Kamis, Januari 22, 2009

93. Keterlaluan?

Sabtu, 24 Januari 2009

Bacaan : Mk 3, 20-21
Lanjutan Injil Markus yang kita baca hari ini mengisahkan kembalinya Yesus ke Kapernaum. Seperti biasa melihat kepulanganNya semua orang datang dan mengerumuni Dia.

Markus dengan sangat singkat mengabarkan demikian, “Kemudian Yesus masuk ke sebuah rumah. Maka datanglah orang banyak berkerumun pula, sehingga makanpun mereka tidak dapat. Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka Ia tidak waras lagi.”

Tetapi siapakah mereka yang selalu mengitari Yesus, yang bahkan membuat Yesus pun tak sempat makan? Siapakah mereka ini yang baginya Yesus mempertaruhkan reputasiNya bahkan hingga Dia dianggap tak waras oleh keluargaNya?

Bagi Yesus mereka adalah orang yang menggerakkan hatiNya sehingga Ia berbelaskasihan kepada mereka. Mereka inilah yang baginya Ia datang. Mereka membutuhkanNya. Tetapi bagi keluarga Yesus, mereka justru dianggap sebaliknya. Mereka adalah orang-orang yang tak memberikan damai dan kesempatan istirahat serta makan bagi Yesus. Mereka adalah orang yang merusakan reputasi Yesus.

Di sinilah muncul konflik itu. Sebuah konflik kepentingan bagi kalangan keluarga Yesus. Mereka bisa mengusir orang banyak itu. Tetapi soalnya, jika mereka diusir, kepada siapakah mereka harus pergi? Inilah yang membuat keluargaNya menilai, “Akh, ini keterlaluan. Ini harus dihentikan!” Lebih buruk dan parah lagi, mereka menilai Yesus sudah tidak waras lagi.

Sebuah panorama yang kiranya biasa dan masih bisa kita temui dewasa ini. Khususnya berhadapan dengan orang yang memiliki simpati dan perhatian yang luar biasa kepada penderitaan di sekitarnya. Bukan tak mungkin, apa yang dialami Yesus dari pihak keluarganya, juga dirasakan oleh mereka ini. Bila terjadi konflik kepentingan biasanya tak jarang menganggap orang - orang ini sebagai tak waras, harus disingkirkan., persis bagaimana Yesus dipandang.
Tetapi cara Yesus menanggapi mereka, kiranya menjadi kekuatan kita dalam menghadapi tantangan seperti itu. Bukankah juga kepada orangtuaNya sendiri Dia pernah berkata, “Aku harus peduli dengan urusan BapaKu”? Itulah komitmenNya. Kesetiaan yang tak pernah luntur biarpun oleh banyaknya kritik yang dialamat kepadaNya.

Tuhan Yesus, Engkau berbuat baik tetapi banyak juga orang yang menilai sebagai keterlaluan. Kiranya semangatMu menguatkan komitmen kami dalam berbagai karya yang baik yang kami jalankan. Kiranya kritik tak membuat kami mundur, hingga urusan Bapa Sorgawi menjadi juga keprihatinan kami. Amin.

Copyright © 22 Januari 2009 by Ansel Meo SVD

Tidak ada komentar: