Senin, Desember 22, 2008

63. "Kegembiraan Kepada Dunia" - "Kegembiraan Di Dalam Hati

Kamis, 24 Desember 2008
Vigili Natal
Bacaan: Yes 9:2-4.6-7; Titus 2: 11-14; Lk 2: 1-6

Akhirnya Natal itu hadir sekarang dan di sini. Selama empat Minggu kita setia dalam penantian sambil berdoa demi datangnya berkat-berkat Natal. Pada hari ini, ya pada malam ini, para malaikat membawa khabar baik tentang kegembiraan besar bagi seluruh umat: "Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus Tuhan di kota Daud." Kelahiran Kristus membawa kegembiraan besar dan damai bagi dunia, bagi seluruh umat manusia.

Natal telah mengumandangkan kegembiraan kepada kita, dan itu benar, tapi bagaimana kegembiraan itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidupku? Saya kira, itulah pertanyaan yang sangat penting saat ini untuk kita masing-masing. Sekalipun Allah telah memaklumkan kegembiraan kepada seluruh dunia, namun kita tahu, ada begitu banyak orang di antara kita di dunia ini yang tidak merasakan aliran rahmat kegembiraan itu, banyak dari antara kita yang belum tahu tentang bagaimana menimba kegembiraan itu dan menghayatinya sebagai bagian dari hidupnya sendiri.

Pertanyaan kita adalah "Bagaimana kegembiraan Natal itu menjadi kegembiraan kita sebagai pribadi? Memang lebih mudah untuk menjelaskan tapi sungguh berat untuk mempraktekkannya. Walaupun demikian saya ingin menjelaskan kegembiraan ini dengan meminjam kata JOY yang digunakan oleh masyarakat di negerinya Pangeran Charles.

JOY kata Bahasa Inggris yang berarti gembira. Ada tiga huruf yang membentuk kata JOY. Pertama, J, kemudian O dan terakhir Y. J berarti Jesus, O untuk Others dan Y untuk You. Dengan demikian JOY artinya YESUS, SESAMA, ANDA. Maka untuk sungguh-sungguh mengalami kegembiraan itu dalam hidup, pertama-tama kita perlu menempatkan Yesus di atas segala-galanya, lalu berusaha mempersilakan sesama sebelum anda mempersilakan dirimu sendiri. Inilah resep untuk Kegembiraan. Itulah pula caranya kita mengubah Kegembiraan Natal kepada dunia ke dalam suatu kegembiraan pribadi dalam hidup kita sekarang dan selalu.

Sebagaimana kita telah mendengarkan cerita Natal, kini saatnya untuk menaruh perhatian kepada interaksi yang terjadi di antara umat di lingkungan kita masing-masing. Apakah anda senantiasa berusaha mendahulukan Yesus dan sesama, atau, anda lebih tertarik pada upaya mendahulukan diri sendiri? Kita akan menemukan bahwa mereka yang mempraktekkan: mendahulukan Yesus, sesama, lalu diri sendiri adalah orang-orang yang sungguh-sungguh mengalami Damai dan Kegembiraan itu, ketimbang orang-orang yang lebih berminat untuk mendahulukan diri sendiri. Berikut ini ada beberapa contoh yang coba direfleksikan berdasarkan peristiwa dari Kitab Suci.

Di satu pihak, kita tahu bahwa cukup banyak warga Betlehem menolak Yosef dan Maria di tengah dinginnya malam, sementara mereka menikmati hangatnya malam di rumah mereka masing-masing. Di sana ada pula Herodes yang ingin mengamankan dirinya sebagai raja dengan mengeluarkan perintah untuk membunuh Yesus dan anak-anak lain yang tak berdosa. Orang-orang ini tidak pernah memperoleh pengalaman kegembiraan dari kabar baik.

Pada sisi yang lain, para gembala rela meninggalkan segala milik mereka, domba-dombanya, melewati semak-semak karena ingin menghormati Yesus. Ada pula tiga raja atau orang-orang bijak dari Timur yang meninggalkan keamanan hidup di tanah airnya dan rela melakukan suatu perjalanan panjang yang berbahaya menuju Yerusalem demi menyembah bayi Yesus yang baru lahir sekaligus mempersembahkan kado kepada-Nya. Mereka adalah orang-orang yang menerima kemurahan Allah, orang-orang yang mengalami dalam hatinya Damai dan Kegembiraan Sejati Natal.

Maka, hendaklah kita mengikuti contoh-contoh baik dari mereka dengan selalu menempatkan Yesus dan Sesama sebelum diri sendiri dan dengan ini kegembiraan Natal akan selalu bersama kita. Amin.

Copyright © 22 Desember 2008 by Paskalis Berkmans, SVD

62. Mensyukuri Dia yang Memberikan Arti Bagi Keberadaan Kita.

Kamis Pagi, 24 Desember 2008

Bacaan : Luk 1, 67-79

Membaca Injil hari ini, pikiran kita langsung diarahkan kepada Nyanyian Zakaria yang menjadi bagian integral dari Doa Offisi Gereja. Nyanyian yang biasa dibawakan pada setiap pagi ketika orang mendaraskan atau menyanyikan Ibadat Pagi Gereja.

Ketika kita membacanya, sebenarnya kita diajak juga mengajukan pertanyaan ini: mengapa Nyanyian Zakaria diangkat sebagai Nyanyian Gereja setiap pagi dalam ibadatnya? Adakah sesuatu yang fundamental diwartakan olehnya, sehingga tak pernah terlewatkan oleh Gereja dalam doa hariannya?

Salah satu penggalan Injil hari ini kita baca, “Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, [ ... ] Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, [ ... ] dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.”

Bagaimanakah Zakaria mengartikan peristiwa kehadiran Tuhan yang antisipasinya tengah dialaminya dalam kelahiran sang anak, Yohanes Pembaptis? Ketika menyampaikan pujian kepada AllahNya, Zakaria dipenuhi kekaguman terbesar dalam hidupnya. Ia memandang wajah anaknya seraya mengerti sepenuhnya bahwa Allah tengah memulai sesuatu yang baru dalam sejarah hidup manusia, sesuatu yang sangat berarti sehingga tanpaNya, hidup ini tak berarti sama sekali. Itulah yang disampaikannya dengan Sang Surya yang menyinari mereka yang diam dalam kegelapan.

Tetapi apakah seperti Zakaria, kita melihat aspek ini dalam hidup kita oleh kehadiran Tuhan? Yesus lahir untuk memberikan kita kesadaran baru ini, bahwa dengan Allah segala yang terjadi dalam hidup memiliki artinya.

Tuhan, anugerahkan aku mata dan hati untuk menyelami kehadiranMu yang menyelamatkan di setiap hari kehidupanku. Terpujilah Engkau ya Allah, karena mengunjungi kami umatMu dan terus menemani kami dalam ziarah hidup harian kami. Amin.

Copyright © 22 Desember 2008, by Anselm Meo, SVD

Minggu, Desember 21, 2008

61. Mengagumi Karya Tuhan dalam Pujian

Selasa, 23 Desembre 2008

Lukas 1, 57-66

Injil hari ini berkisah mengenai kelahiran Yohanes Pembaptis dan reaksi anggota keluarga dan juga orang-orang di sekitarnya. Kisah ini merupakan puncak dari lingkaran kisah kelahiran Yohanes Pembaptis yang dimulai dengan penampakan Allah kepada Zakaria di kenisah Yerusalem, pertemuan Elisabeth dengan Maria, kelahiran Yohanes Pembaptis yang di dalamnya juga ada lagu pujian Zakaria. Sejak peristiwa di kenisah Yerusalem, Zakaria menjadi bisu sehingga dia tidak bisa berkata-kata sama sekali.

Namun sejak saat itu, orang-orang di sekitar dan para anggota keluarganya mulai berbisik-bisik mengenai perisitiwa penuh rahasia yang terjadi di dalam keluarga imam dari kelompok Abia ini. Bisik-bisik itu semakin seru ketika Elisabet yang sudah tua itu melahirkan anak laki-laki dan Zakaria yang bisu itu kembali dapat berbicara. Maka lengkaplah kegemparan terhadap pasangan imam yang sudah uzur namun dikarunia anak. Peristiwa-peristiwa ini diliputi oleh berbagai hal ajaib sehingga memang anak yang dilahirkan itu membawa pratanda tertentu yang sampai saat itu belum diketahui secara persis. Makanya orang bertanya-tanya dan menyimpan semuanya dalam hati mereka masing-masing.

Menarik sekali bila kita merenungkan sikap yang ditunjukkan oleh anggota keluarga dan orang-orang di sekitar terhadap peristiwa ini. Zakaria yang bisu selama semua itu terjadi menjadi tanda bahwa dalam berurusan dengan penyelenggaraan ilahi mulutnya mesti dikatupkan untuk lebih banyak mendengarkan, merenungkan dan mendalami rencana Allah dalam dirinya, dalam diri anaknya. Masa bisunya Zakaria menjadi masa penuh rahmat baginya untuk melihat kembali sejarah keselamatan yang terjadi di tengah umat yang dilayaninya selama hidupnya. Dengan demikian sebagai pemimpin umat, jemaat , Zakaria mesti memberikan teladan dalam hal mendengarkan, merenungkan, mendalami karya Allah yang sedang terjadi di tengah umat.

Mesti muncul sikap kagum pada pihak Zakaria sehingga ketika semua hal yang dijanjian terpenuhi ia bisa mewartakan kemuliaan Allah. Hasil masa bisu suci itu muncul dalam bentuk madah pujian. Anggota keluarga dan orang-orang sekitar yang berbisik-bisik menunjukkan perhatian mereka pada peristiwa yang sedang terjadi di tengah mereka. Mereka bertanya-tanya dalam hati mengenai arti dari semuanya itu; sekali satu sikap mendengarkan, merenungkan dan mendalami peristiwa itu. Mereka hanya sampai di situ. Sedangkan Zakaria berlangkah lebih jauh: memadahkan hasil permenungannya, mewartakannya kepada orang lain. Dengan itu orang lain terbantu untuk mengakui karya agung Tuhan di tengah umat.

Tuhan, berilah aku kesanggupan untuk mendengarkan, merenungkan dan memadahkan karya agungMu di tengah umatMu. Amin

Copyright © 21 Desember 2008 by Paul Tolo SVD

60. Mensyukuri Sejarah Hidup

Senin, 22 Desembre 2008

Bacaan : Lukas 1, 46-55

Perikop injil hari ini sudah amat terkenal dengan nama “Magnificat Maria” atau “lagu pujian Maria”. Maria mengucapkan lagu pujian ini sebagai tanggapan atas pujian Elisabeth ketika keduanya bertemu di rumah Elisabeth. Elisabeth memuji Maria karena ia telah percaya kepada Sabda Tuhan. Sebagai balasannya Maria mengucapkan lagu pujian atas karya Allah dalam dirinya. Menarik sekali bahwa lagu pujian Maria itu berisikan sejarah bangsa Israel. Dengan itu Maria melihat dirinya sebagai bagian utuh dari bangsanya. Ia bukanlah bagian terpisah, yang berdiri sendiri. Apa yang terjadi atas bangsanya mempunyai pengaruh besar atas dirinya. Dan apa yang terjadi atas dirinya meneguhkan apa yang telah terjadi dalam bangsanya. Dengan demikian terlihatlah hubungan timbal balik yang begitu erat antara sejarah pribadi Maria dan sejarah bangsa Israel. Riwayat hidup (sejarah) masing-masing orang menjadi riwayat hidup (sejarah bangsa) dan sebaliknya juga. Apa yang terjadi pada diri Maria saat ini mengingatkan kembali akan apa yang terjadi pada masa dahulu kala dan pada masa yang akan datang. Dengan demikian riwayat hidup pribadi Maria menjadi membuktikan bahwa riwayat itu ada dalam penyelenggaraan Ilahi.

Riwayat hidup setiap orang dalam satu kelompok bangsa, umat, turut membentuk riwayat hidup dari kelompok dan umat itu. Itu terjadi kalau orang tetap merasa diri sebagai satu bagian utuh dari kelompok atau umat tersebut. Tanpa kesadaran ini orang akan merasa bahwa dirinya tidak memiliki hubungan timbal balik dengan bangsa, kelompok atau umat dimana dia menjadi bagian utuh. Ini yang orang sebut tercabut dari akar pengalaman, akar sejarah. Bila orang orang tersebut tidak ikut ambil bagian dalam seluruh pengalaman bangsa maka ia menjadi miskin dalam kekayaan pengalaman kelompok bangsa dan umat. Akibat lebih lanjut dia tidak mampu mensyukuri semua pengalaman pahit dan manis dari bangsanya, umatnya. Patut disayangkan kalau hal ini terjadi.

Maria menjadi contoh dalam mensyukuri sejarah hidup pribadi yang terajut sebegitu erat dan rapih dengan sejarah bangsa Israel. Dengan itu keyakinan pribadinya akan Allah yang setia pada janjiNya semakin kuat. Iman Maria adalah hasil dari iman bangsa dan sekaligus iman Mari memperkaya iman bangsanya sendiri. Setiap kita dapat melagukan syair pujian dan syukur serupa seperti Maria dalam setiap penggelan hidup kita entah manis maupun pahit.

Tuhan, Engkau hadir dalam sejarah hidupku dan sejarah hidup umatMu. Sadarkanlah aku selalu akan kehadiranMu ini.

Copyright © 21 Desember 2008 by Paul Tolo SVD