini untuk menjadi saksi sejati dengan menghidupkan apa yang kami terima daripadaMu dan bukannya untuk memberikan kesan bahwa kami lebih baik dari yang lain. Bantu kami dengan RohMu untuk terus menyadarinya. Amin.

Copyright © 10 Pebruari 2009 by Anselm Meo SVD

Senin, Februari 09, 2009

110. Semuanya Bermula dari Hati

Selasa, 10 Pebruari 2009

Bacaan : Mk 7, 1-13

Penggalan Injil Markus yang kita renungkan hari ini membawa kita pada satu diskusi antara Yesus dan kaum Farisi tentang pengamalan hukum agama Yahudi, yang salah satunya mengatur pula tentang membersihkan tangan sebelum makan. Para murid Yesus merasa "bebas" dari kebiasaan itu, sedangkan yang lain tidak, karena mereka mengikuti kebiasaan lama, padahal kebiasaan itupun dulunya hanya diperuntukan bagi para imam. Kebiasaan inilah yang kemudian diwajibkan kepada semua orang di Israel. Markus menyampaikan inti diskusi itu dengan pertanyaan pembukaan dari orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, "Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?"

Dan Yesus menarik semua yang beradu debat dengannya kepada satu persoalan dasar tentang yang najis dan tidak najis yaitu hati manusia itu sendiri. Jawab-Nya kepada mereka: "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku.

Yesus mengajak para pendengarNya untuk melihat inti permasalahan tentang pelaksanaan hukum dan peraturan pada HATI. Karena HATI sesungguhnya adalh sumber kemurnian ataupun sumber ketidakmurnian tindakan manusia. Dalam hati manusia tersembunyi banyak pikiran negatif, intensi tak murni dan bahkan keputusan-keputusan yang nakal dan merugikan sesama. Dan hati itulah yang perlu dirawat, dibersihkan dan dijernihkan, supaya dia bisa menjadi SUMBER YANG MENCINTAI dengan tulus. Jadi semuanya bermula dari hati kita.

Sebuah ajakan buat kita semua untuk bermawas diri. Benar kata Yesus bahwa kalau intensi hati kita tak tulus dan bukan untuk mencintai, maka kita akan sangat mudah untuk menekankan aspek-aspek lahiriah dari peraturan, hukum. Kita mudah sekali mempersalahkan orang lain ketika mereka tidak melakukan kewajiban yang kita jalankan, walaupun untuk alasan yang masuk akal.

Tuhan Yesus, ketika Engkau bicara tentang Hati sebagai sumber tindakan manusia, kami ingat akan Maria ibuMu yang menyimpan semuanya di dalam hatinya. Semoga kami juga merenungkan sabdaMu di dalam hati dan melahirkannya dalam tindakan mencintai yang tulus kepada sesama. Amin.

Copyright © 09 Pebruari 2009 by Anselm Meo SVD

Minggu, Februari 08, 2009

109. Pewartaan tanpa kata: kehadiran yang menyembuhkan

Senin, 09 Februari 2009

Bacaan: Markus 6, 53 - 56

Dalam injil hari ini, penginjil Markus melukiskan kegiatan Yesus yang berada dari kota ke kota atau dari kampung ke kampung di wilayah Genesaret. Markus tidak melaporkan kata-kata Yesus dalam perjalanan itu. Kelihatannya Markus mau menampilkan sisi lain dari pewartaan Yesus: kehadiran yang menyembuhkan. Kehadiran tanpa kata ini menyampaikan banyak hal kepada para murid yang mengikutinya dan juga orang-orang di sekitar yang membawa orang-orang sakit kepadanya. Penduduk di daerah itu mengenal Yesus dan segera membawa banyak orang sakit kepadanya dan mereka meminta untuk menyentuh saja jumbai jubah Yesus agar dapat disembuhkna. Menarik juga dilihat bahwa tidak ada pengakuan dari pihak orang-orang tersebut bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah, atau Putra Manusia. Semuanya dilaporkan oleh Markus dalam bentuk tanda-tanda. Dengan demikian tanda membawa banyak makna kepada pendengar dan pembaca injilnya ini.

Kehadiran Yesus di wilayah Genesaret ini membawa penyembuhan kepada banyak orang sakit yang ada di sana. Hal ini terjadi karena penduduk itu mengenal Yesus sebagai seorang yang mampu menyembuhkan walau hanya menyentuh jubahnya saja. Orang banyak itu tidak sampai mengenal Yesus sebagai Mesias. Hal ini masih tersembunyi di hadapan mereka. Anehnya Yesus membiarkan mereka demikian dan tidak memaklumkan secara terang-terangan bahwa dia adalah Mesias yang dinantikan itu. Rupanya penginjil Markus mau menampilkan Yesus sebagai seorang pribadi yang mau mendidik orang-orang di mengenal dia untuk coba menyelami lebih mendalam bahwa pemakluman mengenai siapakah Yesus tidak harus dengan kata-kata melainkan dengan kehadirannya yang menyembuhkan.

Proses pendidikan iman Yesus ini amat penting untuk kita pada saat ini. Ketika orang lebih banyak bicara untuk meyakinkan pendengarnya, orang menjadi lupa bahwa kata-kata yang banyak sering kali dikalahkan oleh satu perbuatan kecil yang memang dapat dirasakan dan dinikmati. Yesus tidak banyak bicara di kampung-kampung ini. Dia ada, hadir dan banyak orang merasakan daya keselamatan yang dibawa oleh kehadirannya itu. Kita bisa bertanya diri apakah kehadiran saya sudah menjadi sumber daya yang menyembuhkan atau malah melukai dan malah menghancurkan orang lain?

Tuhan bantulah aku untuk memahami lebih baik lagi bahwa kehadiranku di tengah dunia memiliki daya tertentu. Semoga daya ilahiMu meresap dalam diriku sehingga aku menjadi alatMu untuk memberikan penyembuhan kepada orang lain. Amin

Copyright © 8 Februari 2009 by Paulus Tolo SVD