Sabtu, Agustus 29, 2009

269. Mengkritisi praktek keagamaan kita

Minggu, 30 Agustus 2009 Minggu Biasa XXII, Tahun B Bacaan: Markus 7, 1-8.14-15.21-23
Setelah merenungkan misteri ekaristi: roti hidup selama lima minggu berturu-turut, kali ini kita diajak oleh Gereja Semesta untuk merenungkan praktek keagamaan kita. Titik tolak dari permenungan kita adalah kritik Yesus atas praktek hidup keagamaan yang dijalankan oleh para ahli taurat dan orang Farisi di jaman Yesus. Awal mula dari kritik Yesus adalah reaksi atas penilaian yang dibuat oleh orang farisi dan ahli taurat terhadap hidup keagamaan para murid Yesus. Cara hidup Yesus tidak dikritik. Karena Yesus tidak melarang para murid melakukan apa yang tidak sesuai dengan praktek umum yang dilakukan maka secara tidak langsung Yesus dipersalahkan. Yesus dinilai oleh orang farisi dan ahli taurat terlalu permissif, terlalu longgar terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh para muridnya. Terhadap penilaian itu Yesus menyentuh aspek terdalam dari praktek hidup keagamaan yaitu soal hati. Hati menjadi pusat darinya orang bisa menjadikan dirinya dan perilakunya baik atau buruk. Maksud hati ini begitu penting dalam pandangan Yesus karena hal itu membuat manusia bisa bertemu dengan Tuhan yang menjadi asal dan sumber kebenaran. Segala aturan dan hukum dan ibadah dimaksudkan untuk memudahkan orang menemukan Tuhan. Itulah aspek terdalam dari semua praktek keagamaan. Jadi orang melakukan ibadah apapun mestinya hanya dengan tujuan merasakan kehadiran Allah sebagai Tuhan yang penuh kasih, pengampun dan damai sejahtera. Dengan itu orang yang mengalami kehadiran Allah dapat memiliki hidup yang damai, penuh kasih dan pengampunan kepada semua orang yang di sekitarnya. Makanya kemurnian hidup seseorang tidak ditentukan oleh apa yang ia makan atau minum atau sesuatu yang kenakan dari luar. Ia ditentukan oleh maksud hatinya yang menjadi pusat dari seluruh gerak hidupnya. Maksud hati yang sesuai dengan kehendak Allah yaitu damai sejahtera, keadilan dan kebenaran, murah hati dan belaskasihan menentukan nilai dari manusia. Kita berdoa agar Tuhan mengaruniakan hati yang demikian sehingga kita semakin mudah memberikan kesaksian akan Allah dalam dunia ini. Tuhan, berilah aku hati yang murni sehingga hidupku semakin sesuai dengan kehendak Allah. Amin.
Copyright © 29 Agustus 2009, by Paulus Tolo SVD

268. Tugas kenabian setiap orang Kristen

Sabtu, 29 Agustus 2009 Peringatan Kemartiran St. Yohanes Pembaptis Bacaan: Markus 6, 17 - 29
Hari gereje memperingati kemartiran Yohanes Pembaptis. Dia dianggap sebagai nabi terakhir dalam barisan para nabi Israel yang mempersiapkan Israel untuk menyongsong kedatangan Mesias. Keutamaan para nabi Israel adalah membela keadilan dan kebenaran dan menyiapkan orang untuk hidup menurut keadilan dan kebenaran tersebut. Karena tugas mulia inilah maka para nabi seringkali menghadapi bahaya kematian. Tugas ini menantang para nabi untuk menyuarakan hal itu melawan siapa saja yang bertindak melawan kebenaran dan keadilan yang Allah telah tunjukan. Sebab musebab kematian Yohanes Pembaptis adalah keberaniannya menyuarakan kebenaran dalam hubungan perkawinan. Yohanes mencela Herodes yang menikahi isteri dari saudaranya-sendiri. Kata-katanya keras: "tidak hal engkau mengambil isteri saudaramu" menyulut kemarahan Herodias dan juga membuat tidak tenang hati Herodes. Dengan itu mulailah kebencian terhadap Yohanes Pembaptis yang pada puncaknya adalah kematian. Dalam merayakan tahun imamat, semua orang kristen dipanggil untuk menjadi nabi yang menyuarakan kebenaran dan keadilan. Tugas menjadi nabi ini amat penting untuk kita pada saat sekarang ini. Segala bidang kehidupan kita menjadi medan untuk menjalankan tugas kenabian ini. Memang dibutuhkan keberanian menyuarakan hal itu. Umumnya praktek hidup yang melawan kebenaran dan keadilan dibuat oleh orang-orang yang berkuasa entah karena status hidup atau karena memiliki banyak harta benda. Dengan demikian para nabi masa kini berhadapan dengan orang-orang yang bisa menggunakan apa saja untuk melenyapkan orang yang berani melawan mereka. Oleh karena itu pada peringatan St. Yohanes Pembaptis ini kita memohon agar Tuhan memberikan kekuatan batin dan keberanian bibir untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan di tengah masyarakat, komunitas. Tuhan, semoga Roh Kenabian yang ada dalam diri St. Yohanes Pembaptis merasuki kami juga dalam hidup kami setiap hari sehingga kebenaran dan keadilan bersemi dalam masyarakat dan komunitas kami. Amin
Copyright © 29 Agustus 2009, by Paulus Tolo SVD

Jumat, Agustus 28, 2009

267. Kasih Yang Mengubah Hidup Seseorang

Jumat, 28 Agustus 2009 Peringatan St. Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja
Bacaan: Yohanes 15, 9 - 17
Gereja hari ini memperingati St. Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja. St. Agustinus adalah anak dari St. Monika yang peringatannya dirayakan gereja pada hari kemarin. Gereja menghormati kedua santo ini pada hari yang berurutan untuk menampilkan betapa keduanya memiliki hubungan yang amat erat. Bukan saja dipandang dari segi hubungan darah tapi lebih dalam hubungan spiritual. Santu Agustinus menjalani cara hidup yang buruk sehingga membuat ibunya St. Monika sedih. Ibunya berusaha mengarahkan Agustinus ke jalan yang benar. Pada akhirnya Agustinus bertobat dan dibaptis di Milano oleh St. Ambrosius. Sebagai seorang Uskup, Agustinus menulis banyak hal. Buah permenungannya berasal dari pengalaman hidupnya sendiri yang dilihat sebagai perjalanan mencari kebenaran dan kedamaiaan kekal. Ia menemukannya dalam Allah yang adalah kasih. Kasih Allah inilah yang menjadi dasar seluruh hidup barunya. Oleh karena itu Gereja memilih teks injil Yohanes untuk menggambarkan perjalanan hidup St. Agustinus. "Bukan kamu yang memilih Aku, melainkan Akulah yang memilih kamu agar kamu pergi dan menghasilkan buah dan agar buahmu tetap". Kata-kata Yesus ini memang tepat menggambarkan perjalanan hidup Agustinus. Allahlah yang memilih setiap orang untuk menjadi sarana menyebarkan dan memberikan kesaksian mengenai kasih Allah kepada manusia. Agustinus telah menerima kasih Allah dengan cuma-cuma. Ia mendapat panggilan dari Allah. Walaupun dari sudut pandangan manusia, Agustinus tidak layak; namun di pihak Allah tidak ada yang mustahil memilih yang tidak layak di mata manusia itu untuk menyebarkan kasih Allah. Kiranya hidup dan karya St. Agustinus menjadi inspirasi yang terus menerus meneguhkan panggilan setiap orang kristen dalam status hidup apapun. Tuhan, jadikanlah kami alat-alat kasihMu karena kami telah menerima banyak kasihMu hingga hari ini. Amin
Copyright © 28 Agustus 2009, by Paulus Tolo SVD

Rabu, Agustus 26, 2009

266. Bukan Sekadar Menanti Tanpa Tanggung Jawab

Kamis, 27 Agustus 2009
Santa Monika

Bacaan : Mt 24, 42-51

Sebuah aspek penting yang ditunjuk dalam pewartaan Sabda Tuhan hari ini ialah kenyataan bahwa setiap orang diserahkan suatu tanggung jawab bukan untuk dirinya sendiri tetapi selalu ditempatkan dalam hubungan dengan perannya mengembangkan komunitas di mana dia berada. Jadi setiap orang memiliki suatu tugas dan misi untuk dipenuhi. Misi itu bukan untuk diberi dengan tujuan untuk mempromosikan diri tetapi terutama untuk membuat komunitas menjadi lebih baik.

Injil memaparkan kepada kita tentang kisah hamba yang setia dan bijaksana yang didapati tuannya sedang menjalankan tugasnya. "Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya."

Sabda Yesus ini merangkum ajaranNya tentang perlunya berjaga sambil berbuat baik dan menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab. Menanti menurut Yesus bukanlah sekedar menanti sampai waktu berjaga selesai. Tidak ada tempat untuk sikap santai apalagi untuk berbuat seolah-olah ia adalah seorang tuan yang memperlakukan seenaknya rekan-rekan sekerja. Menanti sambil berjaga dihubungkan Yesus dengan soal tanggung jawab kepada saudara-saudari yang lain serta rumah yang dipercayakan kepada mereka.

Yesus memang memberikan sebuah penekanan yang sangat penting tentang bagaimana seharusnya menanti sambil berjaga dalam semangat Injil. Ia meminta para muridnya menanti secara bertanggung jawab sesuai napas Injili yang diwartakanNya. Bahwa kita sebagai murid Yesus hendaknya setia menanti sambil waspada dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diserahkan Tuhan untuk kita jalankan. Penantian sambil berjaga seperti ini seharusnya menjadi sumber kegembiraan hati seorang murid, menjadi momen dan kesempatan untuk mewujudkan jati dirinya. Itulah sebabnya Yesus mengatakan, "Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang."

Penantian yang demikian memang tidaklah mudah. Menanti sambil menunaikan tanggung jawab seringkali dikalahkan oleh egoisme, kebanggaan diri yang semu, dan keinginan untuk menghukum orang lain yang tak disukai. Ini mesti dihindari, karena kata Yesus, hal ini akan membuat kita dihukum oleh Allah. Santa Monika yang peringatannya kita rayakan hari ini menanti pertobatan sang anak Agustinus dengan mengisinya dalam doa yang setia, hingga sang putra bertobat. Ia menanti dengan tanggung jawab keibuannya dan itulah yang menjadikan dia seorang teladan bagi kita semua.

Tuhan, kiranya kami menanti sambil berjaga secara bertanggung jawab. Kiranya seperti santa Monika, kami semua boleh setia menjalankan tugas dan tanggung jawab kami hingga kami bertemu dengan Dikau, Tuhan dan Allah kami. Amin.
Copyright © 27 Agustus 2009, by Ansel Meo SVD

265. Agar Kita Lebih Menilai Diri Kita dengan Sabda Tuhan

Rabu, 26 Agustus 2009
Bacaan : Mt 23, 27-32

Bacaan Injil hari ini masih menampilkan tentang kecaman Yesus kepada kaum Farisi dan ahli Taurat yang sesungguhnya dikategorikan sebagai orang orang yang sangat taat beribadah. Kita tentu bertanya mengapa Yesus terus mengecam mereka? Injil hari ini mengatakan bahwa Yesus mengecam mereka bukan karena mereka termasuk kelompok khusus ini, tetapi terutama karena mereka begitu tekun memperhatikan berbagai aturan luar agar terlihat saleh, tetapi tak memperhatikan kualitas kerohanian mereka sendiri. Kemunafikan itu menyebalkan Yesus.

Demikian kita dengar dalam Injil hari ini, "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan. "

Kecaman Yesus yang sebenarnya mengingatkan kita juga dewasa ini, baik sebagai orang yang taat beragama maupun orang biasa saja. Saya katakan demikian karena pada kita kemungkinan untuk mengulang kesalahan dan kebiasaan orang Farisi bisa sangat besar. Pada kita Tuhan memberikan selalu SabdaNya baik yang terbaca dalam Kitab Suci maupun yang muncul dalam berbagai sarana seperti media masa, dll. Sabda itu seperti halnya Taurat berisi Sabda yang menghidupkan, undangan kepada perbaikan kualitas hidup. Sabda Tuhan sesungguhnya tak mengharuskan kita untuk terlihat saleh, tetapi mengubah kita dari dalam, membaharui kita dan menjadikan kita manusia yang baru.

Jadi ajakan dalam Sabda Tuhan hari ini meminta kita untuk melihat diri sendiri, agar kita mudah menilai diri kita sendiri dengan ukuran Sabda Tuhan yang kita baca dan kita renungkan, bukannya menjadikan Sabda Tuhan sebagai alat untuk mempersalahkan orang lain dan cara hidup mereka.

Tuhan Yesus, semoga kami mengimani sabdaMu dalam hidup kami dan menjadikannya alat ukur untuk menilai diri kami dan bukannya untuk menilai dan mempersalahkan orang lain. Amin

Copyright © 26 Agustus 2009, by Ansel Meo SVD

Senin, Agustus 24, 2009

264. Agar Tidak Melupakan Belaskasihan Allah

Selasa, 25 Agustus 2009

Bacaan : Mt. 23, 23-26

Perikope Injil hari mengajak kita bertemu dengan Yesus yang sedang mengecam para ahli Taurat dan orang Farisi oleh karena sikap dan prinsip mereka yang bertentangan dengan peran yang mereka emban. Semua orang tahu bahwa kelompok yang disebut Yesus ini adalah orang -orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Yahudi masa itu. Mereka adalah para penuntun dan pemimpin spiritual bangsa itu. Mereka mengajarkan orang banyak tentang tuntunan kepada kehidupan baik dalam kehidupan keagamaan maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Namun satu hal yang mereka abaikan ialah soal belaskasihan. Dan persis inilah yang dikritik Yesus.

Yesus berkata, "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. "

Mengapa belaskasihan itu jauh lebih penting dari pada pelaksanaan tradisi keagamaan? Yesus sesungguhnya kecewa dengan sikap mereka yang dianggap sebagai pemimpin agama Yahudi, orang yang bertugas untuk menggembalakan umat pilihan Allah BapaNya. Mereka terlalu sibuk dengan berbagai aturan kecil dan penjelasannya. Mereka menciptakan berbagai larangan dan perintah, hanya supaya orang kelihatan baik dan kudus secara jasmaniah, tetapi apa yang terpenting yakni jiwa peraturan itu yang mencerminkan belaskasihan dan kasih Allah dilupakan.

Ini sebuah tantangan yang ditujukan buat kita semua yang menamakan diri kita sebagai penuntun, pejabat, pendidik. Jangan sampai dalam berbagai langkah laku kita, kita melupakan jiwa dari segala peraturan dan hukum yakni keadilan, belaskasihan dan kesetiaan. Peraturan yang kita jaga untuk dijalankan tetaplah perlu, tetapi ia harus ditempatkan dalam bingkai keadilan dan belaskasihan yang bertujuan demi kebaikan bersama dan keselamatan manusia.

Tapi agar kita tidak melupakan hal prinsipiil di atas, kita perlu tetap rendah hati dan memohon Tuhan untuk menuntun kita kepada keselamatan dan kehidupan. Ia yang adalah Tuhan yang berbelaskasih, yang adil dan setia, kiranya menuntun kita kepada pelaksanaan hukum dan peraturan yang dijiwai oleh belaskasih, adil dan setia. Amin.

Copyright © 24 Agustus 2009, by Ansel Meo SVD

Minggu, Agustus 23, 2009

263. Natanael MelihatNya

Senin, 24 Agustus 2009
Pesta St. Bartolomeus, Rasul

Bacaan : Yoh. 1, 45-51

Membaca penggalan Injil Yohanes pada pesta St. Bartolomeus Rasul hari ini, kita sebenarnya bisa merasakan kemarahan di hati Filipus. Betapa tidak? Ketika menyatakan bahwa dia telah melihat Yesus orang Nasareth, kebanggaannya disepelekan oleh Natanael atau Bartolomeus yang pestanya kita rayakan hari ini. Injil melukiskan episode itu demikian, "Filipus bertemu dengan Natanael dan berkata kepadanya: "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret." Kata Natanael kepadanya: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Kata Filipus kepadanya: "Mari dan lihatlah!"

Bagaimana reaksi Filipus? Ternyata bukannya marah atau tersinggung, tetapi ia mengajak Natanael, "Mari dan lihatlah!" Filipus menghantar Natanael kepada Yesus yang adalah Juru Selamat Dunia. Dan setelah melihat Yesus, iapun percaya kepada Yesus. Mengapa ia berubah? Mengapa ia menjadi percaya padahal ia sebelumnya meremehkan pernyataan Filipus tentang Yesus?

Bertolomeus menjadi percaya karena ia memiliki hati yang baik, karena ia pada dasarnya orang baik. Dan orang baik, orang yang berbudi dan berhati baik, ketika melihat sesuatu, pada umumnya akan menilainya dengan cermat, dan bertindak baik juga untuk menanggapinya. Natanael mungkin menyepelekan asal Yesus tetapi ketika ia bertemu dengan tokoh ini, ia tak tinggal diam, ia tidak bersikukuh dengan pendapatnya. Ia melihat secara mendalam, ia menilai secara obyektif dan yakin bahwa dalam diri Yesus ada sesuatu yang istimewa yang ditawarkan kepadanya. Itulah sebabnya ia menjadi percaya dan bukan cuma itu iapun merelakan dirinya menjadi murid Yesus dan setia mengikuti Dia.

Pesta tokoh seperti Natanael hari ini mengajak kita untuk melihat Tuhan dan karyaNya secara bijaksana, secara mendalam. Kita diajak untuk tidak cepat meremehkan segala sesuatu yang disampaikan kepada kita. Dan lebih dari itu, kita juga diajak untuk melihat dan menilai segala sesuatu bukan hanya berdasar apa yang terlihat, apa yang terbaca dan diketahui, tetapi bahwa di dalamnya ada benih rahmat Tuhan yang berkarya secara tersembunyi dan luar biasa.

Tuhan Yesus, Rasul Bartolomeus yang pestanya kami rayakan hari ini melihatMu dan percaya. Ia mengatasi kebiasaannya meremehkan segala sesuatu. Ia membuka diri bagi rahmat yang berasal daripadaMu. Semoga kami mampu melihat Engkau dalam segala sesuatu yang baik dan berharga di dunia ini. Amin.

Copyright © 23 Agustus 2009, by Ansel Meo SVD