Selasa, Agustus 11, 2009

255. Kewajiban untuk Mengoreksi Saudara yang Bersalah

Rabu, 12 Agustus 2009

Bacaan : Mt 18, 15-20

Apakah kita harus mengkoreksi secara tulus saudara yang bersalah kepada kita? Pertanyaan ini bisa dijawab dari sudut pandangan yang berbeda-beda. Bagi mereka yang mengemban tugas sebagai pendidik, formator dan pembimbing, tugas mengoreksi adalah satu tugas yang melekat erat dalam panggilan pelayanan mereka. Bagi kita yang lain, tugas ini sebetulnya juga adalah tugas yang mesti diemban oleh setiap orang yang mengakui dirinya penganut Kristus. Mengapa? Karena hukum cinta kasih yang ditinggalkan oleh sang Guru buat kita para pengikutNya sesungguhnya mewajibkan kita untuk mengoreksi sesama kita.

Inilah pesan utama yang kita renungkan dalam Bacaan Injil hari ini. Yesus meminta para muridNya dan kita semua untuk memberikan koreksi persaudaraan yang benar dan tulus kepada saudara yang bersalah. Bahkan keharusan untuk menegor seorang saudara yang bersalah demi menobatkan dia, dihubungkan juga dengan kegembiraan karena melepaskan sebuah beban atau ikatan yang bisa menghalanginya untuk masuk ke Sorga.

Demikian kata Yesus, "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai." Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga."

Sebagai anggota Gereja, kita semua menerima tugas untuk memberitakan tentang Kebenaran yang dinyatakan kepada kita dalam Kristus. Dalam melaksanakan tugas itu, kita secara terus-menerus menemukan kelemahan dan kesalahan yang merupakan bagian integral dari kenyataan kemanusiaan kita. Dalam kerangka berpikir seperti ini, kita sebetulnya bisa dengan mudah mengerti mengapa Yesus mewajibkan kita memberikan koreksi persaudaraan. Kalau kita bisa memberikan pujian yang tulus atas keberhasilannya, maka adalah juga penting demi cinta yang sama, kita ada untuk dia memberikan koreksi atas kesalahannya. Hanya dengan demikian hukum cintakasih yang benar bisa kita hidupkan dalam cara hidup kita sebagai murid Kristus.

Kenapa mesti demikian? Jawabannya bisa kita temukan dalam hidup dan misi Yesus sendiri. Ia meminta semua muridNya untuk mengampuni. Dan kita tahu bahwa kesediaan untuk memberikan koreksi yang tulus berkaitan erat dengan pengampunan. Dan kemampuan untuk mengampuni seseorang amat berhubungan juga dengan komitmen untuk mengikis akar kebencian, dendam dan kejahatan yang ada dalam hati manusia.

Tuhan Yesus, Engkau telah menjadi manusia sama seperti kami. Engkau menerima penderitaan, salib dan kematian demi memberikan kami semua jaminan pengampunan Bapa Sorgawi. Kiranya dengan rahmatMu pula kami dimampukan untuk mengikis akar kejahatan dalam diri kami dan dibantu untuk mampu mengoreksi orang yang bersalah kepada kami. Amin.

Copyright © 11 Agustus 2009, by Ansel Meo SVD

254. Menjadi Serupa dengan Yesus

Selasa, 11 Agustus 2009

Pesta Santa Klara

Bacaan : Mt 18, 1-5.10.12-14

Yesus dalam Injil hari ini menyelesaikan pelayananNya di Galilea dan sedang bersiap-siap berjalan menuju Yerusalem, tempat di mana Ia akan menderita dan wafat. Injil melukiskan bahwa " pada saat itu para muridNya mendekati Dia." Tetapi ketika mereka mengajukan pertanyaan kepadaNya, kita bukannya mendapat kesan bahwa mereka dekat dengan Yesus, malah sebaliknya mereka sesungguhnya tengah menjauhi Yesus. Dalam teks paralel injil Markus 9, 33 dst dijelaskan episode yang sama dengan kata-kata ini: Yesus baru saja menyampaikan perihal penderitaanNya dan para murid bukannya menunjukkan bahwa mereka peduli dengan apa yang Dia katakan, mereka malahan mendiskusikan di antara mereka tentang siapa yang terbesar di antara mereka. Kita menyaksikan di sini betapa bedanya hal yang yang menjadi perhatian antara sang Guru dengan yang diperhatikan oleh para muridNya.

Kalau kita memandang sikap kita dewasa ini, hal yang sama ini juga sedang kita ulangi. Kita sering sekali melupakan Injil dan pesan-pesannya, karena kita sibuk dengan kecemasan tentang diri kita sendiri, kita mengutamakan kepentingan kita sendiri. Apa yang dikatakan Yesus sebagai jawaban atas sikap para muridNya dan kita?

Yesus tidak menjelaskannya dengan perkataan lagi. Dia menempatkan seorang anak kecil di tengah-tengah mereka. Dan menunjuk pada anak kecil itu, Dia mengatakan, "Jika kamu tak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tak akan memasuki Kerajaan Allah." Dengan kata-kata inilah Yesus sesungguhnya memulai pengajaranNya tentang hidup persaudaraan Kristiani dengan sebuah penegasan yang nampak sangat kecil dan sederhana, bahwa seorang murid Yesus adalah seperti seorang anak kecil atau seorang putra, dan bahwa mereka senantiasa tinggal dan bertindak sebagai anak. Yesus dalam perkataanNya hari ini tidak mengatakan bahwa seorang anak harus bertumbuh dan menjadi orang dewasa. Tapi yang mau ditekankan di sini bahwa dalam kerajaan Allah yang selalu akan ada adalah anak-anak Allah. Dan Yesus menambahkan bahwa yang terbesar adalah anak-anak. Jadi siapa yang menerima anak-anak itu sebagai muridNya, mereka sesungguhnya sedang menerima Dia sendiri.

Apakah yang sesungguhnya sedang Yesus katakan di sini untuk kita dewasa ini? Secara singkat kita bisa mengatakan bahwa Yesus sedang mengundang kita untuk menjadi serupa dengan Dia sendiri. Ia sedang mengundang kita untuk memiliki hati yang selalu siap menerima yang lain. Yesus sedang meminta kita untuk menjadi murah hati seperti diriNya sendiri. Kita mesti menerima setiap muridNya seperti DiriNya sendiri. Sebuah undangan yang sebetulnya menegaskan bahwa semua murid Yesus dan siapapun yang dipanggil untuk menjadi muridNya adalah orang yang bermartabat tinggi, seorang anak Allah, anak-anak KerajaanNya yang sama-sama dicintai oleh Allah dan oleh Yesus sendiri.

Yesus mengundang kita semua untuk terlibat dalam hidup komunitas murid yang dibangun atas dasar kasihNya yang abadi. Bahwa hidup komunitas yang demikian ada dalam hatiNya dan siapapun yang menyebabkan skandal dalam kehidupan para muridNya, akan ditindak dengan tegas. Terlihat di sini betapa cinta yang teramat besar antara Yesus dengan kehidupan komunitas muridNya. Yesus menghendaki hidup komunitasNya, hidup anak-anak Kerajaan BapaNya. Dan untuk hidup mereka inilah, hidupNya sendiripun Dia relakan. Dia mau mati demi menyelamatkan hidup anak-anak BapaNya yang di Sorga.

Persis inilah jalan kemuridan yang Dia kehendaki agar kita menapakinya.

Tuhan, kami Kaupanggil untuk menjadi serupa dengan Dikau. Dan jalan yang mesti kami tapaki adalah menjadi seperti seorang anak kecil. Kiranya hidup dan perjuangan kami hari ini diwarnai juga oleh kerinduan untuk menjadi serupa dengan Dikau. Amin.

Copyright © 11 Agustus 2009, by Ansel Meo SVD