Sabtu, November 08, 2008

17. Cinta akan Rumah Tuhan

Minggu, 09 Nopember 2008
Pesta Pemberkatan Basilika Lateran-Roma
Yoh 2, 13 - 22
Kita tentu bisa bertanya, kenapa pesta hari ini, Pemberkatan Basilika Lateran diberikan tempat khusus dalam perayaan liturgi sehingga bisa menggantikan perayaan Minggu Biasa XXXII? Jawabannya bisa kita temukan dalam bacaan yang dipakai pada hari ini, yang mengisahkan bagaimana Yesus menyucikan Bait Allah dari kebiasaan jual beli yang dipraktekan orang Yahudi ketika itu.
Yang sebetulnya menjadi inti persoalan di sini ialah kenyataan dan pandangan yang hidup dalam masyarakat Yahudi masa itu yang melihat Bait Allah sebagai lambang kehadiran Allah di tengah umatNya. Pandangan dan ajaran inilah yang membuat para murid Yesus menyadari dan mengerti tindakan Yesus. Yohanes mencatat, “Maka teringatlah murid-muridNya, bahwa ada tertulis: ‘Cinta untuk rumahMu, menghanguskan Aku’” (Yoh 2, 18), hal mana merujuk pada kutipan Mz 69,10. Dan kenangan akan hal itu membuat para muridNya mengenal Dia, dan sesudah kebangkitanNya mereka percaya kepadaNya.
Cinta akan rumah Tuhan, itulah pesan Yesus yang bisa kita renungkan berhubungan dengan pesta hari ini. Dan Rumah Tuhan yang dimaksudkan Yesus menunjuk pada TubuhNya – DiriNya sendiri. Dan di kesempatan lain. Sambil menunjuk kepada orang sederhana, kecil, anak-anak, Dia juga berujar, “Barangsiapa menerima mereka ini dalam namaKu, ia menerima Aku.”
Apa artinya? Artinya, seperti Yesus, semua manusia yang dicintai dan diterima oleh sesamanya adalah diri Yesus yang lain, - yang dalam Injil hari ini – disebut Rumah Tuhan, tanda kehadiran nyata Allah di tengah dunia. Karena itu, Cinta akan Rumah Tuhan yang membara di hati Yesus adalah cinta dan penerimaan yang nyata kepada sesama manusia, terutama mereka yang kecil, sederhana dan lemah.
Tuhan, di pesta Pemberkatan Basilika Lateran yang kami rayakan hari ini, kiranya kami diingatkan senantiasa untuk selalu mencintai dan menerima sesama kami sebagai tanda kehadiranMu yang nyata bagi kami. Amin.
Copyright © 08 Nopember 2008, by Ansel Meo, SVD

16. Pilihan-Pilihan yang Menegangkan

Sabtu, 08 Nopember 2008
Lk 16, 9-15
Injil hari ini menyampaikan kepada kita kumpulan nasihat Yesus mengenai pilihan yang mesti dibuat oleh setiap pengikutnya. Pilihan itu berkenaan dengan beberapa hal seperti: kekayaan, kesetiaan dalam tugas, ketaatan, ketidak-lekatan.
Nasihat-nasihat ini dikumpulkan oleh Lukas seolah-olah hal itu disampaikan oleh Yesus pada satu kesempatan. Dari pokok-pokok yang disampaikan ini nampak bahwa ucapan-ucapan Yesus ini disampaikan dalam beberapa kesempatan di sela-sela pengajarannya yang lain.
Perhatian utama Lukas adalah keadaan hati seorang pengikut Yesus berhadapan dengan situasi hidup yang dijumpai setiap hari. Seperti halnya dalam berbagai pengajaran lainnya Yesus mau mengajak pengikutnya untuk membuat pilihan yang akan mempengaruhi seluruh hidup seseorang. Pilihan tersebut menjadi titik pangkal bagi bentuk hidup macam mana yang akan mewarnai perjalanan hidup selanjutnya. Pada masa ini orang sering berbicara mengenai optio fundamentalis atau pilihan dasar. Itulah yang hendak disampaikan dalam pengajaran ini.
Kita bisa menoropong bentuk hidup yang sedang kita jalani ini dengan berpedoman pada nasihat-nasihat tersebut. Kita bisa menanyakan semangat dasar kita berkenaan dengan uang yang kita miliki, kekayaan yang kita punyai, tugas atau pekerjaan yang yang sedang kita jalani, atasan atau pimpinan atau majikan (tempat kerja, komunitas, negara).
Pokok-pokok ini membantu kita untuk menilai kembali pilihan yang pernah kita buat dan yang mungkin akan kita buat. Sebab pilihan tersebut akan mempengaruhi cara saya menjalani hidup ini bidang-bidang yang disebutkan itu. Misalnya saja soal uang. Saya mesti membuat pilihan entahkah saya mau menghiasi hidup saya dengan kerakusan akan mendapatkan uang dengan berbagai cara sehingga mengorbankan diri saya sebagai pribadi yang bermartabat? Saya mesti juga membuat pilihan entahkah saya hendak menjalani hidup saya di tempat tugas dengan sikap malas dan tak bertanggungjawab?
Sebagaimana Sri Paus Benediktus XVI menyerukan bahwa kita mesti menghiasi hidup kita dengan melekatkan diri pada Sabda Allah yang menjadi pribadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Dialah yang menjadi dasar yang mestinya menghiasi seluruh hidup orang kristen.
Tuhan, utuslah Rohmu agar menjadi barulah hati saya untuk membuat pilihan yang sesuai dengan kehendakmu. Amin
Copyright © 08 Nopember 2008, by Paul Tolo, SVD

Rabu, November 05, 2008

15. Sebuah Pelajaran Berhadapan dengan Krisis

Jumat, 07 Nopember 2008
Lk 16, 1-8
Betapa sering kita dihadapkan dengan situasi dilema, krisis, yang mengharuskan kita berpikir dan bertindak cepat, namun tak terperosok dalam krisis lebih jauh.
Yesus dalam bacaan Injil hari ini agaknya memberi pujian kepada bendahara yang tak jujur itu, bukan karena ketidakjujurannya, tetapi karena ia seorang yang tahu mengusahakan jalan keluar untuk melanjutkan kehidupan dalam keadaan sulit dan krisis yang menimpanya.
“Aku tahu apa yang harus aku perbuat,” katanya, “supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka.” Cerdik memang. Nampaknya memang egoistis, ingat diri, tapi ia tahu menangani krisis yang menimpanya, dengan menggunakan apa yang ada padanya, pengalaman dan relasinya.
Dalam karya dan tugas di setiap jenis panggilan hidup, kita akan selalu berhadapan dengan krisis, kesulitan, yang entah mau ataupun tidak mengharuskan kita berpikir cepat dan bertindak untuk mengatasinya. Krisis ekonomi, krisis panggilan, krisis persahabatan, krisis dalam pekerjaan, dsbnya. Krisis juga kita temukan ketika kita berkarya untuk pelayanan umum, pelayanan mulia berkaitan dengan iman.
Yesus di akhir Injil bilang ini, “Dan aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima ke dalam kemah abadi.” Sebuah indikasi untuk tidak segera putus asa ketika berhadapan dengan krisis dalam tugas. Kalau saja kita ditempatkan dalam situasi seperti bendahara tadi, saya kira, kita tidak akan mudah menyerah. Kita akan berlaku seperti dia. Berpikir dan bertindak cepat dengan memperhitungkan pengalaman, pengetahuan, relasi dan kecekatan kita. Mengapa? Karena hal itu berkaitan dengan hidup kita dan kelanjutannya.
Tapi, bagaimana kalau situasi yang sama kita hadapi dalam urusan yang berkaitan dengan iman, agama, urusan berparoki. Rupanya, kita mudah bilang, “Akh, sulitnya berhadapan dengan orang-orang ini!” Dan lebih lanjut menyerah. Yesus meminta lebih dari kita justru ketika berhadapan dengan kesulitan. Demikian jugalah yang pernah ditunjuk pada orang kudus yang mengemban misi Allah.
Tuhan, betapa indah nama yang Engkau berikan kepada kami : Anak-anak Terang, karena kami hidup dalam Terang dan CintakasihMu. Kiranya Cahaya SabdaMu memampukan kami mendapatkan jalan keluar di tengah krisis kehidupan kami. Amin.
Copyright © 05 Nopember 2008, by Anselm Meo, SVD

14. Ulet dan Tekun Sampai Berhasil

Kamis, 06 Nopember 2008
Filipi 3: 3 - 8; Mazmur 46: 1 – 5, 10 - 11 dan Lukas 15: 1 - 10
Apakah anda pernah merasa marah atau kecewa ketika orang lain mendapat promosi atau diperlakukan lebih baik dari apa yang semestinya mereka terima? Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi merasa sangat terganggu karena Jesus begitu jauh keluar dari jalan-Nya untuk bertemu dengan orang-orang berdosa bahkan memperlakukan mereka dengan penuh kebaikan seolah-olah mereka adalah sahabat-sahabat-Nya.
Orang-orang Farisi memiliki peraturan dan regulasi yang ketat tentang bagaimana mereka harus menjaga jarak dari orang-orang berdosa, agar diri mereka tidak tercemar dan dianggap tidak layak untuk melakukan ritus keagamaan. Mereka sama sekali dilarang untuk tidak mempercayakan uang kepada orang-orang berdosa atau berhubungan dengan mereka dalam urusan apapun, atau menyampaikan suatu rahasia kepada mereka, mempercayakan anak-anak yatim piatu kepada mereka, atau menemani mereka dalam perjalanan, mengizinkan anak gadis mereka menikah dengan anak lelaki dari orang berdosa, atau mengundang orang-orang berdosa untuk makan di rumah mereka atau bertamu di rumah orang-orang berdosa.
Mereka sangat terkejut ketika melihat Jesus begitu bebas dan leluasa menerima para pendosa dan makan bersama mereka. Namun, orang-orang berdosa mengikuti Jesus karena ingin mendengarkan Dia berbicara tentang belas kasihan Allah. Secara karakteristik Jesus menanggapi tuntutan orang-orang Farisi dengan sebuah perumpamaan atau pelajaran yang berasal dari kehidupan sehari-hari.
Apa yang mau disampaikan Jesus kepada kita tentang kerajaan Allah melalui cerita-Nya tentang seekor domba dan satu dirham yang hilang?
Para gembala biasanya menghitung jumlah domba yang mereka miliki pada senja hari untuk mencek apakah semua domba selamat dan tak ada yang tersesat di padang. Dari kodratnya domba-domba sangat sosial, seekor domba yang terisolasi akan dengan cepat merasa bingung dan malah merasa terganggu. Kecemasan seorang gembala akan berubah menjadi kegembiraan ketika dia menemukan domba yang tersesat dan mengembalikannya ke tengah kawanan domba yang lain.
Seorang ibu rumah tangga yang kehilangan satu dirham akan berhadapan dengan malapetaka ekonomi keluarga, karena nilai dari satu dirham sama besarnya dengan gaji harian suaminya. Apa yang akan dia sampaikan kepada suaminya ketika dia kembali ke rumah dari tempat kerja? Mereka sangat miskin dan akan menderita karena kehilangan satu dirham. Kecemasan dan kesedihannya akan berubah menjadi kegembiraan ketika dia menemukan satu dirham yang hilang. Keduanya, seorang gembala dan seorang ibu rumah tangga „mencari sampai mereka menemukan apa yang hilang“. Determinasi dan keuletan mereka mendapat hasil yang memuaskan. Secara instink mereka membagikan rasa bahagia mereka dengan seluruh anggota komunitas.
Orang-orang miskin pada hakikatnya sangat baik dalam membagikan suka dan duka. Apa yang terasa baru dalam ajaran Jesus adalah upaya dan usaha yang harus dimiliki oleh para pendosa dan bukannya meratapi situasi hidup mereka yang berdosa. Allah tidak berbahagia atas kehilangan dari seseorang, tapi berhasrat supaya semua orang diselamatkan dan dikembalikan dalam persekutuan dengan-Nya. Karena itu semua anggota komunitas surgawi bergembira ketika seorang berdosa bertobat dan dipersatukan kembali dalam pesekutuan dengan Allah. Pencarian akan orang-orang yang hilang sangat diperlukan pada zaman kita ini. Apakah anda terus – menerus berdoa dan mencari mereka yang anda kenal yang telah kehilangan jalan dan arah menuju Allah?
Tuhan Jesus, biarkan terang-Mu melenyapkan kegelapan sehingga apa yang hilang ditemukan dan dipersatukan kembali. Semoga cahaya-Mu bersinar melalui hidupku sehingga orang-orang lain boleh melihat kebenaran dan cinta serta menemukan harapa dan damai di dalam Diri-Mu. Semoga saya tak akan pernah ragu tentang cintamu atau mengabaikan belas kasihan yang telah Engkau tunjukkan kepadaku. Penuhilah hidupku dengan cinta-Mu yang berdaya transformasi sehingga saya boleh berbelas kasihan sebagaimana Engkau berbekas kasihan. Amen.
Copyright © Francistown, 6 November 2008, by Josef Ruma, SVD

Senin, November 03, 2008

13. Terlibat dengan Komitmen Penuh

Rabu, 05 Nopember 2008
Lk 14, 25-33
‘Apa yang salah dengan Guru?’ Begitulah kira-kira tanggapan murid Yesus ketika mendengar kata-kataNya dalam Injil hari ini. ‘Bukannya bicara tentang mengasihi sebagai jalan kemuridan, malah meminta mereka untuk membenci. “Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya ... bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu.”
Mengapa menyampaikan perkataan ini di saat semua orang begitu antusias mengikuti Dia dengan program dan pewartaanNya tentang cinta kasih? Rupanya, Yesus sedang membaca semacam antusiasme semu dalam diri banyak dari mereka, yang mengatakan, ‘Ah, kalau hanya mencintai, itu gampang dipraktekan.’ Yesus sedang menghancurkan ilusi yang sedang meliputi mereka. Dan untuk menjelaskan maksudNya, Yesus menampilkan dua contoh konkrit tentang seorang yang mau bangun menara dan seorang raja. Dan intinya di sana ialah bahwa mereka membuat perhitungan secara cermat, mereka terlibat dengan komitmen dan ketetapan hati yang utuh.
Apa maksudnya ‘terlibat dengan komitmen yang penuh’? Yesus sekali lagi mengingatkan para murid untuk tidak terikat pada kepemilikan, termasuk ingat diri sendiri, ingat hidup sendiri. Itulah sebabnya, Yesus berkata, “Demikian pula tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi muridKu.” Nah, terlibat dengan komitmen artinya, sadar dan bertindak bahwa segala bakat, milik dan apa yang diterima adalah untuk tugas dan pelayanan. Bukan sebaliknya, menggunakkan semua yang ada untuk mendatangkan keuntungan bagi diri sendiri.
Bisakah demikian? Tentu bisa, kalau kontak kita kepada Yesus yang memiliki hati yang mencintai tetap mampu kita jaga. Bersama Yesus, cinta kita kepada sesama bisa menjadi cinta sejati, yang menghendaki mereka menjadi diri mereka sendiri dan berkembang kepada kebaikan.
Tuhan, Bukan kebencianlah yang kauwartakan tetapi cinta yang sejati, yang diwarnai oleh korban dan mengutamakan yang lain. Semoga kami memiliki komitmen yang Engkau miliki. Amin.
Copyright © 02 Nopember 2008, by Anselm Meo, SVD

Minggu, November 02, 2008

12. Persoalannya adalah Keterikatan pada Milik

Selasa, 04 Nopember 2008

Bacaan : Lk 14, 15-24

Saya sering mendapatkan hadiah dari beberapa sahabat. Kebanyakan mereka ingin agar hadiah itu saya gunakan untuk kepentingan saya, tetapi nyatanya barang-barang pemberian mereka tak pernah bertahan lama untukku, dan selalu saya berikan kepada yang lain yang memerlukannya. Di satu pihak memang ada rasa bersalah kepada si pemberi, tetapi di lain pihak saya sebenarnya senang karena saya bisa melepaskan keterikatan saya kepada milik, betapapun berharganya barang yang diberikan itu.
Kelihatannya, persoalan utama yang disentuh penginjil hari ini adalah keterikatan mutlak kepada milik. Hal ini terlihat pada alasan yang menyertai permintaan maaf orang-orang yang diundang itu. “Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya.... Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya... Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang.”(Luk 14, 18-20) Semuanya adalah alasan yang masuk akal dan manusiawi. Tetapi di dasar segala alasan ini adalah kelekatan atau keterikatan kepada apa yang diklaim sebagai milik, entah itu ladang, lembu maupun istri.

Ada kontras yang dihadirkan di sini. Di satu sisi si tuan rumah yang mewakili sikap Allah menawarkan kelimpahan pemberiaanNya dalam bentuk jamuan makan; dan di sisi lainnya para tamu yang diundang, yang bergelut dengan kepemilikan mereka kepada barang atau hal yang belum tentu pas untuk mereka. Tawaran perjamuan yang limpah ditolak, tetapi terus berkutat dengan problem harian yang belum tentu dapat diatasi.

Tak jarang persoalan yang sama ini kita hadapi dalam keseharian kita. Mendapatkan hal baru dan berguna, kita ingin mencobanya sampai mendapatkan hasil. Sering sekali begitu terkonsentrasinya kita kepada hal-hal itu, membuat kita mudah mengabaikan sapaan seorang sahabat, undangan dan ajakan mereka, dan mungkin juga hampir tak punya waktu untuk menghadiri misa Minggu ataupun undangan Tuhan untuk berdoa dalam kesunyian. Mengapa? Karena seluruh pikiran kita tertuju pada kerja, program, alat-alat yang kita punyai sehingga bisa memberikan hasil segera buat kita.

Seperti halnya si tuan rumah, Tuhan mengundang kita semua untuk datang menemuiNya, dalam sebuah jamuan pesta. “Marilah, sebab segala sesuatu sudah siap.” Sebuah undangan dengan jaminan, bahwa menghadiri undangan Tuhan sama artinya menikmati kepenuhan dan mahkota segala usaha dan karya kita. Bukan tidak mungkin, kita memperoleh cara pandang baru, jalan keluar baru dari kemelut keseharian kita. Bukankah Ia juga bersabda, “Marilah kepadaKu, kamu semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kepadamu.”?

Tuhan, seringkali perlu berhenti sejenak dalam keseharian hidup sambil memandang Dikau. Betapa undanganMu meneguhkan kesahajaanku. Amin

Copyright © 02 Nopember 2008, by Anselm Meo, SVD

11. Cita-Cita Hidup Bersama Kristiani

Senin, 03 November 2008
Filipi 2,1-4, Mazmur 131,1-3 dan Lukas 14,12-14
Tidak gampang bagi kita untuk melaksanakan amanat Sabda Tuhan hari ini. Apa yang ditawarkan oleh Yesus: “undanglah ke pestamu orang-orang yang pada gilirannya tidak dapat mengundang kamu.” Kata-kata ini memang menantang kita yang sudah terbiasa dengan prinsip do ut des, saya memberi kepadamu agar engkau juga memberikan kepada saya. Inilah semangat yang menjadi motivasi dasar dalam setiap relasi antar manusia di jaman ini. Semangat ini sudah begitu berakar kuat dan malah menemukan titik puncaknya pada hari-hari ini.
Dan karena itulah sabda Tuhan ini membarikan inspirasi bagi kita untuk menata kembali relasi yang sudah kita ciptakan dengan siapa saja dan dalam bidang hidup apa saja. Ambil contoh dalam hidup rohani: saya berdoa kepada Tuhan agar Tuhan memberikan saya berkat, rahmat. Saya membantu engkau pada hari ini dengan harapan agar ketika saya dalam kesulitan engkaupun akan membantu saya. Dengan demikian ia seakan-akan membuat kita terperangkap dalam cinta diri. Dengan kata lain saya nampaknya mengasihi orang tapi secara tersembunyi saya sebenarnya mencintai diri sendiri.
Tawaran Yesus hari ini justru membuktikan hal itu namun dalam dua dunia yang berbeda. Dunia yang disemangati oleh prinsip do ut des menekankan relasi pada orang yang sesama level karena hanya yang demikianlah terdapat kemungkinan untuk mendapatkan kembali apa yang saya berikan. Dunia baru yang dibawa Yesus adalah dunia dengan semangat penerimaan orang yang terpinggir, terbuang, terlantar, tidak mendapat hitungan dalam berbagai relasi antar manusia.

Di sinilah letak tantangan itu. Inilah cita-cita hidup bersama kristiani. Cita-cita ini mestinya menjadi api yang menyemangati hidup setiap orang kristen dalam setiap komunitas atau hidup bersama. Apakah saya berani merobah semangat dasar saya dalam relasi saya dengan orang lain?

Ya Tuhan, bantulah saya untuk menyambut orang-orang yang terpinggirkan dalam hidup bersama dengan kasih yang sama seperti yang engkau tunjukkan. Sebab dengan merendahkan diri seperti Engkau, saya dapat membangun relasi dengan orang-orang lain yang terbuang dalam masyarakat kami. Amin.

Copyright © 02 Nopember 2008, by Paul Tolo SVD