Jumat, Agustus 07, 2009

253. PerkataanNya Membesarkan Hati Kita

Sabtu, 08 Agustus 2009

Pesta Santu Dominikus

Bacaan : Mt 17:14-20

Para murid baru saja menyaksikan peristiwa Yesus menampakkan kemuliaanNya di atas gunung. Sementara mereka turun dari gunung, Yesus mengatakan kepada mereka agar tak menyampaikan kepada siapapun tentang peristiwa itu. Karena akan tiba saatnya, hal yang mereka lihat itu akan disaksikan juga oleh yang lain. Dan mereka sekarang harus terus mengikuti Yesus dan mendengarkan SabdaNya. Perlahan tapi pasti, para muridNya mulai mengerti siapa Dia dan apa yang diajarkanNya mulai mereka pahami dengan baik.

Injil yang hari ini kita renungkan mengisahkan satu episode kecil ketika Yesus sudah bergabung dengan para muridNya yang lain dan sementara berjalan menuju kerumunan orang banyak. Pada saat itulah seorang bapak keluarga mendatangi Dia dan meminta kepadaNya untuk menyembuhkan anaknya yang sedang kerasukan roh jahat. Sebenarnya bapak ini tak ingin merepotkan sang Guru, karena itulah ia membawa anaknya kepada para muridNya dan meminta agar mereka menyembuhkan dia. Dia memang sangat berharap agar para murid melakukannya, tetapi ternyata mereka tak berhasil melakukannya. Karena itulah, kata-kata kekecewaan keluar dari mulut Yesus, perihal iman para muridnya, "Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu?"

Setelah mengatakan hal itu Yesus memanggil anak itu dan dengan perkataanNya, Ia menyembuhkannya. Untuk para muridNya, mungkin peristiwa itu membuat mereka sadar akan kegagalan mereka, karena mereka tak sanggup menyembuhkan anak itu ketika ia dibawa kepada mereka. Dan tentang hal itu, Yesus secara terang-terangan bahwa mereka memang kurang memiliki iman. Iman mereka masih sangat lemah. Karena iman itulah biar kecil sekalipun sangatlah dibutuhkan untuk membuat mukjisat. Dan hal itupun tak dimiliki oleh para muridNya.

Tapi kenyataan kurangnya iman para murid ternyata tak membuat Yesus terus kecewa terhadap mereka. Karena Yesus tetap mempercayakan misi khususNya kepada mereka. Makanya terhadap mereka Yesus selalu menyampaikan SabdaNya sendiri, mengasihi mereka dengan tulus dan menegur serta memperbaiki mereka agar mereka makin bertumbuh dalam kepercayaan kepadaNya. SabdaNya dalam akhir perikope Injil hari ini memberikan penegasan akan harapanNya kepada mereka. "Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu."

Kata-kata Yesus, bahwa "takkan ada yang mustahil bagimu" ditujukan kepada semua muridNya, kepada semua mereka yang percaya kepadaNya, kepada kita semua. Kata-kata ini membangkitkan harapan yang kokoh, bahwa sama seperti kepada muridNya dulu, Yesus akan selalu memperdengarkan kepada kita saat ini SabdaNya sendiri, Ia akan selalu mengasihi kita secara tulus dan akan selalu mengoreksi kita tatkala kita lemah, kurang beriman, kurang bersemangat dalam mengikuti Dia. Ini perkataan yang sungguh membesarkan hati kita.

Tuhan Yesus, seperti para muridMu, kamipun ingin selalu belajar dariMu, mendengarkan SabdaMu dan memperhatikan teguran dan koreksiMu. Bantulah kami semua sehingga semakin hari, kamipun semakin bertumbuh dalam iman, dan karenanya layak mengambil bahagian dalam tugas melanjutkan misi perutusanMu. Amin.

Copyright © 07 Agustus 2009, by Ansel Meo SVD

Kamis, Agustus 06, 2009

252. Mati Untuk Memperoleh Hidup

Jumat, 07 Agustus 2009

Bacaan : Mt 16, 24-28

Penggalan Injil hari ini membawa kita kepada sebuah pertentangan yang paling keras yang ditemukan dalam Injil. Mengapa? Dengan perkataanNya sendiri, Yesus menegaskan tentang jalan yang mesti dilewati oleh para murid, yang tidak lain adalah jalanNya sendiri. MATI untuk HIDUP. Kita tentu bisa memaklumi bahwa tak seorangpun yang bermimpi bahwa dua kata ini ditempatkan secara bersama, tetapi demikianlah logika keselamatan. Untuk hidup kita mesti mati.

Bagaimanakah halnya dengan jalan kemuridan Yesus? Yesus dalam injil mengatakan demikian, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?

Hal mengikuti Yesus adalah suatu perjalanan yang berisi pengalaman melewati kematian untuk mencapai kehidupan. Itulah yang selalu kita temukan sepanjang perjalanan kemuridan kita. Jalan seorang yang percaya kepada Yesus memang tak bisa dilepaskan dari pengalaman "melewati" ini. Kita melewati pengalaman kematian untuk lahir baru, untuk ditransformasi, untuk menjadi manusia baru.

Apakah hal ini merupakan keharusan yang mesti dijalankan oleh seorang murid? Rasanya demikianlah seharusnya. Menjadi murid Yesus meminta kita untuk mematikan manusia lama kita. Dan pertemuan dengan Yesus menjadi momen di mana kita dibaharui, dilahirkan secara baru dan menjadi orang baru. Inilah yang kita temukan dalam peristiwa Baptis, saat kita mati terhdap manusia lama yang berdosa dan menjadi anak Allah dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.

Bacaan hari ini sungguh mengundang kita sekali lagi untuk melepaskan hal-hal lama yang kita miliki, yang tak mendukung nilai-nilai yang dibawa oleh Yesus Tuhan. Kita diundang untuk melibatkan diri sekali lagi dengan penuh komitmen dalam ziarah hidup Kristiani, yang sejak permandian telah kita terima. Tuhan masih membutuhkan kita dalam rencananya membangun dunia baru. Mari kita menerima tugas yang diberikanNya yang adalah bentuk-bentuk salib baru yang mesti kita pikul.

Kita memiliki harapan tunggal bahwa Kristus telah melewati jalan tugas yang sama ini untuk mencapai kehidupan. Kita perlu mati untuk bangkit dan hidup lagi. Dan Tuhan yang bangkit menjadi jaminan kita.

Tuhan, semoga kami memanggul salib tugas dan perutusan kami, mau mati dalam hal dosa dan menerima tanggung jawab demi merealisasikan hidup yanb telah Kauhadiahkan kepada kami. Amin.
Copyright © 06 Agustus 2009, by Ansel Meo SVD

Rabu, Agustus 05, 2009

251. "Guru, Betapa Bahagianya Berada di sini!"

Kamis, 06 Agustus 2009

Pesta Yesus Menampakkan KemuliaanNya

Bacaan : Mk 9, 2-10

Bagi kita yang terbiasa menyaksikan berbagai adegan film, kita tahu pasti bahwa di baliknya selalu memuat trik-trik yang menjadikan film itu enak ditonton. Ada efek cahaya, suara dan lain sebagainya yang dikombinasikan untuk memaksimalkan hasil. Ketika membaca Injil hari ini berkenaan dengan pesta Yesus menampakkan kemuliaanNya, kita disodorkan sebuah episode Injil tentang penampakan Yesus yang selalu membuat kita mengaguminya selalu. Tentu kita tidak sedang bicara tentang adegan film yang diberi tambahan seperti efek cahaya, efek suara, tetapi yang terjadi di sini adalah sebuah kejadian historis yang nyata terjadi dalam hidup Yesus dan pengalaman para muridNya.

Kejadian yang mengagumkan itu memiliki banyak arti dan simbol, baik menyangkut wajah Yesus yang bercahaya, perbincanganNya dengan Moses dan Elia, juga kehadiran hanya tiga saksi dari para muridNya memberikan kepada kita prakiraan tentang bagaimana hidup akhir ketika semua orang yang dipanggil oleh Tuhan dan percaya kepadaNya berada bersama Allah. Kenyataan bahwa ketiga murid ini sebetulnya masih dipenuhi rasa kagum luar biasa oleh perkataan dan perbuatan Yesus beberapa saat sebelum kejadian ini, mereka tambah tercengang menyaksikan bagaimana Yesus menampakkan kemuliaanNya. Itulah sebabnya, tanpa ragu sedikitpun Petrus mewakili mereka menyampaikan kata-kata hatinya yang penuh kekaguman, "Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia." Dengan ungkapan yang lebih bebas, Petrus ingin mengatakan, "Tuhan biarlah kita tinggal di sini merasakan suasana hidup abadi dalam Tuhan seperti hari ini."

Tapi mereka harus turun ke Yerusalem. Untungnya bahwa pengalaman yang mereka lihat di gunung saat itu pasti berpengaruh sangat besar buat mereka ketika menghadapi saat Yesus menderita dan wafat, walaupun dalam kisah-kisah sengsara, nampaknya hanya Yohanes yang selalu berjaga bersama Tuhan dan Gurunya di kaki salib. Sedangkan Petrus tidak demikianlah kenyataannya, karena kelemahan manusiawinya begitu menonjol sampai ia menyangkal Yesus sang Tuhan dan Gurunya. Namun itulah Petrus yang juga menyatakan ke-Allahan Yesus Gurunya.

Apakah yang dapat kita renungkan bagi hidup kita dari peristiwa Yesus menampakkan kemuliaanNya hari ini? Rupanya kita mesti mendengarkan sekali lagi suara dari langit yang terdengar dalam peristiwa itu. Injil mencatat, ....maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: "Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia." Dan sekonyong-konyong waktu mereka memandang sekeliling mereka, mereka tidak melihat seorangpun lagi bersama mereka, kecuali Yesus seorang diri.

Penegasan yang terdengar dalam peristiwa ini ialah bahwa Bapa memberikan putra yang amat dikasihiNya untuk mengembalikan lagi kepada manusia hak dan martabat sebagai anak-anak Allah. Suara yang telah menyatakan kesalahan Adam dan Eva di taman Firdaus, kini menyatakan bahwa status yang dulu hilang sekarang diperoleh kembali berkat Yesus PutraNya sendiri. Maka untuk mendapatkan status itu dengan sungguh, kita diminta untuk "mendengarkanNya", sebagai satu-satunya Sabda Allah terakhir dan definitif yang diperdengarkan kepada umat manusia.

Dalam perjalanan kita menuju Gunung Tuhan, kita sesungguhnya diberikan bekal yang menguatkan kita selalu, yaitu Roti Hidup yang adalah pemberian diri Yesus sendiri buat kita. Roti yang memberikan kita kekuatan untuk terus menapaki perjalanan menuju puncak Gunung Tuhan untuk menyaksikan Kemuliaan Allah yang sebenarnya. Kendatipun nanti kita harus mengalami kerasnya salib dan penderitaan di Yerusalem kehidupan kita, hendaknya kita tak patah semangat karena Tubuh Tuhan yang kita terima memberikan kita harapan yang pasti untuk menyaksikan sendiri kemuliaan Allah. Karena itulah kitapun pantas untuk bergembira dan menyatakan kepada Yesus Tuhan seperti halnya Petrus hari ini, "Guru, sungguh indah berada di sini bersama Engkau!"

Tuhan Yesus, Guru dan Juru Selamat kami. KemuliaanMu yang Kaunampakkan hari ini di hadapan para muridMU memberikan kami harapan yang kuat untuk tak patah semangat ketika harus memanggul Salib dan menderita. Terimakasih atas SabdaMu dan TubuhMu yang menguatkan kami dalam perjalanan kami mendaki Gunung SuciMu, Tempat Engkau bertakhta mulia bersama para kudusMu. AMIN.

Copyright © 05 Agustus 2009, by Ansel Meo SVD

Selasa, Agustus 04, 2009

250. Iman : Mau dan Berani Untuk Terlibat Bersama Tuhan

Rabu, 05 Agustus 2009

Bacaan : Mt. 15: 21-28

Bacaan Injil hari ini menampilkan kepada kita satu gambaran tentang iman yang kuat kepada Tuhan, disertai oleh sebuah kemauan dan keberanian untuk terlibat sungguh-sungguh dalam problem yang dihadapi seseorang seraya meminta intervensi dari Tuhan. Itulah yang kita temui dalam diri wanita Kanaan yang mendatangi Yesus sambil memohon dengan sangat agar Yesus mau menyembuhkan putrinya. Dia memang tak berhak sedikitpun untuk meminta Yesus menyembuhkan putrinya, juga Yesus tak menjanjikan apapun baginya. Namun relasi dalam percakapan yang terjadi antara dia dengan Yesus menunjukkan sesuatu yang amat mendasar dalam persoalan iman: sebuah kemauan dan keberanian untuk terlibat bersama Tuhan untuk kebaikan sesamanya.

Wanita Kanaan tadi menyapa Yesus dengan sebuah sebutan yang terdengar amat ganjil di telinga orang Kanaan. Betapa tidak? Ia menyebut Yesus sebagai Putra Daud, sebuah sebutan yang tak biasa didengar orang di wilayah Tirus dan Sidon, tetapi amat bisa dimengerti, kalau menyadari situasi khusus yang sedang dihadapinya. Kita pasti bisa mengerti bahwa wanita asing ini mengagumi sesuatu yang khusus pada diri Yesus. Itulah sebabnya ia datang menemui Dia, dan berani mendekati Yesus. Sangat boleh jadi seperti orang sebangsanya, ia mengenal dalam diri Yesus seorang yang menghakimi pada akhir jaman, seorang Juru Selamat.

Percakapan antara Yesus dengan wanita Kanaan ini memang terasa sangat intensif. Yesus menjelaskan bahwa misi keselamatan yang dibawaNya, pertama-tama diperuntukan bagi orang Israel. Satu pernyataan yang sebenarnya menjadi penghalang bagi wanita ini untuk mendapatkan pertolongan. Tapi wanita ini bersikukuh, ia mau bertahan betapapun perkataan Yesus sangat keras ditujukan kepadanya. Ia berani dan mau terlibat demi menyelamatkan seseorang yang sangat dikasihinya, putrinya sendiri. Itulah sebabnya, ia bertekun memohon kepada Yesus, menyampaikan alasannya hingga Yesus menemukan apa yang menjadi inti dirinya: Imannya yang teguh kepada Yesus.

Ia karenanya dinyatakan sebagai orang yang berhasil dalam percobaan iman. Itulah yang kita dengar dalam kata-kata Yesus yang tertuju kepadanya diakhir kisah ini. Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh.

Kita bertanya, apa sebabnya ia begitu teguh dalam imannya akan Yesus, yang baginya adalah seorang asing? Jawaban yang bisa kita temukan ialah bahwa baginya iman kepada Yesus berarti kemauan dan keberanian untuk mengambil tanggungjawab, terlibat untuk menyelamatkan orang yang dikasihinya. Yesus memuji dia, karena dalam dirinya ditemukan iman yang begitu teguh demi sebuah usaha untuk menyelamatkan orang yang dikasihinya.

Inilah undangan untuk kita yang mengimani Yesus. Iman kita tak pernah hanya bertujuan personal, demi keselamatan diri kita sendiri. Iman selalu memiliki aspek sosial, untuk menyelamatkan yang lain. Dan dari interaksi antara wanita itu dan Yesus, kita diingatkan untuk tidak menutup atau mengklaim kebenaran sebagai milik kita saja. Kita mesti terbuka untuk orang lain, berusaha untuk menyertakan orang lain dalam tindakan beriman kita.

Tuhan Yesus Kristus, terimakasih atas keselamatan yang Kau bawa kepada kami dan bagi dunia kami. Semoga kami dengan bangga mengakuinya disertai rasa syukur, sambil berupaya membawa semakin banyak orang kepada keselamatan abadi. AMIN.

Copyright © 04 Agustus 2009, by Ansel Meo SVD

249. Tuhan Pasti Menolong Kita dalam Badai Kehidupan

Selasa, 04 Agustus 2009

Bacaan : Mt 14, 22-36

Dalam kisah sejarah keselamatan, terutama dalam kisah bangsa Israel, sering sekali kita mendengarkan bahwa melalui orang-orang pilihanNya, Allah menyatakan rencanaNya, baik yang positif maupun yang negatip. Terkadang kita mendengarkan bahwa Allah menghukum Israel dan memurnikannya, dan pada kisah yang lain kita juga mendengarkan bahwa Ia membangun dan menghidupkannya. Satu hal yang pasti termuat dalam kisah-kisah tersebut ialah bahwa Allah selalu membangkitkan harapan, kepercayaan orang yang dikasihiNya.

Hal terakhir inilah yang kita dengarkan dalam bacaan Injil hari ini, ketika Petrus yang terkagum-kagum dengan Gurunya ingin datang kepada Yesus dengan berjalan di atas air, hal yang sedang dilakukan oleh Yesus saat itu. Kita bertanya, "Apa sebabnya Petrus dengan serta merta melakukannya tanpa takut akan resiko yang sedang berada di hadapannya?" Mengamati secara lebih detail penggalan Injil ini, kita bisa secara yakin mengatakan bahwa yang membuat Petrus nekat adalah undangan Yesus kepadanya. Injil mengisahkannya demikian, Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air. Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: "Itu hantu!", lalu berteriak-teriak karena takut. Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." Kata Yesus: "Datanglah!" Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus.

Petrus begitu terinspirasi oleh undangan dan perkataan Yesus, sehingga Ia mengatasi keraguannya tentang siapa yang datang itu. Petrus sedang mengambil resiko atas hidupnya sendiri dengan turun dari perahu dan berjalan di atas air. Bahaya yang dihadapi Petrus memang sungguh besar, ketika Injil melukiskan bahwa ia mulai tenggelam karena besarnya ombak di sekitarnya.

Apa yang ditampilkan di sini sebenarnya sesuatu yang membangkitkan harapan di dalam hati kita semua. Bahwa walaupun ada resiko bagi hidup, orang yang melakukan sesuatu atas dasar Sabda Tuhan dan undanganNya, sesungguhnya memiliki jaminan untuk tidak perlu menjadi takut. Petrus menunjukkan kepada kita semua bahwa perlu sekali mengambil resiko atas hidup kalau mau memenuhi undangan Sabda Tuhan. Apalagi kalau orang itu memiliki tanggungjawab yang besar. Kalau Tuhan mengundang, "Datanglah!", maka biar badai sebesar apapun tak perlu ditakuti. Kita perlu turun dari perahu, berjalan di tengah badai, dengan resiko dihantam badai, tenggelam, seperti yang dialami Petrus.

Tetapi mengapa ada keberanian untuk mengambil resiko seperti Petrus? Karena ia sangat yakin Tuhan pasti akan menolong. Itulah sebabnya ketika tahu ia sedang berada dalam bahaya, Petrus tak ragu meminta tolong, "Tuhan tolonglah aku!". Yesus segera mengulurkan tangannya dan menariknya keluar dari gelombang besar yang terjadi waktu itu.

Apa yang terjadi pada episode ini sesungguhnya sebuah gambaran tentang kita dalam mengarungi kehidupan kita bersama Tuhan. Terkadang perlu sekali mengambil resiko dalam hidup, menentang badai, turun dari perahu. Tapi hal ini tidak asal dibuat. Harus dipertimbangkan dalam Sabda dan Kehendak Tuhan. Karena kalau kita melakukannya sesuai dengan perintah Tuhan, maka resiko pasti akan diatasi karena Tuhan pasti menolong.

Tuhan Yesus, semoga dalam badai kehidupan kami, dalam perahu apapun yang kami tumpangi, kami selalu yakin bahwa Engkau akan menolong kami. Bantulah kami agar kami tak takut mengambil resiko ketika mesti mendekati dan mendatangi Engkau dalam kehidupan kami. Amin.

Copyright © 04 Agustus 2009, by Ansel Meo SVD