Sabtu, November 22, 2008

32. Yang Memberi Lebih Banyak

Senin, 24 Nopember 2008
Lk 21: 1 - 4
Kita tentu bisa membayangkan situasi yang dilukiskan dalam Injil hari ini. Suatu pemandangan yang biasa ketika memperhatikan orang-orang datang memberi persembahan di bait Allah. Bisa dibilang suatu saat untuk menunjukkan siapa yang memberikan persembahan. Tak jarang ditampilkan secara sangat atraktif yang mengundang orang lain memperhatikan tindakan mereka. Dan tentu saja, mereka semua memberikan dengan penuh kebanggaan.

Kontras dengan kebanggaan yang ditampilkan banyak orang, hadir seorang janda, miskin dan tak mau dilihat orang. Tentu pikirnya, "apalah artinya dua coin ini dibandingkan persembahan mereka yang memberi lebih banyak dariku?". Dan ia meletakkan persembahannya dengan pelan, tanpa mau menonjol.

Apa yang terjadi? Ternyata seseorang yang memiliki segalanya sedang memperhatikannya. Bukan saja aksinya meletakkan persembahannya, tetapi hati yang memberinya dan tentu doa yang menyertai persembahan itu. Yesus, yang adalah Tuhan yang tahu semuanya itu menyelidiki hati janda itu dari perbuatannya memberikan persembahan bersama orang banyak itu. Dan Ia berkata, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin itu, memberi lebih banyak daripada semua orang itu ... Ia memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya"

Mengapa dia dikatakan oleh Yesus sebagai orang yang memberi lebih banyak? Yesus tentu tudak bermaksud menempatkan janda itu dalam sebuah lomba memberikan peresembahan? Rupanya Yesus sedang memperhatikan apa motivasi orang-orang ketika memberikan persembahan kepada Tuhan di kenisah saat itu. Orang kaya memberikan karena motivasinya adalah mendapatkan pengakuan akan status sosial mereka. Tindakan memberikan persembahan dijalankan untuk mendapatkan pujian, hal mana dikeritik Yesus terus menerus.

Sedang janda itu, memiliki motivasi murni dalam tindakannya, karena melakukannya sebagai korbannya kepada Allah sang pemberi segalanya. Ia mengembalikan semuanya kepada Allah apa yang diterimannya. Dan inilah tindakan syukur seorang yang meletakkan hidupnya di tangan Allah. Buat Yesus, inilah model kemuridan yang mesti diikuti tindakannya. Ia seorang yang tak cemas tentang harta kekayaannya, dengan hidupnya. Inilah orang yang memberi hidupnya sendiri kepada Allah. Orang demikian sungguh memberi lebih banyak.

Tuhan, hari ini kami Kautunjukkan sekali lagi di jalan kemuridanMu. Semoga seperti janda itu, kamipun mampu mempercayakan hidup kami sepenuhnya ke dalam tanganMu. Amin

Copyright © 22 Nopember 2008, by Ansel Meo SVD

31. Gembala Agung itu Raja

Minggu, 23 Nopember 2008

Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam

Yez., 34:11-17; 1Kor 15:20-26.28; Mt 25:31-46

Pada Minggu terakhir dalam Tahun Liturgis seperti hari ini, kita merayakan pesta Kristus Raja Semesta Alam. Pesta khusus ini mengundang kita untuk merefleksikan tentang Siapakah Kristus Raja itu dan apa artinya bagi kita, ketika kita bersaksi tentang Kristus dan mengakui diri kita sebagai putra dan putri dalam Kerajaan-Nya.

Bacaan yang dipakai hari ini sungguh membantu kita. Pemahaman ttg Kristus sebagai Raja, berangkat dari paham tentang Allah sebagai Gembala Israel. Juga raja-raja Israel dipandang sebagai wakil-wakil dari Allah yang kelihatan dan diberikan gelar sebagai gembala ilahi. Namun, gaya kepemimpinan mereka berbeda dari gaya kepemimpinan Allah yang justru memberikan prioritas pada perhatian terhadap kebutuhan orang-orang, khususnya kebutuhan akan keadilan, dan perdamaian, sebagaimana SabdaNya, "Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi, Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya" (Ezekiel 34: 16).

Kita bertanya, "Bagaimana dengan janji Allah untuk memerintah, menggembalakan kawan domba-Nya dengan kekuatan dan kasih Kebapakan-Nya sendiri?" Sebagai orang-orang Kristen kita percaya bahwa janji itu telah dipenuhi dalam pribadi Tuhan kita Yesus Kristus, Sang Raja yang pestanya kita rayakan pada hari Minggu ini. Yesus telah memeritah sebagai raja, dan akan datang lagi pada hari Pengadilan Terakhir untuk membawa semuanya kepada kepenuhannya. Pada hari itu, Kristus akan duduk pada takta-Nya dan memisahkan yang baik dari yang jahat dari segala suku bangsa. Perhatikan bahwa keduanya, orang-orang benar dan yang tersesat menyapa Yesus sebagai Tuhan. Masalahnya bukan terletak pada sapaan yang ditujukan pada Yesus, tetapi ukurannya justru pada keterlibatan kita pada karya kasih cinta yang terberi kepada sesama, khususnya mereka yang lemah dan tak terberdaya, yang miskin dan melarat dalam sebuah ziarah hidup bersama di sini, di dunia ini. Dan kita bisa menyebutkan beberapa dari karya-karya konkrit kasih itu antara lain: memberi makan kepada yang lapar, memberi minum kepada yang haus, memberi pakaian kepada yang telanjang, member tumpangan kepada yang melarat, mengunjungi mereka yang di penjara dan merawat orang-orang sakit.

Singkatnya, setiap senyum dan tawa, perhatian dan belaskasih yang menyejukkan dan membahagiakan sesama itulah buah-buah cinta kasih yang bisa kita sumbangkan kepada sesama. Dan atas dasar inilah kita akan menghadap pengadilan Allah.

Pesta hari ini mengingatkan bahwa kita mempunyai seorang Raja yang lain dari raja-raja dari dunia ini. Raja kita senantiasa menaruh perhatian penuh kepada kita dan membantu kita bukan hanya ketika kita tidak berkekurangan dan tidak berada dalam kemelaratan, tetapi khususnya ketika kita sungguh-sungguh miskin dan melarat. Dan perubahan yang boleh diminta dari kita pada hari ini adalah melupakan sejenak keinginan untuk melekat pada kebutuhan-kebutuhan kita demi cinta kasih dan kebahagiaan dan selanjutnya menjangkau keluar dalam takaran cinta kasih demi kebahagiaan mereka; barangkali merupakan kebutuhan yang mendesak. Ingat Sabda Yesus ini: "Apapun yang kita lakukan biarpun yang paling kecil dan sederhana untuk anak-anak Allah yang berkekurangan, mereka adalah saudara-saudara dan saudari-saudari Kristus, kita lakukan untuk Kristus sendiri. Amin".

Copyright © 10 Nopember 2008 by Paskalis Berkmans SVD dan diedit kembali oleh Ansel Meo SVD

Rabu, November 19, 2008

30. Kita Akan Bangkit

Lk 20: 27-40
Sabtu, 22 November 2008

Sebuah renungan tentang kehidupan setelah kematian. Sepintas tampak abstrak di otak tapi sesungguhnya tidak untuk hati yang terarah kepada Allah dengan iman yang mantap. Tetapi, agar kita merasa lebih nyaman, baiklah kita sejenak bersujud kepada-Nya: "Tuhan, ini aku dengan segala keunggulan dan keterbatasanku. Aku ingin merenungkan Sabda-Mu, namun hatiku siap sementara ada pula bayangan gelap menyelimuti lantaran sebuah superioritas akal. Maka, sanggupkanlah aku untuk melepas-pergikan segala yang penjadi penghalang. Hanya Engkau yang sanggup, ditambah sedikit kemauan dariku, maka semuanya akan terjadi Amin.

Apakah orang-orang Kristen percaya ada kehidupan setelah kematian? Hal ini tentunya bergantung pada apa yang dimaksudkan dengan kehidupan.

Kematian adalah kenyataan, suatu yang riil dan pasti. Kenyataan yang akan dilewati oleh semua makhluk. Namun makhluk yang disebut manusia ini, seringkali mempersoalkannya. Mengapa harus mati, bukankah hidup di dunia ini lebih nyaman, dan bukankah aku bahagia berada di sini? Kita berpikir segala-galanya akan terenggut secara total dari kita, dan karenanya kita ingin mempertahankan melalui pelbagai dalih dan sikap penolakan. Padahal kita sendiri memahami bahwa tak ada seorang anak manusia yang bisa menolak kematian, bila saatnya memang sudah tiba.

Seperti kebanyakan dari kita, begitu pula para ahli hukum Musa yang sering dikenal dengan nama Kaum Saduki. Mereka menyangkal adanya kebangkitan justru karena ingin mempertahankan keteraturan hidup yang sudah dibangun di dunia ini. Mereka berpikir bahwa nanti ada kekacauan besar terjadi di kehidupan nanti, jika ketujuh saudara harus mengklaim sebagai haknya untuk menikahi wanita yang de facto telah mereka nikahi dalam kehidupan di dunia ini.

Ternyata pertimbangan, alasan mereka kurang mendasar. Ada titik lemah dalam argumen mereka. Dan itu tampak dalam jawaban Yesus berikut ini: "Mereka yang dianggap layak untuk mendapatkan bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan dikawinkan. Mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah." Dengan ini terlihat ada satu hal pasti bagi kita yakni, Ada Kehidupan setelah Kematian, ada Kebangkitan. Walaupun kebangkitan merupakan hak kita semua, namun dari pihak kita tetap dituntut untuk berjuang agar menjadi orang-orang yang disebut pantas. Jadi, ada kesalahpahaman mengenai arti kebangkitan dalam diri orang-orang Saduki.

Kristus lahir di dunia, tidak menikah atau mempunyai anak karena Ia adalah Awal kehidupan baru dimana tidak ada kematian. Sesungguhnya dalam hidup ini, kita mengambil bagian dalam Keputraan Kristus, sambil menantikan kepenuhannya melalui kebangkitan-Nya.

Ketika hari itu datang, kita akan berjaga, bukan terjaga setelah anda tertidur lelap akibat suatu operasi, tetapi berjaga untuk suatu kehidupan baru setelah kematian – suatu kehidupan yang berbeda secara radikal dari kehidupan kini. Itu akan menjadi suatu kehidupan bagi mereka yang sungguh bertumbuh secara penuh, bertumbuh di dalam Kristus. Amin.

Copyright © 19 Nopember 2008, by Paskalis Berkmans SVD.

29. Persembahan yang berkenan pada Allah

Jumat, 21 Nopember 2008

Tambah Gambar Lukas 19, 45-48

Hari ini Bunda Gereja merayakan peringatan Maria Dipersembahkan kepada Allah. Pesta ini lahir dari keyakinan orang Kristen di Gereja Timur berkenaan dengan gelar Maria sebagai Bunda Allah. Dengan demikian Maria dengan seluruh pribadinya dilukiskan oleh orang Kristen Gereja Timur sebagai kenisah dimana Allah bersemayam. Maria juga menjadi simbol bagi Gereja sehingga Gereja selalu disebut dengan pasangan kata Bunda, Bunda Gereja yang melahirkan anak-anak baru melalui sakramen pembaptisan. Persembahan Maria kepada Allah merupakan kesediaan total Maria untuk menjadi menjadi ibu yang melahirkan Yesus, Allah yang menjadi manusia. Makanya Maria dengan seluruh dirinya, jiwa dan raganya utuh, bersih untuk menjadi kediaman Allah yang menjadi manusia.

Dalam Injil hari ini kita mendengar Yesus yang mengusir para penjual di kenisah Allah di Yerusalem. Dengan demikian Yesus mau menunjukkan bahwa kenisah Allah adalah tempat pertemuan Allah dengan manusia dan juga dengan sesamnya. Hal itu justru terjadi dalam suasana doa. Orang berkumpul bersama, saling menyapa satu sama lain dan lalu bersatu hati memanjatkan puji, syukur, permohonan kepada Allah yang hadir di dalam pertemuan tersebut. Kenisah sekarang sudah menjadi tempat berdagang dimana di dalam perdanganga, jual beli motivasi dasar adalah mencai keuntungan sebesar-besarnya. Hal itu sering dicapai dengan cara-cara yang tidak halal. Itulah sebabnya Yesus mengusir penyalahguna kenisah Allah di Yerusalem.

Maria mempersembahkan dirinya untuk menjadi tempat Allah berdiam. Dengan demikian Maria telah memberikan contoh bagaimana persembahan yang benar kepada Allah yaitu seluruh diri kita untuk menjadi tempat Allah bersemayam. Masing-masing kita diajak oleh peringatan hari ini untuk mempersembahkan diri kita seutuhnya untuk menjadi kediaman Allah. Persembahan ini tidak membuat kita menjadi orang aneh sebaliknya justru menjadikan kita orang yang sungguh manusia. Itu berarti kita membawa Allah kepada semua orang yang kita jumpai dalam hidup harian kita. Orang yang demikian bila berjumpa dengan orang lain akan memudahkan orang lain di sekitarnya bertemu dengan Allah yang telah nampak dalam seluruh pribadi orang tersebut.

Tuhan, Inilah diriku dan kebebasanku, Kupersembahkan menjadi milikMu. Jadikanlah aku alat di tanganMu, dan buatlah diriku cermin kasih sayangmu kepada semua orang di sekitarku. Amin

Copyright © 17 Nopember 2008, by Paul Tolo SVD

28. Damai Sejahtera : Saat Allah Melawat

Kamis, 20 Nopember 2008

Lk 19, 41 - 44

Membaca dengan seksama penggalan Injil hari ini, kita mungkin bisa merasakan betapa pedihnya hati seorang putra Israel sejati seperti Yesus, ketika menyaksikan kota Yerusalem, kota Allah, lambang damai sejahtera kini berada di ambang kehancurannya. Yesus menangisinya, katanya, “Betapa baiknya, jika hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu, wahai Yerusalem!”

Kita bertanya, mengapa Yesus menangisi kota itu? Ia bukan saja merasa sedih karena di kota itu tengah meraja lela kekerasan, sebuah kota tanpa damai, sebuah kota yang ketiadaan sejahtera buat para penduduknya. Tetapi lebih dari itu Yerusalem dan penduduknya akan segera menyaksikan akhir dari sebuah kesaksian hidup Yesus dan menolak kunjungan Allah yang memperhatikan kaum miskin dan menderita, yang menyata dalam diri Yesus. Itulah yang menyata dalam ungkapan, “karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah mengunjungi engkau.”
Sebuah permenungan tentang bagaimana mengusahakan dan mendoakan damai, mengupayakan kesejahteraan dan kemakmuran bersama Allah. Bahwa kemajuan dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat seyogyanya memperhatikan upaya untuk menciptakan damai, keadilan dan perhatian bagi yang lemah dalam masyarakat.

Dan bila hal ini sungguh diusahakan, kita sebenarnya tengah memahami damai dan kesejahteraan sebagai sebuah saat rahmat, saat Allah melawati umatNya. Kita perlu untuk senantiasa mendoakan sejalan dengan upaya kita mewujudkan damai dan kesejahteraan.
Tuhan Yesus, Engkau menunjukkan kami bahwa kehadiran damai dan kesejahteraan adalah saat Allah melawati umatNya. Semoga kami terus mendoakan serta bekerja demi mewujudkannya bersamaMu. Amin.
Copyright © 19 Nopember 2008, by Ansel Meo SVD

Selasa, November 18, 2008

27. Dari Materi Kepada Manusia

Rabu, 19 Nopember 2008
Lk 19, 11 - 28

Penggalan Injil yang kita baca hari ini, hemat saya sangat menantang cara berpikir manusia-manusia modern zaman ini. Mengapa saya katakan demikian? Karena perumpamaan tentang uang mina yang ditampilkan di sini memang cocok dengan cara pikir ekonomis masyarakat dewasa ini, yang mengutamakan hasil sebesar-besarnya tapi dengan investasi yang kecil sekalipun.

Satu permenungan untuk hari ini adalah soal pandangan dan kesetiaan dalam berelasi, yang mengandung resiko di dalamnya. Hampir semua tokoh dalam kisah ini terlibat dalam kisah Injil hari ini sebenarnya terlibat dalam relasi kepercayaan. Sang bangsawan misalnya, memutuskan mengambil resiko dengan mempercayakan hartanya untuk dikembangkan oleh para hambanya, walaupun ia tahu, bahwa pasti ada di antara mereka yang beritikad buruk dan menghendaki kejatuhan dan kebangkrutannya. Dan memang itulah yang terjadi, sebagaimana kita baca, "akan tetapi orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami."

Keputusan untuk mempercayakan modal dengan mengambil resiko juga dibuat oleh para hamba yang berhasil mengembangkan modal yang diberikan oleh tuan mereka. Dan atas keberanian mereka dengan memperhitungkan berbagai kemungkinan, mereka dianugerahkan penghargaan oleh sang raja. Mereka dihargai bukan terutama karena mereka berhasil menggandakan modal, tetapi karena mereka tetap terikat dan percaya dalam relasi di antara mereka.

Sebaliknya, hamba yang menerima satu mina, bukan hanya takut mengambil resiko, tetapi rupanya juga memiliki pandangan yang sangat negatip tentang tuannya dan tentang sesamanya, dan karenanya tak mempercayai mereka. Sebab katanya, "sebab, aku takut akan tuan, karena tuan adalah manusia yang keras; tuan mengambil apa yang tidak pernah tuan taruh dan menuai apa yang tidak tuan tabur." Konsekwensi dari pandangannya dan ketidakpercayaannya, inilah yang membuat dia dicap sebagai hamba yang jahat. Dan terhadap kejahatannya, ia dihukum. Apa yang ada padanya diambil semuanya dan dia dihukum bersama para musuh sang raja.

Sebuah kisah tentang tentang mempercayakan materi, uang dan mengelolanya menghantar kita kepada betapa perlunya kita menjaga kepercayaan dalam setiap bentuk relasi, termasuk juga dalam hidup iman kita. Betapa sering Injil menampilkan banyak contoh tentang bagaimana seharusnya perlakuan kita dan relasi kita terhadap barang, modal, uang. Yesus tidak berhenti di sana, Ia mengajak kita masuk ke dalam relasi di antara manusia. Kesetiaan dalam mengelola materi secara benar dan bertanggung jawab dengan keberanian untuk mengambil resiko, juga berlaku dalam hubungan kepercayaan di antara kita, dan antara kita dengan Tuhan.

Para hamba itu memiliki sikap positif terhadap materi, yang juga keluar dari pandangan positif mereka tentang manusia, baik si tuan yang mempercayakan modal maupun orang-orang yang dengannya mereka menginvestasikan modal tuan mereka. Sikap mereka ini ternyata vital bagi keberhasilan usaha. Dan akhirnya, mereka dipercayakan oleh tuan mereka untuk memerintah atau melayani lebih banyak orang lain. Dari materi kepada manusia.

Nah, demikianlah seharusnya hidup dan relasi kita berdasarkan iman. Hendaknya dasarnya ada pada penghargaan positif tentang manusia. Jaminannya pasti, kelimpahan hidup akan kita terima, baik itu sahabat, relasi maupun kekayaan dan kesejahteraan.

Tuhan, betapa sering kami berhadapan dengan resiko dalam hidup. Ada yang tak berani kami ambil karena kurangnya kepercayaan kami kepada manusia yang bekerja dan berada bersama kami. Padahal, kami harus mengambilnya untuk menghasilkan lebih dalam hidup. Semoga kami melihat kebaikan dalam sesama kami. Amin.

Copyright © 18 Nopember 2008, by Ansel Meo SVD

Senin, November 17, 2008

26. Tatapan Pembaharuan Dari Yesus

Selasa, 18 Nopember 2008
Lk 19: 1-10

Saya yakin bahwa kisah yang menjadi pokok renungan kita hari ini sudah lumayan akrab dengan kita. Itulah kisah tentang Zakheus, seorang penagih pajak yang ditulis dalam Injil Lukas. Ia memanjat pohon supaya dapat melihat Yesus yang sedang dalam perjalanan menuju kota Yeriko. Tetapi Yesus terlebih dahulu melihat Zakheus, malah mengundangkan diri untuk mampir di rumah Zakheus. Hati Zakheus kegirangan, tetapi orang banyak malah bersungut-sungut katanya: "Ia pergi menumpang di rumah orang berdosa."

Menyaksikan kenyataan tersebut, serta merta kita menyimpulkan bahwa Allah sepertinya tidak peduli tentang bagaimana perilaku kita manusia. apakah kita menghormati standar-standar moral atau tidak, bukanlah hal yang perlu kita perhitungkan. Buktinya, Yesus justru memilih untuk berada bersama Zakheus di rumahnya. Yesus justru mau menumpang di rumah seorang pendosa kelas kakap. Tetapi, apakah kita sanggup menyelami apa yang dilihat oleh Yesus dalam diri Zakheus?

Reaksi negatip orang-orang Yahudi tentu memiliki alasan yang kuat dan masuk akal. Penagih pajak hampir tak pernah populer di mana-mana di dunia ini, juga di Palestina pada zaman Yesus. Mengapa? Karena mereka selalu berlaku curang. Mereka memungut uang dengan melipat-gandakan jumlah yang harus dibayar oleh para wajib pajak. Tidak mengherankan kalau Zakheus dibenci oleh masyarakat. Ia dikenal sebagai seorang pemeras yang menumpuk harta bagi diri dan keluarganya. Tetapi ada satu hal yang sangat indah dalam dirinya yang tak pernah kita lihat; dan justru hal itulah yang dilihat oleh Yesus. Zakheus menyesali perbuatannya dan memperkokoh sikap penyesalah itu dengan tindak/laku tobat yang mendalam. sikap tobat dalam tindakan nyata. "Setengah dari hartaku akan kuberikan kepada orang-orang miskin dan akan kukembalikan empat kali lipat barang-barang yang aku peras dari rakyat." Pengakuan yang jujur dihadapan Yesus dan para murid-Nya barangkali jarang terjadi dalam kehidupan kita. Kita barangkali seperti kerumunan orang banyak dalam cerita Injil yang hanya tahu memberi cap negatip ini dan itu kepada sesama tanpa menyadari bahwa di dalam diri mereka ada sesuatu yang luhur; dan yang hanya mungkin kita lihat bila kita rela mendatangi mereka.

Itulah hal yang luar biasa yang dapat dijumpai di sini: Zakheus bertobat tanpa sepata kata peringatan pun dari Yesus. Yesus cuma meminta agar Zakheus turun dari pohon. Itu bukan karena Zakheus sedang melihat Yesus. Itu justru terjadi karena Yesus terlebih dahulu melihat Zakheus. Tatapan itu, tatapan cinta Allah, membaharui Zakheus. Segala sesuatu yang telah ia dengar tentang Yesus telah menggerakan dia, tapi tatkala ia yakin dapat melihat Yesus, Yesus justru pertama-tama melihatnya. Pada momen itu, saat tatapan Yesus itulah membaharui Zakheus karena Yesus mengenal dia dan tertarik pada nilai yang terintah dalam dalam diri Zakheus.

Berjumpa dengan Pribadi yang mengagumkan, yang telah memanggil dia dengan namanya telah merebut hati Zakheus dan ia menyambut Yesus dengan kegembiraan penuh. Kesenangan lama ditinggalkan saat pintu rumah dibuka lebar untuk Yesus memasuki-Nya. Itulah saat keselamatan yang cuma berawal dari tatap dan ajakan.

Sangat sering kita mencari Allah dan tampaknya kurang berhasil, kita gagal untuk menemukani Dia. Mengapa? Karena kita tidak membuka diri bagi Yesus untuk melihat kita. Kita kurang mengosongkan diri dan membuka lebar-lebar pintu rumah kita bagi Yesus. Padahal Yesus akan memanggil kita dengan nama kita masing-masing. Ia mengenal dan mencintai kita tapi kita juga harus membiarkan hal-hal yang menghalangi kita, PERGI dan PERGI. Cukup saja mengizinkan Yesus berada bersama kita. Dan percayalah Ia tak akan mengadili kita, bukan pula untuk merendahkan kita, tetapi daripada-Nya aka nada percikan/bunga api cinta ilahi akan menghangatkan kita, menampakan kepada kita keselamatan, suatu kegembiraan yang nyata. Amin…

Copyright © 17 Nopember 2008 by Paskalis Berkmans, SVD

Minggu, November 16, 2008

25. Mereka Memberitakan Yesus

Senin, 17 Nopember 2008
Lk 18, 35-43
Bagi si buta dalam Injil hari ini, hari pertemuannya dengan Yesus pasti menjadi satu hari yang berbeda dari hari lainnya. Entah sudah berapa dia duduk di sudut jalan di kota Yerikho, tak melihat apapun, tetapi merasakan banyak yang lewat, mungkin ada yang berbelaskasihan lalu memberinya sedekah, mungkin ada yang mencibir dan meludahinya, dan lain sebagainya.

Sesuatu yang lain dialaminya. Ada suasana lain terasa hari itu. Maka ia bertanya, "Ada apa?" dan dijawab bahwa Yesus akan lewat. Seiring dengan gaduhnya massa, iapun meminta, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku, berilah aku penglihatan." Dan episode pertemuan itu berakhir dengan penglihatannnya kembali, sebuah pengabulan akan doa sederhana tetapi mengena pada kebutuhannya.
Seperti si buta, keseharian kita boleh jadi juga membutuhkan suara dan penyampaian banyak orang yang memberitakan bahwa Yesus ada, Yesus sedang lewat. Itu mungkin sebuah berita biasa, seperti banyaknya berita yang menyinggahi kita seharian. Berita biasa ini akan menjadi luar biasa, kalau kita mengenal kebutuhan dasariah kita sendiri dan membangkitkan keinginan untuk menyampaikan sesuatu kepada Tuhan tentang hidup kita. Sabda Tuhan dan pewartaanNya adalah satu di antara banyak berita yang mampir di telinga kita. Dia akan menghasilkan buah, kalau kita sendiri seperti si buta, tergerak untuk berdoa, berkontak dengan Dia yang lewat.
Tuhan Yesus, seperti si buta di Yeriko, kami membutuhkan orang lain untuk memberitakan khabar tentang Engkau. Terimakasih kami untuk mereka yang menyampaikan khabar baik tentang Engkau dan semoga bersama mereka kamipun mampu mengundang Engkau terlibat dalam hidup dan masalah kami.
Amin.
Copyright © 17 Nopember 2008, by Ansel Meo SVD