Sabtu, Juli 25, 2009

244. Hiduplah Sepadan Dengan Panggilanmu

Minggu Biasa Ke-17
Pesta Santo Yoakim Dan Santa Anna
Minggu, 26 Juli 2009
2Raj 4: 42-44; Ef 4: 1-6; Yoh 6: 1-15
Kita semua tentu mengenal siapa itu Muder Teresa. Tentang Muder Teresa, ada sebuah kisah menarik sebagai berikut. Konon, Muder Teresa diundang untuk menyampaikan pidato perihal karyanya ditengah orang-orang sakit, orang-orang yang berada dalam kondisi sekarat atau yang memprihatinkan, dan anak-anak yatim-piatu. Kemudian, ada seorang peserta, yang tampaknya ingin membantu Muder Teresa, bertanya: “Anda telah melakukan begitu banyak hal untuk membuat dunia ini menjadi suatu tempat diam yang lebih baik. Apa yang dapat kami lakukan?” Muder Teresa sambil tersenyum dan dengan sederhana menjawab: “Cintailah anak-anakmu.” “Ada banyak hal dan cara lain yang dapat anda lakukan, tetapi, itulah hal terbaik. Cintailah anak-anakmu. Cintailah anak-anakmu sepanjang hidupmu dan sejauh kemampuanmu”, lanjut Muder Teresa.
Kata-kata ini sungguh indah dan merupakan sebuah nasihat yang penuh inspirasi. Indah dan inspiratif, bukan hanya untuk para orangtua, para bapa-ibu, tetapi untuk setiap orang karena kita semua dipanggil untuk mencintai. Anda mungkin bertanya: “Bagaimana kita seharusnya mencintai?” Ada banyak jawaban yang dapat ditawarkan, namun ada satu jawaban yang diberikan kepada kita dalam Bacaan Kedua pada Hari Minggu ini. Santu Paulus menulis, “,,,aku menasihati kamu, supaya hidupmu sebagai orangp-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu dan berusahala memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera” (Ef 4:1-3). Paulus memohon agar kita menghayati suatu kehidupan yang pantas seturut panggilan kita. Panggilan kita adalah untuk mencintai. Dan itu merupakan panggilan seorang Kristen Katolik.
Tetapi masing-masing kita masih memiliki suatu panggilan yang khusus: panggilan menjadi orangtua, menjadi seorang istri dan seorang suami, panggilan menjadi seorang putra dan seorang putri, juga panggilan menjadi seorang imam, religius, biarawan dan biarawati. Tuntutannya jelas, yakni hayatilah hidup itu sepadan dengan panggilan kita masing-masing. Sebagai ayah atau ibu yang baik, atau suami atau istri yang baik, pun sebagai putra atau putri yang baik adalah seseorang yang membangun dan memberikan dukungan. Orangtua yang baik, adalah orangtua yang tahu memberi putra-putrinya sesuatu yang lebih. Ketika orangtua meningkatkan atau memajukan pendidikan dan memberikan sokongan kepada anak-anak, ibu-bapa membantu mereka untuk hidup. Jika anak-anak hidup dalam suasana yang penuh toleransi, mereka belajar untuk tahu bersabar, Jika anak-anak hidup dalam atmosfir saling mendukung, mereka belajar percaya diri. JIka anak-anak hidup dalam lingkup yang tahu bersyukur, mereka belajar untuk menghargai. Jika anak-anak hidup dalam iklim kejujuran, mereka belajar untuk berlaku dan bertindak adil. Jika anak-anak merasakan adanya tanggung jawab, keamanan dan perlindungan dalam komunitas keluarga, mereka akan belajar memiliki iman. Jika anak-anak merasakan adanya pengakuan dan restu dalam keluarga, mereka akan belajar menghargai dan menghormati diri mereka sendiri. Jika anak-anak merasakan adanya penerimaan dan persahabatan dalam keluarga, mereka akan belajar untuk menemukan cinta kasih di dalam dunia ini.
Nasihat yang inspiratif dan indah itu, bukan hanya untuk para orangtua, para bapa dan ibu, tetapi juga berguna untuk siapapun dalam segala relasi dengan sesama. Jika kita memberikan dukungan kepada orang lain, kita sesungguhnya meningkatkan kepercayaan diri mereka. Jika kita tahu berterima kasih kepada orang lain, mereka akan menjadi lebih menghargai. Jika kita memperlakukan orang lain dengan jujur mereka akan mengalami keadilan. Jika kita menghargai orang lain, mereka tidak akan merasa rendah diri. Jika kita menerima orang lain dan berlaku baik terhadap mereka, mereka akan menjadi lebih penuh cinta.
Santu Paulus bilang, “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar” (Ef 4:2), dengan kata lain, “Cintailah satu terhadap yang lain.” Pertanyaannya adalah: “Apakah dalam segala sesuatu yang kita lakukan, dilakukan untuk mencintai dan membantu orang-orang lain? Atau, “Apakah kita kadang-kadang justru berusaha untuk merendahkan orang lain, melukai dan menyakiti mereka lewat kata-kata dan perilaku kita?”
Copyright@ 25 Juli 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Jumat, Juli 24, 2009

243. Sanggupkah Anda Meminum Piala Yang Akan "AKU" Minum?

Sabtu, 25 Juli 2009
Pesta Santu Yakobus Rasul
Masa Biasa
Bacaan: Matius 20: 20 - 28
Siapa yang tak ingin menjadi orang pertama, diharagai dan dihormati oleh orang lain? Kita tampaknya memiliki suatu kehausan yang tak terpuaskan akan pengakuan, popularitas, kemasyuran, kuasa dan otoritas. Demikian halnya dengan para murid Yesus, khususnya Yakobus dan Yohanes. Mereka haus akan kuasa, posisi dan otoritas, sehingga harus mendesak ibu mereka menghadap Yesus dan menyodorkan amplop di bawah meja, alias menyogok demi terpuasnya kehausan mereka.
Pada waktu Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk menjadi kelompok inti yang akan mengajar dan menjalankan otoritas spiritual atas nama-Nya, Ia melakukan tanpa pertimbangan akan hal tersebut. Ia mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan pemahaman dunia tentang kuasa, otoritas dan posisi, dengan membalikkan urutan “tuan dan hamba, yang mulia dan yang akar rumput, yang pertama dan yang terakhir.” Yesus mengawinkan otoritas dengan cinta, posisi dengan pengorbanan, dan pelayanan dan penghampaan diri atau kerendahan hati. Otoritas tanpa cinta adalah kasar dan ujung-ujung hanya tahu melayani kepentingan diri sendiri. Posisi tanpa hormat dan perhatian terhadap bawahan hanya akan berbuntut pada brutalisme dan keangkuhan. Dan pelayanan tanpa kedermawanan dan pengorbanan hanya akan membuahkan penghinaan dan tindakan yang tak berperikemanusiaan.

Orang-orang yang ingin melayani bersama Kristus dan menjalankan otoritas dalam Kerajaan Allah harus dipersiapkan untuk mengorbankan – tidak hanya berhubungan sebagian dari waktu, uang dan sumber daya – tetapi segenap kehidupan dan segala miliknya. Yesus menggunakan bahasa kiasan untuk menjelaskan wujud dan model dari pengorbanan yang Ia maksudka. Murid-murid-Nya harus meminum piala-Nya, jika mereka mengharapkan meraja bersama-Nya dalam Kerajaan-Nya. Piala yang Ia maksudkan adalah kepahitan penderitaan penyaliban.

Wujud salib apa yang Yesus kehendaki bagi kita para murid-Nya? Seorang murid Yesus harus siap untuk mempertaruhkan hidupnya setiap hari, dalam kecil-besarnya pengorbanan yang dituntut, bahkan siap juga menumpahkan darahnya demi Kristus dan Injil-Nya. Apa yang membuat pengorbanan itu menjadi sesuatu yang menggembirakan daripada dilihat sebagai suatu beban? Itu adalah cinta – model “cinta yang Allah curahkan ke dalam hati kita melalui Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rm 5: 5). Seorang Bapa Gereja perdana menyimpulkan ajaran Yesus ini dalam ungkapan “melayani adalah memerintah bersama Kristus.” Kita mengambil bagian dalam pemerintahan Allah dengan mempertaruhkan diri kita dalam cinta dan pelayanan yang rendah hati kepada orang-orang lain, sebagaimana telah Yesus lakukan demi kepentingan kita. Siap dan sanggupkah anda mempertaruhkan hidupmu dan melayani sesama sebagaimana telah Yesus ajarkan dan dramatisasikan?
“Tuhan Yesus, jadikanlah aku seorang hamba cinta bagi Kerajaan-Mu, sehingga aku hanya mencari untuk melayani daripada dilayani. Kobarkanlah hatiku dengan cinta sehingga aku boleh memberi dalam kegembiraan dan kedermawanan demi kepentingan dan kemuliaan nama-Mu.” Amin.
Copyright@ 24 Juli 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Kamis, Juli 23, 2009

242. Hukum Tuhan Itu Sempurna, Menyegarkan Jiwa

Jumad, 24 Juli 2009
Masa Biasa
Bacaan: Kel 20: 1-17; Matius 13: 18-23
Bacaan-bacaan hari ini tidak hanya berbicara tentang hukum Tuhan yang tidak hanya tersurat dalam Kitab Keluaran, tetapi juga ketika kita mendengar dan menerima “Sabda Kerajaan….” Santu Matius berkata bahwa Sabda Allah, yang seharusnya aku terima dalam kegembiraan, juga tidak berakar karena kurangnya pemahaman atau karena faktor lingkungan: “kecemasan akan hal-hal duniawi dan iming-iming atau bujuk-rayu kekayaan mencekik pertumbuhan Sabda Allah.
Apa sebetulnya yang tidak dipahami? Perintah-perintah yang dijumpai dalam Kitab Keluaran nampak sangat jelas. Benar bahwa Sepuluh Perintah Allah itu ditujuhkan kepada bangsa Israel, sebuah komunitas pengembara dan kesukuan – bukan kepada komunitas-komunitas terdidik di abad ke-21 ini. Namun apa yang tersurat dan diungkapkan tetaplah sama, yakni tentang kebenaran-kebenaran keselamatan; dan yang harus dibaca dengan mata dan hati yang terbuka. Allah bersabda: “Aku Tuhan, Allahmu….jangan menyembah dewa-dewa lain selain Aku…Aku adalah Allah yang cemburu, yang membalas kesalahan….tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku” (Kel 20: 5). Hukum-hukum dan perintah-perintah Allah dialamatkan kepada bangsa Israel, sebagai bangsa kepilihan, yang lagi dicobai dan mengarahkan perhatian pada dewa-dewa ciptaan manusia. Mereka yang lagi dihantui pencobaan untuk memutuskan relasi cinta dengan Yahwe. Hukum dan perintah-perintah ini diberikan sebagai bukti atau tanda dukungan Yahwe yang harus dijawab sebagaimana mestinya. Hingga dewasa ini, kita mengenali taman para dewa yang bersaing menarik perhatian dan penyembahan – uang, ketenaran, status, narkotik, seks, kemolekan atau keindahan tubuh dan ketagihan-ketagihan lain dalam segala bentuknya.
Di abad ke-21 ini, zaman canggih dan global ini, kita masih tetap mendengar Sabda Allah ini: “Aku adalah Allahmu, Aku adalah Allah yang cemburu…Aku mencintaimu. Aku adalah Allah yang merindukanmu. Ketika aku sadar akan keterlibatanku dalam suatu relasi yang penuh akrab dan cinta dengan Allah, perintah-perintah ini meninggalkan. Sebagaimana Santu Matius pengingil mengingatkan bahwa, cobaan-cobaan akan menjadi semakin tak terasakan atau licik sejalan dengan aku bertumbuh dalam kematangan spiritual. Saya tidak lagi membutuhkan atau menggunakan Sepuluh Perintah Allah untuk menguji kesadaranku. Sebagaimana aku memasuki tahap intimasi dengan Tuhan Yesus, Roh Kudus, Allah, Sang Cinta, aku diundang untuk menguji kesadaranku. Menguji hariku, hidupku, relasiku, dalam terang relasiku dengan Allah. Relasiku dengan Allah menjadi landasan kokoh untuk segala relasiku dengan yang lain: keluarga, sahabat, anak-anak, tetangga dan rekan kerja. Secara bertahap, aku menjadi semakin akrab dengan Yesus, dengan Bapa dan Roh Kudus, aku menjadi semakin menyadari kerinduan dan cinta Allah bagiku dan kehadiran Allah dalam semua relasiku. Dengan penuh kelembutan, Allah akan menampakkan kesalahan-kesalahanku, kelemahan-kelemahanku dan luka-lukaku yang membutuhkan penyembuhan dan cenderung membebaskan sakit pada diriku dan pada orang-orang lain.
Ketika aku bertumbuh dalam keakraban dengan Allah, aku bertumbuh dalam kesadaran akan diriku dan bertumbuh dalam relasi cinta dengan sesama. Ketika aku mencintai, aku sebetulnya hanya menginginkan untuk hidup dan bernapas dan memiliki keberadaanku dalam Kristus. Hukum Tuhan itu sempurna dan, menyegarkan jiwa…”
“Tuhan, bantulah aku untuk menjaga dan melindungi Sabda yang Engkau tanamkan dalam hatiku sehingga tak kebimbangan atau pencobaan boleh menjauhkan aku dari percaya dan mentaati Dikau. Semoga ku menghasilkan buah-buah berlimpah dalam pelayananku dan tidak cemas apalagi takut untuk berbicara tentang Dikau kepada sesama dan berbagi dengan mereka Kabar Gembira Injil.” Amin.
Copyright@ 23 Juli 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Rabu, Juli 22, 2009

Mata Dan Telinga Yang Terbuka Dan Siap Sanggup Melihat Dan Mendengar Sabda Kehidupan

Kamis, 23 Juli 2009
Pesta Santa Bergita Dari Swedia
Masa Biasa
Bacaan: Matius 13: 10-17
Santu Agustinus dari Hippo pernah berkata: “Aku percaya, agar dapat memahami; tetapi dengan memahami kepercayaanku makin sempurna.” Baik iman maupun pengertian, keduanya adalah hadiah dari Roh Kudus. Karunia-karunia ini akan menyanggupkan kita untuk mendengarkan Sabda Allah dan memahaminya dan dengan demikian sekurang-kurangnya kita dapat dibantu untuk mengenal Alah dengan lebih baik dan bertumbuh dalam pengetahuan tentang cinta dan kebenaran Allah.
Dalam Injil hari ini, Yesus mengingatkan para murid-Nya bahwa tidak semua orang akan sanggup memahami ajaran-Nya tentang misteri-misteri Kerajaan Surga. Karena sebagian menutup mata dan telinga mereka bahkan melarikan diri dari kebenaran. Namun ada pula yang melihat dan mengalami secara langsung sehingga menyelami kebenaran dari misteri tersebut. Ironisnya ialah, orang-orang yang menutup mata dan telinga mereka adalah kelompok orang terdidik, kaum cerdik pandai, para profesional di bidang karya mereka. Kaum skeptis ini adalah para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang terlampau sombong, kelewatan membangga-banggakan pengetahuan mereka tentang Kitab Suci dan Hukum Taurat Musa. Mereka mendengar perumpamaan Yesus, juga menyaksikan mukjizat-mukjizat yang dilakukan-Nya, tetapi menolak untuk mengakui Yesus dan menolak untuk menerima Sabda-Nya. Secara spiritual mereka buta dan tuli karena hati mereka tertutup dan pikiran mereka diblokade oleh kesombongan dan prasangka. Bagaimana mungkin, kata mereka, pemuda dari Galilea yang sederhana ini, apalagi anak seorang tukang kayu memiliki pengetahuan yang begitu luas dan dalam, bahkan mengetahui segala sesuatu tentang Allah, daripada para mereka yang dikenali sebagai ahliahli yang mengabdikan diri sepanjang hidup untuk belajar dan mengajar?
Hanya ada satu-satunya hal yang dapat membuka apa yang tertutup, yang membingungkan dan mengacaukan pikiran, yakni hati yang remuk redam dan kehampaan jiwa. Kata “murid” berarti seseorang yang ingin untuk belajar dan dan siap untuk memasrahkan diri kepada kebijaksanaan dan kebenaran yang berasal dari Allah. Mazmur 119 mengungkapkan kegembiraan dan sukacita seorang murid yang mencintai Sabda Allah dan yang berpegang teguh pada Sabda Allah dengan iman dan ketaatan. “Betapa kucintai Taurat-Mu. Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana daripada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi daripada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan” (Mzm 119: 97-99).
Allah hanya menampakkan misteri-misteri Kerajaan-Nya kepada orang yang rendah hati dan percaya yang selalu merindukan Allah dan kebenaran-Nya. Perumpamaan Yesus akan menerangi kita jika kita mendekatinya dengan keterbukaan hati dan pikiran, serta siap membiarkan perumpamaan-perumpamaan itu menantang kita. Jika kita mendekati Sabda Allah dengan sikap acuh tak acuh, skeptis dan tidak percaya, maka kita juga tergolong orang yang punya hati tetapi memahami dan tidak menerima. Sabda Allah hanya dapat berakar dalam sebuah hati yang terbuka dan siap untuk percaya dan memiliki kehendak untuk menghayatinya. Adalah suatu berkat berharga jika kita dapat memiliki mata dan telinga yang terbuka sehingga kita boleh melihat dan memahami misteri-misteri Kerajaan Surga. Semoga Allah membantu kita untuk menjadi terbuka dan siap menerima Sabda Kehidupan yang diberikan kepada kita dengan cuma-cuma sehingga kita akhirnya boleh tinggal dalam Kerajaan itu dengan saudara dan saudari kita.
Ya Roh Kudus, jadilah Guru dan Pembimbingku. Bukalah telingaku untuk mendengarkan Sabda Allah dan juga mata hatiku untuk melihat dan memahami tindak kasih Allah dalam hidupku. Semoga hatiku tidak menjadi tertutup dan telingaku tidak kelelahan mendengarkan suara Kristus.” Amin.
Copyright@ 22 Juli 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Selasa, Juli 21, 2009

Betapa Membaskan Bila Mengizinkan Yesus Mencintai Kita

Rabu, 22 Juli 2009
Pesta Santa Maria Magdalena
Masa Biasa
Bacaan: Kel 16:1-5. 9-15; Yoh 20: 1-2. 11-18
Maria Magdalena yang terkasih,
Mengenangkan pestamu hari ini, aku lebih suka menulis untukmu sebuah refleksi. Aku lebih suka menyebutnya sebagai suatu komtemplasi imajinatif. Bagiku, engkau seorang tokoh penting dalam perjalanan hidup Gereja Perdana, dan seorang sahabat dekat Yesus. Karena itu, aku ingin menghabiskan waktuku hari ini bersamamu, sekaligus ingin mengenalmu lebih baik. Bolehkan Maria?
Aku merasa akan sangat terbantu, dan tentunya bisa mengenalmu, bila aku berangkat dari kisah mengenai latarbelakang kota kelahiranmu, MAGDALA. Usal-usulmu dari kota yang terkenal makmur di bagian Barat pantai Sungai Galilea ini, (semoga aku tidak keliruh, karena aku hanya membacanya berdasarkan peta), memberikan aku landasan kuat untuk berkisah tentang engkau. Maria, aku menduga kalau engkau tidak pernah menikah, karena dalam Injil, namamu tidak pernah disebut dalam hubungan dengan nama seorang lelaki sebagaimana terjadi dengan wanita-wanita lain, seperti Maria istri Yakobus. Dan alasannya karena engkau adalah salah seorang wanita terkaya, yang terlibat dalam dua bisnis terpenting di kota Magdala, yakni pengawetan ikan dan pembuatan kapal atau perahu.
Barangkali ayahmu tidak punya anak laki-laki dan beliau kecepatan meninggal dunia dan meninggalkan engkau mengelola dan mengembangkan semua bisnis tersebut. Mungkin engkau juga tidak membutuhkan dukungan oleh seorang suami dan dengan demikian tak pernah ada pernikahan yang direncanakan untukmu. Atau, aku bisa mereka-reka lebih jauh bahwa lelaki yang engkau kasihi dan yang mungkin direstui ayahmu, juga begitu cepat berpulang ke rumah Bapa di Surga, sebelum kalian menikah. Atau lelaki itu adalah seorang yang tidak setia dan meninggalkan engkau karena merasa bahwa engkau bukanlah seorang wanita biasa.
Apa yang kami ketahui tentang engkau dari Injil-Injil adalah bahwa Yesus membebaskan “tujuh roh jahat” daripadamu dan bahwa engkau mengikuti-Nya bersama dengan Maria ibu Yesus dan wanita-wanita lain yang adalah para dermawan yang membantu Yesus dan para murid-Nya. Roh jahat apa yang telah merasuki engkau, Maria? Aku sungguh ragu bahwa engkau adalah wanita pendosa yang dimaksudkan oleh Injil Lukas yang hadir pada perjamuan yang diadakan Simon untuk Yesus. Aku juga ragu kalau engkau adalah wanita yang hendak dilempari batu sebagaimana dikisahkan dalam Injil Yohanes. Lebih lanjut, seniman pada Abad Pertengahan juga begitu gampang mengidentifikasikan dirimu dengan wanita-wanita tersebut. Padahal dari kisah Injil tertulis bahwa Yesus tidak mengenal wanita-wanita yang disebutkan itu. Besar kemungkinan bahwa perjuanganmu untuk membebaskan diri bukan berhubungan dengan masalah seksual, Maria. Aku kira roh-roh jahat yang engkau perjuangkan itu tidak lain adalah: kekayaan, popularitas dan kesombongan yang telah menjerumuskan engkau di Magdala. Kekayaan, kehormatan dan kesombongan adalah roh-roh yang sangat jahat yang Yesus selalu bicarakan, dan bukan tentang dosa seksual.
Aku kira engkau adalah seorang wanita yang luar biasa dari kota Magdala. Aku dapat menggambarkan engkau sebagai seorang wanita yang istimewah dan sangat berpengaruh di kota para pedagang dan para arsitektur itu. Aku berani bertaruh bahwa engkau tidak punya tandingan. Tak ada wanita yang diajar dengan metode pendidikan yang diterapkan oleh ayahmu. Engkau bijak, pandai dan berpendidikan. Engkau seorang yang sangat berhasil dalam hidup dan itu telah memenangkan bagimu rasa hormat dari orang-orang sekotamu dan barangkali membuat orang-orang pada segan denganmu. Dalam dunia kaum lelaki, engkau telah menjadi seorang pemimpin. Maria…aku yakin bahwa semua itu ada dalam rencana Allah untuk keselamatanmu. Engkau telah dipersiapkan untuk berjumpa dengan Yesus dan dibarui oleh-Nya. Kekayaanmu telah melayani misi Yesus dengan baik dan berhasil.
Bagaimana pertemuan itu terjadi, Maria? Aku menduga bahwa itu terjadi ketika Yesus mengadakan perjalanan misi ke daerah pantai, dan melewati kota Magdala. Sebagai seorang wanita terpandang atau terkemuka di kota itu, sudah tentu engkau ingin bertemu dengan Yesus yang bertandang ke kotamu dan yang akan melakukan banyak hal yang menggemparkan. Engkau bukan seorang wanita Yahudi yang taat Agama/beragama, tetapi engkau berpendidikan dan sungguh memahami persoalan-persoalan Agama dan politik yang sering Yesus bicarakan. Warta Yesus tentang hal-hal ini malah terus menghantui hingga merasuki hatimu. “Jika kamu ingin menyelamatkan hidupmu, kamu harus kehilangan hidupmu.” “Adalah sangat sulit bagi seorang kaya memasuki Kerajaan Surga – lebih mudah bagi seekor untah masuk melalui lobang jarum.” “Ketika Aku lapar, haus, telanjang, sakit, di penjara, kamu tidak berada di sana.” “Orang kaya itu memohon bapa Abraham, agar mengizinkan Lazarus, si miskin itu membawakan setetes air untuknya.” “Kamu tidak dapat melayani dua tuan, Allah dan uang atau kekayaan atau mamon. Mendengar itu, ketujuh roh jahat yang malang itu, langsung lari terbirit-birit dari hatimu, Maria. Dan hatimu sekaligus dikosongkan agar terbuka untuk menerima Yesus, untuk mencintai-Nya dan mengikuti-Nya.
Yesus membutuhkan engkau, Maria. Sudah tentu bahwa segala modal yang engkau miliki mendukung perjalanan misi dan kebutuhan harian mereka. Tetapi, sumbanganmu lebih dari hal-hal ini. Engkau adalah saksi mata atas pengajaran Yesus dan juga mukjizat-mukjizat yang dilakukan-Nya. Engkau hadir di sana bersama Maria, ibu Yesus, pada setiap tapak langkah perjalanan. Aku bisa membayangkan betapa Bunda Maria mengasihi engkau dan bahkan sebagai seorang wanita yang dibangga-banggakannya di jalan mengikuti Putranya. Engkau selalu hadir di sisi Maria, pun ketika para murid Yesus melarikan diri, meninggalkan Dia justru di saat-saat penderitaan. Bunga cintamu di jalan mengikuti Yesus malah berubah jadi sebuah tanur yang kokoh di jalan Tuhan.
Maka pada hari ketiga, ketika engkau pergi ke kubur Yesus dan menemukan kubur itu kosong, justru engkau, Maria, yang kemudian diberkati oleh Allah untuk melihat Tuhan yang bangkit dan hidup kembali. Dan engkau adalah satu-satunya wanita yang dipilih untuk menjadi rasul dari para rasul. Pada hari-hari itu, tak seorang yang akan memilih seorang wanita untuk menjadi seorang saksi. Tetapi, engkau justru terpilih. Para murid akan percaya kepadamu. Engkau sungguh istimewah, Maria. Kesaksianmu dapat dipercayai dan keagungan cintamu patut diteladani.
Maria…aku sangat yakin bahwa jasamu sangat besar dalam perkembangan dan pertumbuhan Gereja perdana. Tetapi, bagaimana kisah kasihmu setelah kesaksianmu tentang Tuha yang bangkit? Aku lagi-lagi menduga, bahwa engkau kembali ke kota Magdala. Di sana, engkau menjadi seorang pewarta iman yang tangguh dan ulet, meski tak satupun catatan pengajaranmu yang dijumpai kini. Tapi aku dapat merasakan dan mendengar semua itu. Dan saya percaya bahwa semua itu tentang Yesus dan tentang betapa sangat membebaskan jika membiarkan Dia mencintai kita.
Copyright@ 21 Juli, 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Saudara Dan Saudari-Ku Adalah Dia Yang Melakukan Kehendak Bapa Di Surga

Selasa, 21 Juli 2009
Peringatan Santu Laurensius - Imam Dan Doktor Gereja
Masa Biasa
Bacaan: Matius 12: 46 - 50
Allah tidak bermaksud agar kita berada sendirian, tetapi berada bersama orang-orang lain, berada bersama yang lain. Ia memberikan kepada kita banyak kesempatan, peluang untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas relasi kita dengan keluarga, para sahabat, para tetangga, rekan kerja dan sesama kita pada umumnya. Tapi, mengapa Yesus tampaknya mengingkari keluarga-Nya sendiri ketika mereka berusaha untuk bertemu dengan Dia? Santu Matius mencatat dalam Injil hari ini: “Siapakah ibu-Ku? Dan siapakah saudara-Ku” (Mt 12:48).
Patut dicatat dan perlu diingat bahwa cinta dan respek Yesus terhadap ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya tidak dapat disangsikan lagi. Ia juga tidak pernah kehilangan kesempatan untuk mengajarkan para murid-Nya suatu pendidikan spiritual dan kebenaran tentang Kerajaan Allah. Pada kesempatan itu, ketika orang-orang banyak berkumpul untuk mendengar pengajaran-Nya, Yesus menunjuk kepada suatu realitas relasi yang lebih tinggi – relasi kita dengan Allah dan dengan orang-orang yang percaya dan hidup sebagai putra-putri Allah. Dan itulah makna kata-kata Yesus tadi, yang tentu menurut kita aneh, bahkan tak akan pernah mungkin kita terima.
Menurut anda, apa sesungguhnya esensi menjadi seorang Kristen Katolik? Sudah pasti bahwa bahwa jawaban kita tentu lebih dari sekedar doktrin, ajaran-ajaran, perintah-perintah, hukum-hukum. Dan memang, pertama-tama dan terutama adalah suatu relasi – suatu hubungan kepercayaan, afeksi atau cinta kasih, komitmen, loyalitas, kesetiaan, kebaikan, kebijaksananaan, belas kasih, kesabaran, nasihat, dukungan, penguatan, perlindungan dan banyak lagi kualitas lain yang mengikat-satukan umat dalam cinta kasih dan kesatuan. Allah menawarkan kepada kita relasi yang paling agung – kesatuan hati, pikiran dan spirit dengan Diri-Nya sendiri, Sang Cinta itu sendiri (1Yoh 4: 8.16). Cinta Allah tak pernah tahu kegagalan, tak ada yang terlupakan, tak tahu kompromi dan tak pernah menipu, tak pernah membiarkan kita terus terbelenggu oleh kekecewaan. Cinta-Nya abadi, kokoh, dan tanpa syarat. Tak pernah yang dapat menghalangi Allah untuk meninggalkan kita, mengingkari kita atau memperlakukan kita secara tidak manusiawi, dan tidak adil. Ia mencintai kita apa adanya kita. Itulah hakikat cinta-Nya. Itulah sebabnya Allah menciptkan kita, mempersatukan kita dengan diri-Nya dan syering dalam cinta dan persatuan-Nya. Allah adalah Tritunggal – Bapa, Putra dan Roh Kudus dan itulah komunitas cinta. Itulah sebabnya Yesus menantang para pengikut-Nya dan sanak famili-Nya sendiri untuk mengenali dan mengakui bahwa Allah adalah sumber sejati dari segala relasi. Allah menghendaki segala relasi kita diurat-akarkan dalam cinta-Nya.
Yesus adalah Cinta Allah yang menjelma, Cinta Allah yang dibuat nampak dalam wujud manusia (1Yoh 4:9-10). Itulah sebabnya Yesus menggambarkan diri-Nya sebagai Gembala yang baik yang mempertaruhkan hidup-Nya bagi domba-domba-Nya dan Gembala yang mencari domba-domba yang nyasar dan tersesat. Yesus malah, menyerahkan hidup-Nya untuk dipaku dan digantung pada Kayu Salib. Semua ini dilakukan-Nya demi kepentingan kita, agar kita dapat diampuni dan dibaharui dalam persatuan dan persahabatan dengan Allah. Justru melalui Yesus kita diperkenankan menjadi putra-putri angkat Allah, saudari dan saudara-Nya sendiri. Itulah sebabnya Yesus menegaskan kepada para murid-Nya bahwa mereka akan memiliki banyak sahabat baru dan hubungan keluarga baru dalam Kerajaan-Nya. Maka Ia berkata: “Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dia adalah saudara Allah dan seorang anggota keluarga-Nya – putri-putra-Nya yang telah ditebus oleh darah agung Kristus sendiri.” Ia mengubah tata aturan tentang sebuah relasi dan menunjukkan bahwa relasi yang benar bukanlah berdasarkan hubungan darah dan daging. Pengangkatan kita sebagai putri-putra Allah membarui semua relasi kita dan menuntut suatu tata aturan baru dalam kesetiaan, pertama-tama kepada Allah dan selanjutnya kepada Kerajaan-Nya yang adil dan damai. Apakah anda ingin bertumbuh dalam cinta dan persahabatan? Izinkanlah Roh Kudus untuk membaharui hati, pikiran dan kehendakmu sehingga anda disanggupkan untuk mencintai dengan bebas dan penuh dermawan sebagaimana Ia mencintai kita.
“Bapa di Surga, Engkau memberkati kami dengan banyak hubungan dan mengundang kami ke dalam komunitas putra-putri-Mu yang telah ditebus oleh Putra-Mu, Yesus Kristus, Tuhan kami. Bantulah aku untuk mencintai sesamaku dengan penuh kemurahan, kebaikan dan belas kasih, seperti Engkau mencintai aku. Dalam segala relasiku dan dalam segala sesuatu yang aku katakan dan perbuat, semoga aku selalu mencari untuk membawa rasa hormat dan kemuliaan.” Amin.
Copyright@21 Juli 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Angkatan Yang Munafik Mencari Tanda

Senin, 20 Juli 2009
Peringatan Santu Apolinarius - Uskup Dan Martir
Masa Biasa
Bacaan: Matius 12: 38 - 42
Menurut anda, apa yang akan Yesus komentari tentang kehidupan manusia angkatan ini atau orang-orang zaman ini? Hari ini, Santu Matius mengingatkan kita tentang peringatan tegas dan keras dari Yesus terhadap orang-orang pada zaman-Nya setelah mereka menuntut sebuah tanda dari-Nya. Menuntut merupakan karakteristik orang-orang Yahudi pada zaman-Nya. Mereka menuntut tanda-tanda dari pada utusan Allah terutama demi membuktikan klaim tertentu tentang status mereka. Yesus mempersalahkan mereka terutama dalam hubungan dengan semangat kemunafikan.
Gambaran tentang kemunafikan sering digunakan dalam Kitab Suci untuk menjelaskan tentang kemurtadan atau ketidaksetiaan kepada Allah. Ketika para pemimpin Agama memaksa Yesus untuk memberikan bukti atas klaim diri-Nya sebagai Putra Allah, Ia dengan tegas mengatakan bahwa diri-Nya sendiri adalah tanda itu sendiri; dan bahwa mereka tidak perlu mengharapakan bukti lebih jauh dari Surga daripada diri-Nya sendiri. Yesus kemudian membungkam kemunafikan mereka dengan memberikan contoh tentang pengalaman Nabi Yunus dan ratu dari Syeba. Dikatakan bahwa orang-orang Ninive mengenali peringatan Allah lalu bertobat ketika Nabi Yunus berbicara kepada mereka (Yunus 3:5). Dan ratu dari Syeba mengakui kebijaksanaan Allah dalam diri raja Salomon (1 Raja 10: 1-9). Nabi Yunus adalah tanda Allah dan wartanya adalah Sabda Allah kepada umat Ninive. Sayang sekali bahwa para pemimpin Agama tidak rela menerima tanda dihadapan mata mereka sendiri. Mereka pernah menolak warta Santu Yohanes Pembaptis dan kini mereka menolak Yesus sebagai satu-satunya utusan Allah, bahkan Putra Allah sendiri.
Tuhan Yesus melalui anugerah Roh Kudus menawarkan kepada kita kebebasan dari dosa dan kebodohan dan Ia memberikan kita kebijaksanaan dan pemahaman sehingga kita boleh bertumbuh dalam pengetahuan akan Allah dan tahu tentang jalan-jalan-Nya. Apakah kita haus akan Allah dan akan kebijaksanaan yang datang dari atas, dari Surga? Rasul Yakobus pernah bilang begini: “Kebijaksanaan atau hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik” (Yak 3:17). Orang yang plinpan dan munafik tidak dapat menerima jenis kebijaksanaan ini. Jika kita ingin menjadi bijaksana di jalan-jalan Allah, maka kita harus merendahkan diri dihadapan Allah, memasrahkan hati dan pikiran kita kepada kehendak-Nya bagi hidup kita. Orang yang lurus hati dan pikiran hanya menghendaki satu hal, yakni Allah menjadi sumber segala kebijaksanaan, kebaikan, kebenaran, dan pengetahuan. Apakah anda ingin menjadi seorang bijak dan penuh cinta kasih sebagaimana Allah adalah Sang Bijak dan Sang Cinta itu sendiri? Mohonlah kepada Roh Kudus untuk memenuhi engkau dengan kebijaksanaan yang datang dari atas dan membebaskan hatimu dari segala yang dapat menyembunyikan tindak cinta kasih Allah dalam kehidupanmu.
“Tuhan Yesus, penuhilah aku dengan Roh Kudus sehingga aku boleh bertumbuh dalam kebijaksanaan dan pengetahuan tentang cinta dan kebenaran-Mu. Bebaskanlah aku dari keangkuhan diri dan kemunafikan sehingga aku boleh seutuhnya berhasrat untuk melakukan apa yang berkenan kepada-Mu.” Amin.
Copyright@20 Juli 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Minggu, Juli 19, 2009

Prinsipiil Lawan Belas Kasih

Minggu Biasa Ke-16
Minggu, 19 Juli 2009
Yer 23: 1-16; Ef 2:13-18; Mrk 6: 30-34
Injil hari ini merupakan sebuah kisah yang menarik bagi mereka yang hanya membaca Kitab Suci demi mencari landasan bagi pembenaran diri atau untuk meloloskan diri. Kisah ini memberikan kepada kita dua gambaran tentang Yesus yang nampaknya saling bertentangan. Pertama, gambaran tentang Yesus sebagai Seorang Pribadi yang tegas, tak tahu kompromi bahkan Seorang yang tidak pekah, yang tidak peduli terhadap kebutuhan orang banyak yang tengah mengharapkan bantuan-Nya. Kedua, gambaran tentang Yesus sebagai Seorang yang peduli, empati, berbelas kasih yang mengundang murid-murid-Nya untuk sejenak menyepi ke tempat yang tenang untuk beristirahat, jauh dari hingar-bingarnya massa yang memohon bantuan Yesus pada saat-saat yang seharusnya tidak perlu.
Berdasarkan pengamatan sekilas, muncul pertanyaan-pertanyaan berikut. Apakah Yesus adalah Seorang yang keras dan tidak fleksibel dalam prinsip, seorang yang sangat disiplin, terpaku pada program; atau apakah Dia seorang yang penuh perhatian, terbuka terhadap program-Nya berdasarkan kebutuhan dan tuntutan kondisi? Apakah Kitab Suci semisal cermin dalam mana pembaca hanya terpaut melihat dan merefleksikan tentang apa yang mereka hadapi? Apakah Kitab Suci hanya menyediakan suatu justifikasi berdasarkan prasangka dan gaya hidup pembaca? Jika demikian, kita tidak lebih baik dari seorang kriminal yang divonis mati yang tengah mencari jalan untuk meloloskan diri.
Kenyataan adalah, di dalam Kitab Suci kita menemukan tidak hanya ajaran dan nasihat yang meneguhkan kita tetapi juga ajaran-ajaran dan nasihat-nasihat yang menantang kita, menantang kita untuk bercermin diri secara jujur. Jika kita membaca Kitab Suci dengan harapan agar Sabda Allah menantang dan mengundang kita untuk mengkritisi gaya hidup kita, maka kita akan dengan mudah melihat bahwa apa yang terpancar keluar dari Injil hari ini adalah gambaran tentang Yesus sebagai Pribadi Yang Berbelas Kasih. Meskipun Yesus barusan tiba demi memenuhi tuntutan untuk istirahat bersama para murid-Nya, Yesus masih juga sanggup memandang wajah mereka yang letih-lesu, memahami kebutuhan mereka, mengubah program-Nya dan menjawabi kebutuhan mereka. Tentu Yesus berhak atas waktu untuk beristirahat, tentu massa tidak punya hak mengganggu privasi-Nya. Tetapi Yesus tidak menuntut hak-hak-Nya itu. Ia tahu bahwa massa membutuhkan Dia untuk membebaskan mereka dari penderitaan mereka.
Bagaimana anda dan saya menanggapi situasi seperti ini? Barangkali kita akan mencaci-maki massa, menuduh mereka sebagai orang-orang yang tidak pekah. Barangkali kita akan meminta para murid untuk mengusir massa dan jika perlu mengadukan mereka ke pengadilan dengan tuduhan melanggar hak-hak privasi kita. Barangkali kita juga akan segera diserang virus amarah yang tak berperikemanusiaan dan melemparkan kritik pedas daripada berusaha untuk mengerti kebutuhan massa. Barangkali dan sebaiknya kita perlu ingat bahwa, belaskasih berarti menempatkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan berusaha untuk melihat dan memahami hal-hal tersebut dari kacamata mereka. Belas kasih adalah “jangan mengeritik saudaramu atau sesamamu hingga anda telah berjalan 100 km dengan memaki sandalnya.”
Maka, jika Yesus begitu berbelas kasih, mengapa Ia berusaha untuk menghindar dari massa? Pun bahwa tindakan itu dapat dilihat sebagai tindakan belaskasih bukan kepada massa tetapi untuk para murid yang sungguh membutuhkan istirahat. “Ia berkata kepada mereka: ‘marilah ke tempat yang sunyi supaya kita sendirian; dan beristirahatlah sejenak. Sebab begitu banyak orang yang datang dan yang pergi sehingga makan pun mereka tidak sempat” (Mrk 6: 31). Keputusan pertama dimotivasi oleh belaskasih kepada para murid, keputusan selanjutnya dimotivasi oleh belaskasih kepada massa. Namun kedua-keduanya dimotivasi oleh kepedulian Yesus sendiri, minat-Nya sendiri. Itu meluluh karena belas kasih dan belas kasih.
Pada hari ini, marilah kita memohon kepada Yesus agar menganugerahkan kepada kita semangat belas kasih, sehingga kita dapat menjadi lebih pekah dan tanggap terhadap kebutuhan sesama di sekitar kita. Dan semoga kita siap untuk menghidupi kehidupan belas kasih, sekalipun itu menuntut kita untuk mengubah program-program kita, termasuk saat untuk istirahat.
"Tuhan Yesus, Engkau menjaga dan melindungi kami dari segala kejahatan. Bantulah aku untuk teguh dan setia pada Sabda-Mu dan percaya akan pertolongan-Mu pada segala situasi. Semoga aku selalu menemukan istirahat dan tempat perlindungan di hadirat-Mu.” Amin.
Copyright@19 Juli 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Sumbu Yang Pudar Nyalanya Tidak Akan Dipadamkan, Hingga Ia membawa Keadilan Kepada Kemenangan

Sabtu, 18 Juli 2009
Masa Biasa
Bacaan: Matius 12: 14-21
Santu Matius dalam Injil hari ini, memaparkan perihal meruncingnya konfrontasi antara Kaum Farisi dan Yesus. Para pemimpin Agama itu menjadi semakin tidak toleran dengan Yesus karena prasangka. Segala sesuatu yang Yesus lakukan dan katakan, tidak benar di mata mereka. Mereka bersekongkol, tidak hanya untuk menentang Yesus, tetapi malah berencana untuk membunuh-Nya. Tetapi Yesus menghadapi tantangan ini dengan keberanian dan ketetapan hati untuk melakukan kehendak Bapa-Nya. Ia malah menggunakan momen yang tampak kritis ini untuk mengajarkan para murid-Nya perihal jalan Allah untuk mencapai keberhasilan dan kemenangan. Satu-satunya cara menuju kemuliaan dalam Kerajaan Allah ialah melalui salib – salib penderitaan dan penghampaan diri yang Yesus tanggung demi keselamatan kita. Kita pun dipanggil untuk memikul salib hidup kita setiap hari – untuk mati terhadap dosa, kebodohan, iri hati, kesombongan, kebencian dan percekcokan – dan mempertaruhkan hidup kita sendiri dalam pelayanan yang rendah hati dan cinta kepada sesama, sebagaimana Yesus lakukan untuk kita.
Santu Matius mengutip dari kisah tentang “hamba yang menderita” yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya untuk menjelaskan bagaimana Yesus, Mesias akan memenuhi misi-Nya – bukan dengan menghancurkan atau meremukkan kekuasaan – tetapi melalui cinta dan pelayanan yang penuh pengorbanan (Yes 42:1-4). Ia memilih ditinggikan pada kayu salib dan mengenakan mahkota duri. Ia disalibkan sebagai Tuhan dan Raja (Yoh 19: 19; Fil 2:11). Tak ada bukti yang lebih besar dari cinta Allah bagi kita daripada korban kematian Putra Allah sendiri demi kepentingan keselamatan kita (Yoh 3:16).
Yesus wafat tidak hanya untuk orang-orang Yahudi tapi bagi semua bangsa kafir. Nabi Yesaya telah meramalkan hal ini berabad-abat sebelumnya, bahwa Mesias akan membawa keadilan bagi bangsa-bangsa kafir. Keadilan menurut pemikiran Yunani berarti memberikan kepada Allah dan kepada sesama apa yang menjadi hak Allah dan hak sesama. Yesus mengajarkan para murid-Nya untuk tidak hanya memberikan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah tetapi juga untuk mencintai Allah tanpa batas sebagaimana Ia mencintai kita tanpa syarat, tanpa batas dan tanpa pamrih.
Yesus membawa keadilan Kerajaan Allah dengan cinta dan belas kasih ilahi. Ia tidak menyakiti kaum lemah atau memperlakukan mereka dengan remeh tetapi menunjukkan pemahaman dan belaskasih. Ia tidak mengecilkan hati para pengecut tetapi memberikan harapan, keberanian dan kekuatan untuk teguh berjuang dalam segala kondisi/situasi. Tak ada pencobaan, kegagalan dan kelemahan dapat menjauhkan kita dari belas kasih dan bantuan yang Yesus tawarkan kepada setiap orang yang memohonnya. Rahmat-Nya adalah cukup pada setiap saat, segala situasi dan setiap tantangan yang kita hadapi. Ketika anda berhadapan dengan pencobaan dan kesulitan, apakah anda berseru memohon bantuan Allah dan rahmat-Nya?
“Tuhan Yesus, cinta dan belas kasih-Mu tidak mengenal batas. Anugerahkanlah kepadaku kekuatan ketika aku lemah; harapan ketika aku dilanda putus asa; damai ketika aku dalam keadaan tertekan; penghiburan ketika aku dalam kesedihan; dan pemahaman ketika aku dalam kebingungan. Jadikanlah aku alat cinta dan damai-Mu kepada mereka yang berada dalam kesulitan dan tanpa pengharapan.” Amin.
Copyright@18 Juli 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD