Jumat, Februari 13, 2009

114. Perasaan manusiawi: jembatan menuju keselamatan

Sabtu, 14 Februari 2009
Bacaan: Markus 8, 1 -10

Hari ini Markus mengisahkan perbanyakan roti dan ikan yang dibuat oleh Yesus di padang gurun. Perbanyakan roti ini terjadi karena Yesus yang jatuh kasihan terhadap orang banyak yang sedang mengikuti dia. Mereka telah beberapa hari tidak makan. Yesus melihat kenyataan yang ada di depan matanya. Orang banyak yang karena kerinduan mendengarkan sabdaNya mengikuti Yesus kemanapun ia pergi sehingga mereka tidak sempat mencari makan. Yesus sadar bahwa kerinduan sabdanya sudah terpenuhi dan orang banyak puas. Namun hal rohani ini tidak bisa menghilangkan hal yang jasmani yaitu kebutuhan badan akan makanan, kekuatan, energi. Berangkat dari pangalamannya sendiri ketika membuat puasa selama 40 hari di padang gurun, Yesus tahu apa artinya lapar di padang gurun. Perasaan Yesus kini menyatu dengan perasaan jasmaniah orang banyak yang mengikuti Dia. Markus melukiskan betapa Yesus sungguh manusia, memiliki perasaan iba yang mendalam akan orang banyak yang lapar.

Perasaan Yesus ini menjadi daya gerak untuk melakukan tindakan. Tindakan Yesus adalah memuaskan rasa lapar orang banyak itu. Dengan demikian perasaan yang menghasilkan tindakan ini menyelamatkan orang banyak yang sedang merasa lapar. Tanpa rasa iba dari Yesus, orang banyak akan tetap lapar. Menarik di sini adalah bahwa rasa iba itu muncul dari Yesus dan bukan dari para murid. Sepertinya Markus mau menekankan gambaran Yesus yang amat manusiawi. Dari perasaan iba yang amat manusiawi ini, terjadilah keselamatan, kepuasan, pembebasan.

Amat penting dalam hidup antar manusia aspek perasaan. Karena dari perasaan manusiawi itu lahirlah tindakan-tindakan. Perasaan menggerakan orang untuk melakukan sesuatu. Daya dorong perasaan itu amat kuat. Perasaan iba akan penderitaan orang lain secara alamiah ada pada setiap manusia. Ia perlu diasah agar makin tajam dan berdaya kuat untuk menggerakkan seseorang melakukan sesuatu yang yang berguna bagi sesama.

Seorang pewarta mesti memiliki kepekaan perasaan seperti ini. Perasaan manusiawi terhadap penderitaan menjadi jembatan untuk menyelamatkan orang lain.

Ya Tuhan, semoga hatiku makin peka terhadap penderitaan sesama dan menggerakan aku untuk berbuat sesuatu yang berguna bagi mereka. Amin

Copyright © 13 Februari 2009 by Paulus Tolo SVD

Tidak ada komentar: