Sabtu, Januari 24, 2009

94. Percayalah, Allah ada di sini!

Minggu, 25 Januari 2009
Minggu Biasa ke III

Bacaan : Mk 1: 14-22

Pasti ada reaksi yang muncul ketika melihat Yesus tetap saja tampil di depan umum, padahal Yohanes baru saja ditangkap oleh penguasa yang merasa terganggu oleh kehadiran figur seperti nabi. Bila kita membaca Injil pada hari Minggu ini barangkali kita heran kenapa Yesus tetap saja nekad brbuat demikian.

Markus melukiskan peristiwa itu demikian, Sesudah Yohanes ditangkap datanglah Yesus ke Galilea memberitakan Injil Allah, kata-Nya: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!"

Markus berkisah tentang pewartaan pertama Yesus kepada publik bahwa saatnya sudah tiba, inilah momentum keselamatan, bahwa Allah ada di sini, Allah tengah berkarya di sini, tanpa peduli anda sedang buat apa, tanpa peduli apakah anda mau menerima Dia atau tidak. Menilik pewartaan ini, kita sebenarnya bisa langsung paham bahwa Yesus tidak sedang mengajarkan sebuah sistim keagaamaan yang rumit. Yesus tidak sedang meletakan berbagai aturan untuk diikuti orang yang mendengarNya, tetapi yang Ia wartakan adalah sebuah kenyataan atau FAKTA yang tengah berlangsung, yakni bahwa ALLAH ADA DI SINI, ALLAH SEDANG BERKARYA DI ANTARA MANUSIA.

Dengan mewartakan fakta atau kenyataan seperti itu, Yesus mengajak pendengarNya untuk memberikan jawaban langsung, di tempat kerja mereka, di lingkungan mereka dan pada saat itu juga, hal mana diwakili oleh jawaban ke empat murid yang mendengar kata - kata panggilanNya seraya mengikuti Dia.

Permenungan Injil hari Minggu ini memang seyogyanya menghantar kita kepada sebuah kesadaran penting dan fundamental ini, bahwa Allah memang ada di sini. Allah sedang berkarya di manapun kita berkarya seraya memberikan kesempatan kepadaNya untuk memperdengarkan undanganNya. Tak perlu tunggu kita menjadi santo atau santa untuk mendengarkan undagan Allah. Karena undangannya adalah undangan kepada kehidupan, undangan untuk membuat relasi dan hubungan baik dengan orang lain, undangan untuk membangun jaringan kerjasama untuk suatu dunia yang lebih baik, sebab kata Yesus, "Marilah, kamu akan kujadikan penjala manusia."

Allah ada di sini, percayalah itu, demikian undangan Yesus. Tak peduli anda rajin beribadat atau tidak, tak peduli kualitas hidup moral anda baik atau tidak, tak peduli anda seorang yang berhasil dalam hidup atau tidak. Ia mewartakan bahwa Allah di sini. Allah terlibat dalam hidupmu. Maka tanggapilah segera. Beradalah bersamaNya dan biarkan Allah berkarya bersamamu dalam karyamu di manapun.

Tuhan Yesus, Engkau mewartaka dengan Sabda dan dengan hidupMu sendiri bahwa Allah ada di sini. Ia sedang berkarya bersamaku juga. Kiranya sayapun menanggapiNya dengan syukur. Amin.
Copyright © 24 Januari 2009 by Ansel Meo SVD

Kamis, Januari 22, 2009

93. Keterlaluan?

Sabtu, 24 Januari 2009

Bacaan : Mk 3, 20-21
Lanjutan Injil Markus yang kita baca hari ini mengisahkan kembalinya Yesus ke Kapernaum. Seperti biasa melihat kepulanganNya semua orang datang dan mengerumuni Dia.

Markus dengan sangat singkat mengabarkan demikian, “Kemudian Yesus masuk ke sebuah rumah. Maka datanglah orang banyak berkerumun pula, sehingga makanpun mereka tidak dapat. Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka Ia tidak waras lagi.”

Tetapi siapakah mereka yang selalu mengitari Yesus, yang bahkan membuat Yesus pun tak sempat makan? Siapakah mereka ini yang baginya Yesus mempertaruhkan reputasiNya bahkan hingga Dia dianggap tak waras oleh keluargaNya?

Bagi Yesus mereka adalah orang yang menggerakkan hatiNya sehingga Ia berbelaskasihan kepada mereka. Mereka inilah yang baginya Ia datang. Mereka membutuhkanNya. Tetapi bagi keluarga Yesus, mereka justru dianggap sebaliknya. Mereka adalah orang-orang yang tak memberikan damai dan kesempatan istirahat serta makan bagi Yesus. Mereka adalah orang yang merusakan reputasi Yesus.

Di sinilah muncul konflik itu. Sebuah konflik kepentingan bagi kalangan keluarga Yesus. Mereka bisa mengusir orang banyak itu. Tetapi soalnya, jika mereka diusir, kepada siapakah mereka harus pergi? Inilah yang membuat keluargaNya menilai, “Akh, ini keterlaluan. Ini harus dihentikan!” Lebih buruk dan parah lagi, mereka menilai Yesus sudah tidak waras lagi.

Sebuah panorama yang kiranya biasa dan masih bisa kita temui dewasa ini. Khususnya berhadapan dengan orang yang memiliki simpati dan perhatian yang luar biasa kepada penderitaan di sekitarnya. Bukan tak mungkin, apa yang dialami Yesus dari pihak keluarganya, juga dirasakan oleh mereka ini. Bila terjadi konflik kepentingan biasanya tak jarang menganggap orang - orang ini sebagai tak waras, harus disingkirkan., persis bagaimana Yesus dipandang.
Tetapi cara Yesus menanggapi mereka, kiranya menjadi kekuatan kita dalam menghadapi tantangan seperti itu. Bukankah juga kepada orangtuaNya sendiri Dia pernah berkata, “Aku harus peduli dengan urusan BapaKu”? Itulah komitmenNya. Kesetiaan yang tak pernah luntur biarpun oleh banyaknya kritik yang dialamat kepadaNya.

Tuhan Yesus, Engkau berbuat baik tetapi banyak juga orang yang menilai sebagai keterlaluan. Kiranya semangatMu menguatkan komitmen kami dalam berbagai karya yang baik yang kami jalankan. Kiranya kritik tak membuat kami mundur, hingga urusan Bapa Sorgawi menjadi juga keprihatinan kami. Amin.

Copyright © 22 Januari 2009 by Ansel Meo SVD

92. Dipanggil dengan Nama dan Sejarah Kehidupan

Jumat, 23 Januari 2009

Bacaan : Mk 3, 13-19

Kita sebenarnya sedang memasuki suatu tahapan baru dalam kehidupan komunitas Yesus bersama para muridNya. Injil hari ini menggambarkan bahwa Yesus dikelilingi oleh dua belas orang murid, yang dipanggilnya dengan nama mereka masing-masing.

Markus melukiskannya demikian, "Kemudian naiklah Yesus ke atas bukit. Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya dan merekapun datang kepada-Nya. Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil dan diberi-Nya kuasa untuk mengusir setan. Kedua belas orang yang ditetapkan-Nya itu ialah: Simon, yang diberi-Nya nama Petrus, Yakobus anak Zebedeus, dan Yohanes saudara Yakobus, yang keduanya diberi-Nya nama Boanerges, yang berarti anak-anak guruh, selanjutnya Andreas, Filipus, Bartolomeus, Matius, Tomas, Yakobus anak Alfeus, Tadeus, Simon orang Zelot, dan Yudas Iskariot, yang mengkhianati Dia."

Adakah aspek khusus yang masih bisa kita tonjolkan bagi kehidupan modern manusia dewasa ini berhadapan dengan panggilan kemuridan Yesus? Pasti ada. Dan untuk kita hari ini, saya melihat aspek kekeluargaan dalam penekanan panggilan para murid hari ini. Komunitas murid Yesus bukanlah sebuah komunitas anonim, sebuah komunitas yang tanpa penghargaan kepada keunikan, nama serta sejarah hidup anggotanya. Komunitas murid Yesus adalah komunitas yang menjunjung tinggi kepribadian anggotanya. Nama dan sejarah hidup mereka diperhitungkan sebagai aspek yang memperkaya kebersamaan.

Kepada mreka inilah misi khusus untuk melanjutkan khabar gembira dipercayakan oleh Yesus. Kepada mereka tanpa kecuali mengemban misi yang dipercayakan Yesus. Dan satu syarat utama ialah mereka mampu dan mau ada bersama Yesus. Rupanya inilah yang menjelaskan siapa mereka. Murid Yesus sejati adalah dia yang tinggal bersama dengan Yesus, belajar dan mendengarkan Dia.

Membaca kisah panggilan murid Yesus, kita sebenarnya membaca kisah panggilan setiap kita serta komunitas kita dengan pertanyaan penting ini, "Apakah sungguh ada penghargaan terhadap kekhasan keanggotaan dalam komunitas atau keluarga kita? Apakah kita sungguh berusaha mengenal nama dan sejarah kehidupan semua anggota komunitas kita?"

Yesus Tuhan hari ini mengajak kita untuk mensyukuri kehadiran setiap anggota dalam komunitas seraya mengajak kita untuk tinggal selalu bersama Dia. Karena sebagaimana diatakanNya, "di luar Aku, kamu tak dapat berbuat apa-apa" (Yoh 15,5).

Tuhan Yesus, sungguh indah tinggal bersamaMu. Semoga kami selalu mensyukuri panggilan kami sebagai kesempatan untuk tinggal dan belajar bersamaMu. Amin.

Copyright © 22 Januari 2009 by Ansel Meo SVD

Rabu, Januari 21, 2009

91. Sebuah Daya yang Mempersatukan Semuanya

Kamis, 22 Januari 2009

Bacaan : Mk 3, 7-12

Merenungkan bacaan Injil Markus hari ini, kita dihadapkan dengan satu pertanyaan tentang hingga titik manakah Yesus menjadi pusat yang mempersatukan semua orang yang datang kepadaNya. Pertanyaan ini persis bertepatan dengan pekan doa untuk persatuan umat Kristiani yang sedang kita jalankan saat ini. Dan memang penting sekali bagi kita untuk menyadari daya atau kekuatan yang dimiliki Kristus untuk mempersatukan semua manusia. Mengapa? Karena dengan menyadari kekuatan luar biasa yang dimiliki Kristus, kitapun akan mampu menjadi rasul atau utusan yang membina persatuan dngan siapapun yang datang kepada kita.

Injil hari ini mengisahkan demikian, "Kemudian Yesus dengan murid-murid-Nya menyingkir ke danau, dan banyak orang dari Galilea mengikuti-Nya. Juga dari Yudea, dari Yerusalem, dari Idumea, dari seberang Yordan, dan dari daerah Tirus dan Sidon datang banyak orang kepada-Nya, sesudah mereka mendengar segala yang dilakukan-Nya. Ia menyuruh murid-murid-Nya menyediakan sebuah perahu bagi-Nya karena orang banyak itu, supaya mereka jangan sampai menghimpit-Nya. Sebab Ia menyembuhkan banyak orang, sehingga semua penderita penyakit berdesak-desakan kepada-Nya hendak menjamah-Nya."

Pelukisan santu Markus menegaskan kepada kita bahwa Yesus memang menarik perhatian banyak sekali orang. Ia membuat orang merasa tertarik kepada apa yang sedang Ia wartakan. Dengan apakah Ia menarik mereka? Jawabannya tidak lain adalah dengan kehendakNya tetapi juga dengan daya kekuatanNya, dengan rohNya. Itulah sebabnya, semua orang dari segala bangsa datang kepadaNya. Mereka membawa serta orang-orang sakit kepadaNya supaya kekuatan Tuhan Yesus dilanjutkan kepada mereka untuk menyembuhkan mereka. Lebih dari itu, pada Yesus mereka temukan juga kekuatan penuh kedamaian, yang membuat hati mereka selalu rindu untuk mendekati, selalu rindu untuk mengalaminya dari dekat.

Membaca kisah ini, kita memang ditantang untuk bertanya saat ini, "masih adakah kekuatan yang demikian yang dimiliki oleh para pewarta Injil untuk menarik orang kepada Tuhan? Masih adakah kekuatan yang mempersatukan kita semua yang kita lihat secara iman oleh kedekatan kita dengan Tuhan?"

Jika semua ingin menyentuh Yesus dari dekat, untuk mengalami kekuatan rohNya, rupanya kita mesti menyadari bahwa setiap tugas yang kita jalankan mesti juga dikemas dalam pendekatan pribadi yang penuh belaskasihan, memberi perhatian kepada yang lemah dan merangkul semua dalam pelayanan.

Tuhan Yesus, kami sering mendengar ungkapan "perlunya sentuhan pribadi dalam pelaksanaan tugas dan karya kami". Kami liha itu pada Engkau hari ini, karena kekuatanMu keluar dari RohMu dan kehendakMu. Bantulah kami untuk menjadi sarana yang mempersatukan manusia. Amin.

Copyright © 21 Januari 2009 by Ansel Meo SVD

Selasa, Januari 20, 2009

90. Mencari Alasan untuk Mempermasalahkan Kebaikan

Rabu, 21 Januari 2009

Bacaan : Mk 3, 1-6

Seperti biasanya, pada hari Sabath Yesus ke sinagoga untuk berdoa. Agaknya pemandangan biasa jika menemukan orang sakit, orang miskin di tempat keramaian baik di pasar maupun di tempat seperti sinagoga. Begitulah yang terjadi pada saat Yesus memasuki sinagoga ketika itu.

Di sinilah terjadi adegan unik yang agaknya menarik untuk kita simak. Markus melukiskan peristiwanya demikian, "Kemudian Yesus masuk lagi ke rumah ibadat. Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia. Kata Yesus kepada orang yang mati sebelah tangannya itu: "Mari, berdirilah di tengah!" Kemudian kata-Nya kepada mereka: "Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?" Tetapi mereka itu diam saja.

Berhadapan dengan situasi penderitaan si sakit, ada dua sikap yang bertolak belakang. Yang pertama adalah sikap Yesus yang berbelaskasihan, langsung iba hatinya melihat penderitaan orang dan tergerak untuk menolong seraya mengeluarkan orang itu dari penderitaannya, sedang sikap lainnya adalah mereka yang ingin menjadikannya si sakit sebagai obyek guna memuaskan dahaga mereka untuk mempersalahkan Yesus.

Dan Yesus tak gentar sedikitpun. Setia kepada misi perutusanNya, lalu "Ia berkata kepada orang itu: "Ulurkanlah tanganmu!" Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu."

Bagi para penuduhnya Yesus menunjukan arti hari Sabat sejati. Hari yang sedianya diperuntukkan bagi Tuhan sesungguhnya adalah hari yang didedikasikan untuk kehidupan. Dan peristiwa penyembuhan adalah suatu saat kepenuhan hidup yang didambakan si sakit. Ia mengalami pemulihan kehidupan, dan Dia mengalami Allah yang berkarya memberikan kehidupan kepadanya. Jadi Yesus tak melawan arti Sabath, tetapi menunjukkan bahwa belaskasihan dan keselamatan itulah yang justru harus dibawa sebagai warna dasar Sabat kepada manusia.

Memang takkan pernah cukup mendapatkan berbagai alasan untuk mempermasalahkan kebaikan Tuhan. Karena Tuhan pasti memiliki caraNya sendiri untuk mengajarkan umatNya tentang perlunya membawa keselamatan dan cinta kepada orang yang membutuhkan.

Tuhan, kami kagum sekali lagi dengan caraMu menobatkan para lawanMu. Engkau tetap fokus pada misiMu dan mengajarkan lawan-lawanMu tentang pentingnya membawa keselamatan bukan beban kepada yang mebutuhkannya. Amin.

Copyright © 20 Januari 2009 by Ansel Meo SVD

Senin, Januari 19, 2009

89. Yang Utama adalah Mengasihi bukan Menjalankan Peraturan

Selasa, 20Januari 2009

Bacaan : Mk 2, 23-28

Episode kemarin masih berlanjut hari ini. Hanya pokok masalahnya beralih ke persoalan pelaksanaan aturan Sabath yang sangat dihargai orang Yahudi, di mana pada hari itu orang harus beristirahat, tanpa melakukan aktivitas rutin yang biasa dibuat. Markus mengisahkannya demikian, "Pada suatu kali, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum, dan sementara berjalan murid-murid-Nya memetik bulir gandum. Maka kata orang-orang Farisi kepada-Nya: "Lihat! Mengapa mereka berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"

Gerak-gerik, kata-kata Yesus dan komunitas muridNya yang baru memang menjadi pusat perhatian. Orang banyak ingin tahu apa yang mereka katakan dan apa yang mereka lakukan, sejalan dengan aspek baru yang diwartakan Yesus. Menyaksikan apa yang murid-murid Yesus lakukan pada hari Sabath, Yesus membela para muridNya dengan menyejajarkan tindakan itu dengan apa yang dibuat David dan para pengikutnya. "Jawab-Nya kepada mereka: "Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu - yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam - dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutnya."

Sabda Yesus ini bukan hanya sekedar membela para muridNya tetapi memberikan ajaran yang fundamental tentang arti dan peran segala peraturan dan hukum dalam hubungannya dengan keselamatan manusia. "Lalu kata Yesus kepada mereka: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat."

Yesus dengan jelas menunjukan siapakah pemilik hukum sebenarnya. Dan lebih lanjut kepada para pendengarNya serta kita jaman ini diegaskan bahwa kita semua dipanggil kepada kekristenan bukan terutama untuk menjalankan hukum dan berbagai peraturan, tetapi untuk hidup dalam cintakasih. Kita semua dipanggil untuk mengasihi. Jadi keselamatan sesungguhnya bukan terletak pada peraturan dan hukum tetapi ada dalam hati yang mengasihi. Dan ini pulalah yang menjadi satu-satunya alasan kenapa Tuhan mau menjadi manusia dan menjadi satu dengan mereka di bumi ini. Karena Ia mengasihi mereka.

Kalau Yesus Tuhan adalah Tuhan atas hari Sabath, dan Dia adalah Tuhan yang mengasihi manusia, maka tugas utama kita bukanlah menjalankan peraturan tetapi untuk mengasihi dengan tulus, siapapun yang kita jumpai. Yesus datang untuk menyelamatkan bukan untuk menghukum. Karena itu jalan yang mesti selalu kita tapaki sebagai jalan kemuridan tidak lain adalah jalan cinta kasih.

Tuhan, kiranya kami mencintai selalu dalam hidup kami. Amin.

Copyright © 18 Januari 2009 by Ansel Meo SVD

Minggu, Januari 18, 2009

88. Kebahagiaan dan Kegembiraan yang Sejati

Senin, 19 Januari 2009

Bacaan : Mk 2, 18 - 22

Kita bertemu sebuah praktek religius yang sangat umum dijalankan oleh komunitas-komunitas religius pada masa Yesus, yakni praktek berpuasa. Para murid Yohanes dan murid-murid kaum Farisi mempraktekan aturan puasa sebagai jalan kemuridan mereka. Karena pelaksanaan praktek itulah mereka merasa memiliki hak juga untuk mengkritisi para murid Yesus bersama guru mereka. Dan Yesus menjawab mereka dengan sebuah lukisan yang jelas dan menyentuh inti praktek keagamaan mereka.

Markus melukiskan kata-kata Yesus demikian, "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa. Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya. Demikian juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula."

Jawaban yang menunjukkan bahwa inti dari segala praktek keagamaan hendaknya menyentuh aspek interior yakni hati manusia. Praktek lahiriah memang perlu tetapi bukan itulah yang menunjukan kemurnian hati atau keindahan hidup manusia. Lebih dari itu, ketika seseorang menerima Yesus sebagai mempelainya atau sebagai penyelamat dalam kehidupannya, mereka sebenarnya tengah merangkul Dia yang memberikan kepada mereka kebahagiaan da kegembiraan yang sejati yang diperlukan manusia.

Sebuah jawaban yang secara sangat jelas menegaskan bahwa keselamatan sejati ada di dalam hati bukannya terletak dalam praktek-praktek yang bersifat lahiriah semata. Mengapa Yesus katakan demikian? Karena jika datang saat-saat sulit dalam hidup kemuridan, yang memiliki kegembiraan sejati di hati biasanya jauh lebih bertahan daripada mereka yang mengutamakan aturan lahiriah dalam kehidupan keagamaan mereka. Orang yang memiliki kegembiraan di hati mereka akan memiliki keberanian mengatasi saat sulit, karena hati mereka dipenuhi cinta dan kepercayaan. Apa sebabnya yang terdalam? Karena di hati mereka Tuhan bertakhta.

Kebahagiaan dan kegembiraan sejati yang tak lain adalah keselamatan memang bukan ditemukan dalam kebanggaan karena menjalankan berbagai aturan keagamaan, walaupun bagus seperti halnya praktek puasa, tetapi terutama terletak dalam hal mengasihi Yesus Tuhan di atas segalanya. Dan cinta yang demikianlah yang memberi kebaruan dalam seluruh ziarah hidup manusia.

Tuhan Yesus, terimakasih atas ajaranMu. Bahwa kebaruan hidup manusia terutama dalam mencintai secara benar. Dan cinta yang benar itu hendaknya bertolak dari cinta kepadaMu sebagai Tuhan dan Juruselamat kami. Amin.

Copyright © 18 Januari 2009 by Ansel Meo SVD