Sabtu, Juni 20, 2009

209. Apabila Badai Menerjang Bahtera Hidup

Hari Minggu Biasa Keduabelas
Minggu, 21 Juni 2009

Ayub 38:1.8 - 11; 2Kor 5:14-17; Mrk 4: 35-41
Gagasan tentang Gereja ibarat sebuah bahtera tentunya bukan asing bagi telinga kita. Dalam Injil hari ini kita dapat melihat beberapa inspirasi bibilis yang berpautan dengan gagasan tersebut. Perbandingan ini berasal dari Gereja Perdana yang tentunya bertolak dari realitas hidup mereka sendiri. Kebanyakan dari murid-murid pertama adalah para nelayan. Mereka juga biasa mewartakan Khabar Gembira Injil dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menempuh jalan laut. Bagi mereka yang menghabiskan keseharian hidupnya di sekitar laut dan yang memiliki pengetahuan tentang seperti apakah kehidupan di laut, menggunakan perbandingan ini untuk mengkomunikasikan Injil adalah suatu hal yang patut untuk dilakukan.
Gereja yang mengalami penganiayaan dapat mengidentifikasikan dengan pelaut di sebuah kapal dan yang tentunya mengharapkan belaskasihan dari angin topan/badai. Rasul Paulus misalnya, pernah mengalami peristiwa kapal karam. Demikian juga kapal dalam dunia modern dewasa ini, tatkala menghadapi badai yang dahsyat, tentu bukan merupkan suatu pengalaman yang menggembirakan. Para pelaut dan nelayan sangat menyadari tentang bagaimana air laut yang tenang tiba-tiba saja bisa menjadi ganas dan sangat berbahaya. Gereja perdana, pun Gereja zaman ini, dapat merasakan kenyataan-kenyataan hampir ditenggelamkan oleh pelbagai badai kehidupan.
Apa yang benar tentang Gereja, benar juga tentang orang-orang Kristen sebagai pribadi. Ziarah hidup ini semisal sebuah pelayaran di laut lepas dan badai yang terjadi merupakan aneka krisis yang kita alami atau hadapi dalam kehidupan ini. Ada orang-orang tertentu yang terus menerus mengalami badai daripada orang-orang lain, tetapi setiap orang pasti mengalami badai-badai itu dalam hidupnya. Dan seperti para murid dalam Injil hari ini, juga anda dan saya pun Gereja dewasa ini, meskipun sesaat mengalami krisis, cepat-cepat berpaling kepada Allah, dan tidak selamanya dengan perasaan yang menyenangkan.
Mereka berpaling untuk menanyakan apa yang akan Allah lakukan/perbuat. “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa? Kita akan tenggelam!” Seperti para murid, hati dan pikiran kita pun segera terarah kepada Allah manakala krisis datang menerpa; tetapi seiring dengan itu merebak pula keraguan kita kepada-Nya. Memohon sembari meragukan memang tidak baik, tetapi lebih baik sempat berpaling kepada Allah daripada tidak pernah sama sekali. Memohon bantuan Allah ketika dilanda krisis dengan hati yang mendua sama halnya dengan tengah menanyakan kekuasaan Allah. Meski demikian, jika anda dan saya memohon, kita sekaligus akan mendapatkan jawabannya. Para murid bertanya apakah Yesus peduli, dan mereka mendapatkan jawabannya.
Dalam Injil tertulis bahwa Yesus sedang tertidur lelap ketika badai menerjang perahu mereka. Hal itu, tampak seolah-olah Yesus memang tidak peduli. Tetapi pertanyaannya adalah: “Apakah kita tengah berbicara tentang realitas atau tentang persepsi para murid? Apakah Allah memang absen dari dan tak peduli dengan hidup kita atau itu cuma persepsi para murid tentang situasi tertentu?” Entah kita sadar pun tidak menyadari, Yesus tentu benar-benar menyadari akan apa yang akan terjadi pada segala waktu.
Pertanyaan kita kepada Allah pada momen-momen krisis seharusnya membimbing kita untuk menguji sikap-sikap kita kepada-Nya dalam hari-hari baik kehidupan kita. Itu sesungguhnya hanyalah dugaan kita, seolah-olah Allah tengah tertidur lelap, karena kita lagi dihantui kebingungan malah kepanikan. Yesus dihadapkan dengan pertanyaan, “Apakah, Engkau tidak peduli?” Ia menjawab dengan bertanya tentang iman para murid. Mereka seharusnya tahu bahwa Ia adalah Allah dan mereka tidak punya alasan untuk masuk ke dalam kebingungan tersebut. Yesus bertindak pada momen yang tepat. Angin badai meredah dan laut pun menjadi tenang karena perintah-Nya.
Pada saat itu, meskipun mereka adalah murid-murid Yesus, mereka malah bertanyaa-tanya, “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?” Ia adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi. Ia adalah Allah atas ciptaan yang memiliki kekuasaan atas segala ciptaan-Nya. Ia adalah Allah yang memungkinkan kita beriman kepada-Nya. Dan sudah pasti Ia ada pada segala waktu hidup kita dan setia pula menyertai kita.
Menanyai Allah adalah baik jika hal itu selanjutnya membimbing kita dari keadaan tidak mengarahkan pikiran dan hati kepada Allah kepada suatu keyakinan bahwa Allah selalu menyertai kita. Namun keyakinan itu harus dipahami dalam konteks bahwa Allah tentunya tidak menjawabi permohonan kita berdasarkan kehendak kita, melainkan meluluh berdasarkan kehendak-Nya. Laut tidak menjadi tenang untuk semua kapal, ada beberapa yang tenggelam. Gereja bukan diselamatkan dari badai tantangan dan kesulitan dan kadang-kadang kita akan mengalami ketakutan hanya karena Gereja. Anda dan saya sebagai pribadi, tidak diselamatkan dari segala penderitaan. Tetapi semua ini tidak berarti bahwa Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, sungguh-sungguh tidak menyertai kita dalam hidup ini atau Allah lagi tertidur pulas. Menanyai atau meragukan Allah Pencipta sama artinya dengan meragukan ciptaan dan eksistensi kita sendiri.
Injil pada hari ini sesungguhnya mengingatkan kita bahwa bukan ALLAH yang tengah tertidur dan seakan-akan tak peduli terhadap kita, tetapi KITA yang sering terlelap tidur kepada-Nya, yang sering mau berjalan seakan-akan kita tidak perlu melibatkan Allah. Kita memiliki iman akan Allah yang selalu bersama dan menyertai kita. Ia adalah Allah yang selalu ingin membawa kita kepada keselamatan kita. Ada saat-saat tertentu kita mungkin menghadapi masalah, krisis untuk melihat langkah-langkah kita menuju keselamatan. Tetapi, hendaklah kita terus berkanjang dalam iman bahwa Allah akan selalu membimbing kita kepada-Nya.
Tuhan, tambahkanlah imanku akan cinta dan kuat kuasa-Mu yang menyelamatkan sehingga saya sanggup mengenali kehadiran-Mu yang abadi bersamaku. Berilah aku rahmat, kekuatan dan dukungan untuk melakukan kehendak-Mu dalam segala situasi dan kondisi kehidupan.” Amin.
CCopyright © 20 Juni 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Kamis, Juni 18, 2009

208. Pandanglah Dia Yang Merelakan Hati-Nya Ditembusi

Pesta Hati Terkudus Yesus
Jumad, 19 Juni 2009
Masa Biasa
Hos 11:1-3; 4:8-9; Ef. 3:8-12.14-19; Yoh 19: 31-37 (atau Mt 6: 19-23)
Pada hari ini kita memperingati pesta Hati Terkudus Yesus Kristus, Tuhan kita. Ada satu pertanyaan sederhana serta merta tampak dalam pikiranku. “Apakah aku dan anda, apa kita mengenali hati Yesus? Hati Kudus Yesus, yang rela ditembusi tombak demi kepentingan-kepentingan kita? Dari semua Injil yang mengisahkan tentang kematian Yesus, Injil Yohanes yang menuturkan peristiwa ini secara lebih detail. Dalam Injilnya, ia menulis “tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak…” (Yoh 19:34). Apa yang tertulis di sini, sesungguhnya merupakan pemenuhan akan ramalan Nabi Zakharias: “…mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam, mereka akan meratapi Dia..” (Zakh 12: 10). Hati Yesus ditembusi tombak justru demi keselamatan kita. Yesus rela menempuh jalan Salib dan menyerahkan hidup-Nya sebagai korban penebusan atas dosa-dosa kita. Jika kita memiliki hasrat yang kuat untuk memahami kedalaman dan keagungan cinta Allah bagi masing-masing kita, maka angkatlah matamu dan tataplah pada hati Yesus yang ditembusi bagimu dan bagiku. Inilah alasan mengapa Yesus memilih jalan Salib, untuk menebus kita dari perhambaan dosa dan kematian.
Cinta yang sejati tidak menghitung harga yang harus dibayar, tetapi hanya tahu satu hal yakni memberi segalanya, memberi hingga tuntas kepada yang dicintai. Yesus tidak menangguhkan apa pun bagi diri-Nya. Ia tidak menyembunyikan sesuatu apa pun, Ia memberikan semua yang ada pada-Nya demi anda dan saya. Dan karena itu, Santu Agustinus dari Hippo lalu berusaha merumuskan sikap dan keputusan Yesus ini lewat pernyataan berikut: “Allah mencintai masing-masing kita, seolah-olah hanya ada seorang dari antara kita yang dicintai.” Hanya pada salib Yesus kita memahami cinta Allah yang dipatahkan, diremukkan dan ditembusi tombak demi kepentingan kita. Tetapi Yesus kemudian bangkit dan meraja di sisi kanan Bapa. Ia yang bangkit dengan mulia pun demi kepentingan kita dan menjadi Pengantara bagi kita di Surga. Ia meraja di singga-sana atau takhta Kerajaan Surga dengan segala tanda kemenangan-Nya: hati pernah yang ditembusi tombak, dan tangan dan kaki yang juga pernah ditembusi paku. Siapakah yang sanggup mengukur dan memahami cinta Allah? Kita akan memandang kepada Dia yang disalibkan dan yang bangkit demi keselamatan dan kebahagiaan kita yang baka.
Memperingati pesta hari ini, akan mempunyai makna khusus bagi kita, bila kita berusaha untuk memberi makna konkrit atas undangan Yesus. Ia memanggil dan mengundang kita untuk menyerahkan hidup kita dalam korban cinta kasih di antara kita satu sama lain. Hanya hati yang remuk dan penuh penyesalan yang dapat mengukur dan mengerti cinta Allah yang menyata dalam Yesus Kristus. Apakah anda dan saya mencintai sebagaimana Yesus mencintai, dengan sebuah hati yang remuk, yang merangkul semua orang yang mencintai cinta dan belaskasih Allah?
“Tuhan Yesus, cinta-Mu tidak mengenal batas. Remuklah hatiku dengan cinta yang telah meremukkan hati-Mu bagi kami sehingga saya pun boleh belajar untuk mencintai dengan penuh kedermawanan sebagaimana Engkau mencintai kami.” Amin.
Copyright@18 Juni 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Rabu, Juni 17, 2009

207. Bapamu Mengetahui Apa Yang Kamu Butuhkan

Kamis, 18 Juni 2009
Masa Biasa
Bacaan: Matius 6: 7-15
Apakah anda berdoa dalam suasana hati yang menggembirakan dan penuh percaya diri? Apakah kita berdoa karena terikat oleh aturan yang telah ditentukan? Sama seperti yang dilakukan oleh orang-oroang Yahudi – ada doa formal yang ditentukan untuk dijalankan 3 kali dalam sehari. Dalam Injil hari ini, Yesus mengingatkan para murid-Nya perihal formalisme, menentang doa yang dilakukan secara mekanis dan mengabaikan maknanya. Ketika Yesus mengajarkan para murid-Nya untuk berdoa, Ia memberikan kepada mereka doa yang pantas bagi seorang murid, yang kita kenal dengan Doa Bapa Kami, atau Doa Tuhan. Doa ini memberi kita keberanian untuk menyapa Allah sebagai “Bapa Kita” dan dengan penuh kepercayaan diri memohon apa saja yang kita butuhkan untuk hidup sebagai putra-putri Allah.
Menjadi anak-anak Allah dan menyapa Allah sebagai Bapa – kenyataan ini meluluh merupakan hadiah Roh Kudus. Roh Kudus yang menyanggupkan kita untuk dapat mengenal Allah secara pribadi dan menyapa Allah, Abba, yang berarti Bapa” (Rom 8:15). Kita dapat mendekatkan diri kepada Allah Bapa kita dengan penuh percaya diri karena Yesus Kristus telah membukakan jalan menuju Surga bagi kita melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Apabila kita memohon bantuan kepada Allah, tentulah Allah tidak memberikan apa yang tidak patut/pantas kita terima. Malahan Allah menjawab permohonan kita dengan rahmat, kemurahan hati dan belaskasih. Ini adalah sifat dasar Allah dalam mencintai dengan penuh kedermawanan dan mengampuni dengan penuh kerahiman. Ketika kita memohon, Allah Bapa kita justru memberikan lebih dari apa yang kita butuhkan sehingga kita dapat memiliki sesuatu yang sebetulnya dimaksudkan untuk dibagi-bagikan juga dengan sesama yang sungguh-sungguh membutuhkannya.
Allah adalah sungguh baik dan penuh pengampunan terhadap kita dan Ia mengharapkan kita untuk memperlakukan sesama kita dengan takaran yang sama. Apakah anda dan saya memperlakukan sesama kita dengan pantas, atau memperlakukan mereka sebagaimana Tuhan memperlukan kita dengan penuh belaskasih? Doa Yesus sekaligus mengandung suatu perintah agar kita memohon Allah untuk mengampuni kita sebagaimana kita mengampuni mereka yang bersalah kepada kita. Memohon Allah untuk membebaskan hati kita dari kungkungan kemarahan, kepahitan, dendam, kebodohan, acuh tak acuh, atau sikap dingin terhadap sesama. Marilah kita buka hati kita bagi Roh Kudus untuk mengisi dan memenuhi hati kita dengan api cinta yang berkobar-kobar, penuh belaskasih dan dengan aliran sungai belaskasih dan kebaikan. “Bapa kami di Surga, Engkau telah memberikan kepadaku pikiran untuk mengenali Dikau, kehendak untuk melayani Dikau, dan hati untuk mencintai-Mu. Anugerahkanlah juga kepadaku hari ini, rahmat dan kekuatan untuk memeluk erat kehendak-Mu yang kudus serta penuhilah hatiku dengan cinta-Mu sehingga segala intensi, niat dan tindakanku boleh berkenan kepada-Mu. Berikanlah kepadaku rahmat untuk menjadi lebih dermawan dalam pikiran, sanggup memperhatikan mereka yang sedang berada dalam kebutuhan dan menyuarakan cinta kasih kepada semua orang.” Amin.
Copyright@17 Juni 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Senin, Juni 15, 2009

206. Apabila Engkau Berdoa, Berpuasa Dan Memberi Derma

Rabu, 16 Juni 2009
Masa Biasa
Bacaan: Matius 6:1-6.16-18
Mengapa Yesus mengingatkan para murid-Nya akan pentingnya “berdoa, berpuasa dan memberi sedekah”? Orang-orang Yahudi memandang ketiga hal ini sebagai pekerjaan utama dari kehidupan keagamaan. Ketiganya dilihat sebagai tanda-tanda kunci yang menentukan kesalehan seseorang, tiga pilar agung yang menjadi penyangga utama kehidupan yang baik. Yesus justru menekankan soal hati (inti) dari berdoa, berpuasa dan memberi sedekah. Ia menantang murid-murid-Nya dengan pertanyaan: Mengapa kamu berdoa, berpuasa dan memberi sedekah? Apakah kamu melakukannya agar orang-orang lain melihatnya dan berpikir positip tentang engkau, dan menaruh rasa hormat yang besar kepadamu? Atau, kamu melakukan demi memuliakan Allah? Yesus mengingatkan para murid-Nya untuk tidak mencari kemuliaan bagi diri sendiri. Kesalehan yang sejati adalah sesuatu yang lebih dari apakah orang lain memandang engkau baik dan menganggap engkau kudus. Kesalehan yang sejati adalah kesetiaan yang penuh cinta kepada Allah. Itu merupakan suatu sikap pesona/kagum, penghormatan yang mendalam, penyembahan dan ketaatan yang total. Itu merupakan suatu hadiah dan karya Roh Kudus yang menyanggupkan kita untuk bertekun dan setia kepada Allah dengan hasrat yang kudus demi mempersilahkan Allah dalam segala situasi dan kondisi hidup kita (bdk. Yes 11:1-2).
Apa ganjaran pasti yang Yesus nyatakan kepada para murid-Nya? Ganjarannya adalah komunio/persatuan dengan Allah, Bapa kita. Hanya di dalam Allah, kita menemukan kepenuhan kehidupan dan kebahagiaan, kebenaran dan cinta serta kegembiraan. Santu Agustinus, Uskup agung dari Hippo pada abad ke-4, menulis doa berikut dalam bukunya yang berjudul Confessions (Pengakuan): “Apabila aku secara sempurna dipersatukan dengan Dikau, ya Allah, di sana tak akan ada lagi duka nestapa, atau godaan-godaan/percobaan-percobaan; hanya dinaungi sepenuhnya oleh Dikau, hidup akan menjadi sempurna.” Tuhan mengganjari mereka yang mencari Dia dalam kerendahan hati dan hati yang bertobat. Ia membarui kita setiap hari dan memberikan kita hati baru yang mencintai dan penuh belaskasih sehingga kita boleh melayani Dia dan sesama dengan hati yang penuh gembira dan dermawan. Kita tentu ingin bertumbuh di jalan keselamatan ini, maka carilah Tuhan dengan penuh pengharapan dalam doa; dengan berpuasa dan dalam kemurahan hati dalam memberi kepada mereka yang sungguh-sungguh membutuhkan uluran tangan kasih.
“Tuhan Yesus, berikanlah kepadaku iman yang hidup, harapan yang kokoh, kemurahan hati yang mendalam, dan cinta yang agung kepada-Mu. Ambillah daripadaku segala yang suam-suam dalam merenungkan Sabda-Mu, dan kepudaran dalam doa. Anugerahkanlah kepadaku kegairahan dan kesukaan dalam memikirkan Dikau dan rahmat-Mu. Penuhilah hatiku dengan rasa peduli terhadap sesama, khususnya orang-orang yang berada dalam kebutuhan. Hanya dengan demikian, aku disanggupkan untuk menjawabinya dengan penuh kemurahan hati”. Amin.
Copyright@15 Juni 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

205. Kasihilah Musuhmu Dan Berdoalah Bagi Yang Menganiaya Kamu

Selasa, 16 Juni 2009
Masa Biasa
Bacaan: Matius 5: 43-48
Saya ingin mengawali renungan pada hari ini dengan mengutip kembali pertanyaan yang sudah diajukan dalam renungan hari kemarin, Senin, 15 Juni 2009. Apakah yang membuat orang-orang Kristen berbeda dari orang-orang lain dan apakah yang membuat Agama Kristen berbeda secara mendasar dari agama-agama lain? Sekali lagi, itu karena Rahmat – cara anda dan saya memperlakukan sesama, bukan berdasarkan apa yang telah mereka perbuat atas dirimu, tetapi harus sesuai dengan kehendak Allah dalam memperlakukan sesama, yakni dengan cinta-kebaikan dan belaskasih. Allah itu murah hati dan baik terhadap yang jahat pun yang baik. Cinta kasih Allah menaungi orang-orang kudus pun para pendosa. Allah mengharapkan kebaikan kita, dan mengajarkan kita untuk mencari dan mengutamakan kebaikan tertinggi dari sesama, pun dari mereka yang membenci dan melakukan penyimpangan terhadap kita. Cinta kasih kita kepada sesama, harus ditandai oleh kebaikan dan belaskasih yang telah Allah tunjukkan kepada kita. Adalah lebih mudah menunjukkan kebaikan dan belaskasih apabila kita melakukannya dengan harapan untuk memperolehnya kembali. Betapa terasa berat dan sulit apabila kita melakukannya tanpa pamrih tertentu. Doa kita bagi sesama yang membuat kita terluka sesungguhnya mematahkan baik kekuatan hukum balas dendam maupun membebaskan kekuatan cinta untuk berlaku baik dihadapan kejahatan. Bagaimana mungkin kita dapat mencintai orang-orang yang telah menyebabkan kita terluka dan menderita? Bersama Allah, tak ada sesuatu apapun yang mustahil. Allah memberikan kekuatan dan rahmat kepada mereka yang percaya dan menerima anugerah Roh Kudus. Cinta-Nya menaklukkan segala, pun hati yang terluka, ketakutan, kemarahan, prasangka dan kesedihan.
Apa yang mau Yesus fokuskan ketika Ia berkata bahwa kita harus sempurna seperti Bapamu di Surga sempurna adanya? Makna asli dari kata “sempurna” dalam bahasa Aram adalah “Kepenuhan” atau “keutuhan” tak kurang dalam hal yang esensial. Allah menganugerahkan kepada kita setiap anugerah kebaikan di dalam Yesus Kristus, sehingga kita tidak berkekurangan terhadap apa yang kita butuhkan untuk melakukan kehendak-Nya dan hidup sebagai putra-putri Allah sendiri. Allah mengenali kelemahan-kelemahan kita, juga dosa-dosa kita lebih baik daripada kita mengenali keterbatasan dan dosa-dosa kita. Dan Ia meyakinkan kita akan cinta kasih, belaskasih, dan rahmat-Nya untuk setia menapaki jalan yang telah Ia tunjukkan. Apakah anda dan saya mau bertumbuh dan berkembang di dalam cinta akan Allah dan cinta akan sesama? Mintalah Roh Kudus untuk mengubah dan membaharui anda seturut gambaran Allah sehingga anda boleh berjalan di dalam kegembiraan, dan kebebesan Injil.
“Tuhan Yesus, cinta-Mu membawa kebebasan dan pengampunan. Penuhilah aku dengan Roh Kudus-Mu dan nyalakanlah hatiku dengan api cinta-Mu yang berkobar-kobar, yang tak akan membuat aku kehilangan kontrol untuk menaburkan damai. Jauhkanlah daripadaku sikap merasa pahit terhadap siapa pun.” Amin.
Copyright@15 Juni 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

204. Gigi Ganti Gigi: Bukan Sikap Kristiani

Senin, 15 Juni 2009
Masa Biasa
Bacaan: Matius 5: 38-42
Jika seseorang menghina engkau atau berusaha untuk mengambil keuntungan daripadamu, seperti apakah tanggapan atau jawaban anda? Apakah anda juga bertekat untuk melakukan hal yang sama? Yesus mendekati persoalan ini dengan menunjukkan suatu pilihan sikap yang sesuai dengan maksud Allah tentang bagaimana seharusnya kita memperlakukan sesama, khususnya orang-orang yang telah berlaku tidak adil terhadap kita. Ketika Yesus berbicara tentang hukum Allah, Ia melakukan hal yang belum pernah dilakukan orang lain sebelumnya. Ia memberikan suatu standar baru yang tidak saja berdasarkan pada tuntutan-tuntutan keadilan, tetapi juga berdasarkan hukum rahmat dan cinta kasih. Yesus memahami dengan sungguh mengenai hukum dan maksud-maksudnya melebihi pemahaman para hakim dan jaksa duniawi. Yesus mengutip dari rekaman hukum yang biasanya diterapkan di dunia ini: “Jika kecelakaan yang membawa maut, engkau harus memberi nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak” (Kel. 21:23-25). Demikian juga hukum yang kerap diterapkan dalam dunia dewasa ini, yang dalam kenyataan sangat kejam, padahal hukum diciptakan/dibuat bukan dengan maksud untuk membalas dendam, sebagai langkah pertama yang harus ditempuh menuju belaskasih dan keadilan. Hukum yang termaktud dalam Kitab Keluaran itu tidak dimaksudkan untuk ditafsir berdasarkan arti kata, tetapi dimaksudkan sebagai suatu pedoman dalam menilai hukuman dan menjatuhkan vonis. Kitab Perjanjian Lama penuh dengan referensi kepada perintah ini: “Kita harus menjadi lebih berbelaskasih. “Janganlah engkau menuntut balas dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri; Akulah Tuhan” (Im 19:18). “Jika seterumu lapar, berilah dia makan roti; dan jika ia dahaga, berilah dia minum air” (Amsal 25:21). “Janganlah berkata sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian kuperlakukan dia. Aku membalas orang menurut perbuatannya” (Ams 24:29). “Biarlah ia memberikan pipi kepada yang menamparnya, biarlah ia kenyang dengan cercaan” (Ratapan 3:30).
Yesus melakukan sesuatu yang sungguh luar biasa. Ia membaharui hukum belaskasih dengan rahmat dan kebaikan yang penuh cinta kasih. Yesus juga membuat hukum itu menjadi lebih jelas, dimana tak ada ruang untuk balas dendam. Kita tidak hanya harus mengelak kejahatan dengan berbuat jahat, tetapi harus mencari dan mengutamakan kebaikan bagi mereka yang telah membuat kita terluka dan menderita. Apakah anda siap menerima penghinaan sebagaimana yang dialami Yesus, tanpa kemarahan pun tanpa kebencian? Apabila anda dipaksa oleh orang lain untuk melakukan lebih dari yang anda pikir untuk memperolehnya, apakah anda menuntut berdasarkan pada hak-hakmu atau apakah anda menanggapinya dengan penuh kasih sayang dan kegembiraan?
Apakah yang membuat seorang Kristen berbeda dari setiap orang lain? Apakah yang membuat Kekristenan lebih jelas dari agama-agama yang lain? Itu karena rahmat – cara memperlakukan orang lain, bukan berdasarkan pada yang telah mereka lakukan, tetapi sesuai dengan apa yang Allah harapkan, yakni penuh cinta kasih, kebaikan dan belaskasih. Hanya Salib Yesus yang dapat membebaskan kita dari tirani kebencian, dendam kesumat, balas dendam, dan kemarahan serta memberikan kepada kita dukungan untuk membalas kejahatan dengan kebaikan. Cuma cinta dan rahmat belaskasih yang memiliki kekuatan untuk menyembuhkan dan menyelamatkan dari kehancuran. Apakah anda dan saya sadar dan tahu kekuatan cinta dan belaskasih Kristus yang menyelamatkan?
"Ya Allah yang penuh kerahiman dan belaskasih, penuhilah hati kami dengan rahmat Roh Kudus, dengan cinta, kegembiraan, damai, kesabaran, kelemah-lembutan, kebaikan, kesetiaan, kerendahan hati dan kontrol diri. Ajarilah kami untuk mencintai mereka yang membenci kami; berdoa bagi mereka. Semoga kami boleh menjadi putra-putri yang selalu siap menyalurkan cinta kasih-Mu, ya Bapa, yang menerbitkan matahari bagi orang jahat dan baik, dan menurunkan hujan untuk orang yang adil dan tak adil. Dalam hal perbedaan, anugerahkan kepada kami rahmat kesabaran; di tengah kemakmuran, jagalah kami untuk selalu bersikap rendah hati”. Amin.
Copyright@15 Juni 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

203. Inilah Darah Perjanjian Yang Ditumpahkan Bagi Banyak Orang

Hari Raya Tubuh Dan Darah Yesus Kristus
Minggu, 14 Juni 2009
Kis 24:3-8; Ibr.9:11-15; Mrk 14:12-16.22-26
Membaca Injil yang ditentukan untuk refleksi kita pada Hari Raya Tubuh dan Darah Tuhan kita Yesus Kristus, serta merta muncul pertanyaan sederhana berikut ini: “Mengapa Yesus menawarkan diri-Nya sendiri sebagai makanan dan minuman?” Yesus telah memilih momen Perayaan Paskah kaum Yahudi untuk memenuhi apa yang telah Ia maklumkan di Kaparnaum yakni memberikan Tubuh dan Darah-Nya sendiri kepada murid-murid-Nya (Yoh 6:51-58). Kembalinya Yesus kepada Bapa melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Perjamuan Paskah Baru, diantisipasi dalam Perjamuan Malam Terakhir dan dirayakan dalam Ekarisiti atau Perjamuan Tuhan yang menyempurnakan Perjamuan Paskah kaum Yahudi dan mengantisipasi Perjamuan Paskah abadi dalam kemuliaan Kerajaan Allah. Inilah satu-satunya perjamuan Yesus yang paling berarti dan kesempatan yang paling penting dalam peristiwa pemecahan roti. Dalam perjamuan ini, Yesus mengidentifikasi roti sebagai Tubuh-Nya dan anggur sebagai Darah-Nya. Ketika Tuhan Yesus meminta murid-murid-Nya untuk makan tubuh-Nya dan minum Darah-Nya, Ia sebetulnya mengundang kita untuk mengambil bagian di dalam hidup-Nya sendiri. Kehidupan yang Ia telah persembahkan itu adalah kehidupan Allah sendiri. Kematian Yesus pada Salib, anugerah tubuh dan darah-Nya dalam perjamuan dan janji-Nya untuk dirayakan kembali bersama para murid ketika Kerajaan Allah datang dalam segala kepenuhannya merupakan mata-rantai yang tak terpisahkan. Yesus meminta para murid untuk melakukan hal ini sebagai peringatan akan Dia. “Setiap kali kamu makan roti ini dan minum dari piala ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1Kor 11:26). Merayakan perjamuan Tuhan sesungguhnya mengantisipasi hari akhirat manakala Tuhan menjamu kembali para murid-Nya secara baru dalam perjamuan perkawinan Anak Domba dan pengantin-Nya di Surga. Apakah anda dan saya sadar akan kegembiraan minum darah Kristus dan mengecap tubuh Kristus dengan sepenuh hati di sekeliling meja perjamuan?
Santu Markus menghubungkan perjamuan akhir dengan kematian Yesus dan kedatangan Kerajaan Allah. Yesus membaharui perjamuan paskah Perjanjian Lama ke dalam perjamuan Perjanjian Baru dalam darah-Nya. Dalam Perjanjian Lama, roti dan anggur dipersembahkan dalam korban sebagai suatu tanda pengakuan dan penghargaan yang luhur kepada Pencipta. Persembahan roti dan anggur Melkisedek, imam dan raja (Kej. 14:18), disempurnakan kembali oleh persembahan yang dibuat Yesus, Imam agung dan Raja. Roti tak beragi pada perjamuan Paskah Yahudi dan mukjizat manna di padang gurun merupakan pemenuhan atas janji kesetiaan Allah kepada umat-Nya. Piala yang terberkati pada perjamuan akhir Paskah Yahudi merujuk kepada harapan Mesianik demi pembangunan Yerusalem. Yesus memberikan suatu makna yang baru dan definitif kepada roti dan piala yang terberkati ketika Ia melembagakan/memeteraikan Perjamuan Tuhan atau Ekaristi. Ia berbicara mengenai kehadiran Tubuh dan Darah-Nya dalam perjamuan yang baru. Ketika pada Perjamuan Akhir Yesus menggambarkan darah-Nya yang ditumpahkan bagi banyak orang demi pengampunan dosa-dosa (Mt 26:28), Ia sesungguhnya mengantisipasi akan peristiwa penyaliban-Nya sebagai suatu pengorbanan demi dosa-dosa. Kematian-Nya pada kayu Salib memenuhi persembahan Anak Domba Paskah. Itulah sebabnya mengapa Yohanes Pembaptis menyebut Dia sebagai Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia. Yesus membuat diri-Nya sendiri sebagai suatu persembahan dan menganugerahkan suatu hadiah yang sungguh berkenan kepada Bapa. Ia mempersembahkan diri-Nya kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat demi menyucikan hati nurani kita (Ibr 9:14), dan menyerahkan diri-Nya bagi kita sebagai korban yang harum bagi Allah (Ef. 5:2). Perjamuan ini merupakan suatu kenangan akan kematian dan kebangkitan-Nya sendiri.
Tatkala kita menerima dari meja Tuhan, kita mempersatukan diri kita dengan Yesus Kristus, yang memungkinkan kita untuk mengambil bagian dalam perjamuan tubuh dan darah-Nya. Santu Ignatius dari Antiokia menyebutnya sebagai “satu roti yang memberikan obat yang tak dapat mati, penangkal kematian, dan makanan yang membuat kita hidup untuk selamanya di dalam Kristus Yesus”. Makanan supernatural ini akan menyembuhkan baik tubuh maupun jiwa kita dan memberikan kekuatan dalam perjalanan kita menuju Surga. Ketika kita mengelilingi meja Perjamuan Tuhan/Ekaristi, apa yang anda harapkan untuk menerima? Penyembuhan, pengampunan, bantuan dan ketenteraman bagi jiwamu? Tuhan memiliki lebih dari apa yang kita harapkan untuk menerimanya, lebih dari yang kita minta dan bayangkan. Buah dari menerima Ekaristi adalah suatu kesatuan yang akrab mesrah dengan Kristus. Ekaristi memperkuat kita dalam kemurahan hati dan menyanggupkan kita untuk mematahkan segala pagar yang memisahkan ciptaan dan untuk menjadi lebih kuat berakar dalam cinta Kristus. Apakah anda dan saya lapar akan Roti Hidup?
Tuhan Yesus, Engkau memberi kami makanan dan menyokong kami dengan kehadiran-Mu sendiri dan kehidupan. Engkau adalah Roti Hidup” dan “Piala Keselamatan”. Semoga aku selalu merasa lapar akan Dikau dan dipuaskan sendiri oleh Dikau”. Amin.
Copyright@14 Juni 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD