Jumat, November 28, 2008

37. Berjaga Sambil Berharap dan Berdoa

Sabtu, 29 Nopember 2008

Bacaan : Luk 21: 34-36

Inilah judul yang saya pandang pas untuk hari ini, hari terakhir dari tahun liturgi, berjaga sambil berharap dan berdoa. Saya menyukainya karena menekankan satu aspek sangat positip dalam kehidupan iman, yakni berjaga dalam harapan. Berjaga dalam harapan bisa menghantar orang kepada tindakan lainnya yakni berdoa, menaruh harapan sepenuhnya kepada Allah. Penekanan aspek seperti ini sangat jarang terdengar dalam suatu dunia yang mendewakan kepastian dan kesuksesan. Tetapi hari ini, ibarat hari terakhir suatu pekerjaan, kita justru mendengarkan harapan sebagai ajakan.

Kata Yesus, "berjagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia." Tetapi .... Mengapa di akhir tahun liturgi, kita justru diingatkan lagi tentang berjaga sambil berdoa? Mengapa doa diminta senantiasa dari para murid Yesus?

Yesus sebenarnya sedang berbicara tentang hubungan antara murid-muridNya dengan Allah setelah kepergianNya. Hubungan dengan Allah yang efektif itu mungkin melalui doa, karena berdoa bagi orang Israel sama halnya melihat wajah Allah dan mengalami keselamatan. Itulah sebabnya, orang Israel sangat sering mendoakan, "Tunjukkanlah kepada kami wajahMu ya Allah, dan kami akan selamat."

Kita bersyukur bahwa kita diajarkan untuk berdoa senantiasa. Kiranya hidup kita tak kita lewatkan tanpa doa. Mari kita senantiasa berada di hadiratNya, mari kita berjaga sambil berharap bahwa Tuhan tak pernah membiarkan ungkapan hati kita tanpa jawabanNya.

Tuhan, Engkau mengajarkan kami berdoa. Engkau mengingatkan kami untuk senantiasa berjaga sambil berharap. Dan dalam doa, kami mau menyatakan harapan kami, bahwa Engkau akan menemui kami, sehingga kami bisa melihat wajahMu. Amin.

Copyright © 28 Nopember 2008, by Anselm Meo SVD

Kamis, November 27, 2008

36. Yang Bertahan Hingga Kekal

Jumat, 28 november 2008

Lukas 21, 29-33

“Langit dan bumi akan lenyap, tetapi sabdaku tidak akan lenyap” adalah kata-kata Yesus pada akhir injil hari ini. Yesus menuturkan kata-kata ini berkenaan dengan ramalannya akan kehancuran kota Yerusalem. Ramalan Yesus itu memang terjadi 37 tahun setelah kematian dan kebangkitan Yesus. Apa yang dikatakan Yesus berasal dari pengalaman hidup harian sendiri sebagai orang yang tahu akan masa tanam di tanah Palestina yang mengenal empat musim itu.

Memang setelah musim dingin, mulailah musim semi dimana semua tumbuhan akan mengeluarkan pucuk-pucuk baru dan benih-benih mulai berkecambah. Kemampuan untuk melihat sesuatu yang hari ini ada dan kemudian sore layu ada pada setiap manusia yang memiliki mata untuk melihat apa yang terjadi di sekitar. Yesus sadar itu bahwa setiap manusia memiliki kemampuan itu. Kini Yesus mengajak manusia untuk menggunakan kemampuan itu untuk melihat sesuatu yang lain yang lebih penting dan utama yaitu dirinya sendiri.

Yerusalem, kota yang indah dan megah serta kuat itu menurut Yesus akan dihancurkan, “kamu tidak akan melihat satu batupun akan terletak di atas batu yang lain”, “ketika kamu melihat benih mulai berkecambah, kamu mengetahui bahwa musim panas akan segera tiba”. Ungkapan-ungkapan yang menunjukkan bahwa apa yang dilihat itu akan beralih, hilang lenyap satu sesudah yang lain. Tidak ada yang kekal di atas bumi ini.

Dengan menggunakan latar itu Yesus menegaskan bahwa sabdaNya yang tidak lain adalah dirinya sendiri bertahan sampai kekal, tidak ada batas waktu baginya untuk tetap hidup. Dengan demikian Yesus mengajak para pendengar waktu itu bahwa yang kekal, yang tidak akan musnah ada di depan mata mereka. Itulah Yesus yang sedang berkata-kata kepada mereka. Memang tidak mudah untuk beralih dari kemampuan untuk melihat apa yang terjadi di sekitar untuk sampai pada pengakuan bahwa Yesus Kristus memang adalah Kekal dan Tidak dapat musnah.

Hari ini Gereja memperingati seorang beata Maria Helena Stollenwerk. Seorang Suster SSpS yang dengan sabar dan rendah hati percaya pada Allah yang memanggilnya untuk melakukan hal-hal kecil dengan melayani sepenuh hati para misionaris dan sesama susternya. Dia menjumpai Yesus dalam diri setiap orang yang dilayani sehingga ia teguh dan setia dalam pelayanan itu.

Tuhan, berilah saya mata yang mampu melihat Yesus sebagai pegangan yang teguh sepanjang masa. Amin

Copyright © 27 Nopember 2008, by Paul Tolo SVD

Rabu, November 26, 2008

35. Penyelamatanmu Sudah Dekat

Kamis, 27 November 2008
Bacaan : Lukas 21, 20-28

Membaca dan merenungkan kisah dalam Injil Lukas hari ini, kita bisa jadi merasa takut dan cemas. Sebab Yesus mengisahkan kedatanganNya kembali dengan didahului tanda-tanda alamiah yang dahsyat. “Dan akan ada tanda-tanda pada matahari dan bulan dan bintang-bintang, dan di bumi bangsa-bangsa akan takut dan bingung menghadapi deru dan gelora laut.” Mengapa Yesus mesti menggunakan tanda-tanda alamiah yang dahsyat seperti ini untuk menggambarkan saat kedatanganNya kembali? Satu penafsiran sederhana adalah bahwa dengan menggunakan tanda-tanda alamiah seperti ini, maka para pendengar pada zamanNya akan mudah untuk memahami apa yang Dia maksudkan. Itu yang kemudian dijelaskan Yesus pada perumpamaan selanjutnya mengenai pohon ara dan musimnya.

Bagi kita perumpaan Yesus hari ini tampaknya juga sulit untuk dimengerti. Persoalan justru terletak pada ketakpastian waktu. Yesus hanya memberikan tanda-tanda yang akan terjadi, tanpa memberitahu kapan hari, tanggal, saat dan sebagainya! Cuma apakah kepastian semacam ini perlu sekali bagi kita? Tampaknya bukan ini yang penting bagi Yesus. Kalau kita membaca ayat 28, maka di sana kita akan menemukan jawabannya: “Apabila semuanya itu terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat.”

Jadi yang terpenting di sini adalah momen penyelamatan. Bukan soal kepastian waktu, bukan juga ketakutan akan kehancuran dan kebinasaan. Dan saat penyelamatan itu sesungguhnya sudah mulai sejak saat ini, ketika kita masih berziarah di bumi ini. Dari saat ke saat, persekutuan dan kasih kita pada Yesus sendiri mestinya semakin mempribadi dan mendalam.

Dan bagaimanakah kita bisa melakukannya? Percaya! Meletakkan seluruh diri dan apapun dalam hidup kita padaNya. Atau dalam kalimat sederhana kita bisa berkata: Yesus aku percaya padaMu! Percaya berarti melakukan apa yang dikehendakiNya saat demi saat, dengan sabar, tekun dan setia. Keyakinan kita pada Yesus tak lain karena sabdaNya yang penuh kuasa, secara khusus pada ayat 33: “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataanKu tidak akan berlalu.”

Jika kita sudah memiliki Dia sebagai yang pertama dan utama dalam hati dan hidup kita, maka saat kedatangan Kristus bukan lagi menjadi moment ketakpastian dan menakutkan, melainkan menjadi saat untuk menjumpaiNya dari muka ke muka. Inilah kerinduan setiap orang beriman. Inilah moment penyelamatan kita. Bersatu dan tinggal denganNya hingga keabadian.

Copyright © 26 Nopember 2008, by Paskalis Lina, SVD

34. Bersaksi tentang Kedekatan Kita dengan Kristus

Rabu, 26 Nopember 2008
Bacaan : Lk 21: 12-19

Bacaan yang kita renungkan hari ini memang menantang kita. Mencengangkan sebenarnya, kalau kita harus memahami dengan akal sehat. Bagaimana tidak? Siapa dari antara para muridNya yang tak mengenal bahwa Yesus itu seorang yang sangat baik, bijaksana, dan ajaranNyapun adalah kebijaksanaan yang membantu orang untuk memiliki hidup. Tetapi mengapa kalau mereka yang kini mengikuti Dia dan ajaranNya mesti mengalami penderitaan?

Untuk para murid penyampaian Yesus terasa tak masuk akal. Namun, banyak di antara mereka yang merasakan tantangan dalam kata-kata Yesus. Dan seperti halnya para pendengar Yesus saat itu, kita pasti juga merasakan tantangan itu. Betapa mudahnya kita menemukan di dalam dunia kehidupan kita, banyak kontradiksi terjadi dalam hidup. Orang baik dihukum, sedangkan orang yang jahat dibiarkan bertualangan untuk menyebarkan kejahatan. Nah, hidup para murid Yesus mungkin akan seperti itu. Dan Yesus mengatakan bahwa kalau itu terjadi, jadikanlah sebagai kesempatan untuk memberi kesaksian.

SabdaNya kita dengar hari ini: "kamu akan ditangkap dan dianiaya, kamu akan diserahkan di rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh sebab NamaKu. Hal itu semua akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi."

Mengapa penderitaan dan penganiayaan menjadi kesempatan yang baik untuk bersaksi tentang Yesus dan kuasa kebaikanNya? Mengapa bukannya keberhasilan dalam pewartaan, kesuksesan dalam pelayanan yang menjadi momen untuk memberi kesaksian?

Kalau kita merenungkan lebih dalam, tema penting yang ditampilkan kepada kita hari ini sebenarnya bukan hanya soal memberikan kesaksian sebagai murid dalam penderitaan, tetapi menyentuh juga satu hal yang nampak biasa dan manusiawi. Hal itu adalah soal "kenyamanan dalam relasi kita dengan Yesus Kristus." Relasi dan hubungan kita dengan Yesus akan memampukan kita mengatasi berbagai tantangan, dan lebih dari itu memberikan rasa aman yang sejati, yang bahkan bisa melewati aspek jasmaniah tubuh kita. Iman akan Yesus akan mampu membuat kita tak takut terhadap penderitaan yang dialami tubuh kita, karena merasa bahwa Dia yang kita ikuti menyiapkan sesuatu yang abadi di sana.

Persis inilah kesaksian para pendahulu kita dalam iman, yang karena iman akan Kristus berani menanggung segala penderitaan dengan sukacita. Tak ada ketakutan sama sekali, sebaliknya ada damai, ketenangan dan tak cemas.

Apa yang perlu kita renungkan sekali lagi tentang hidup kita? Saya kira, bacaan hari ini mengajak kita untuk berbangga sekali lagi dengan iman kita akan Kristus, bangga bahwa kita memiliki hubungan dengan Allah seperti dalam Kristus, yang dalam banyak aspeknya memberi inspirasi dalam perjuangan kita, dalam karya kita, dan dalam kontak kita dengan yang lain. Yah ... saya berbangga, karena iman akan Kristuslah, saya ada seperti yang anda temukan hari ini. Nah ... hidup dan karya kita sebenarnya adalah sebuah kesaksian tentang Kristus yang terlibat dalam diri kita, dan kita yang berrelasi erat denganNya.

Tuhan Yesus, kesulitan setiap hari memang lebih ringan dibandingkan dengan penganiayaan. Namun kami ingin juga menjadikannya sebagai kesempatan bersaksi bahwa Engkau terlibat dalam hidu kami, Engkau tak pernah meninggalkan kami. Amin.

Copyright © 25 Nopember 2008, by Anselm Meo SVD

Senin, November 24, 2008

33. “Waspadalah supaya kamu jangan disesatkan.. Janganlah kamu mengikuti mereka.”

Selasa, 25 November 2008

Lukas 21, 5-11
Suatu ketika seorang teman berkata: “Menunggu adalah suatu pekerjaan yang amat membosankan.” Ini memang tepat dan sangat manusiawi. Apalagi kalau yang ditunggu itu sesuatu yang tak pasti. Kapan dia datang? Kapan akan tiba? Bagaimana itu terjadi? Semua menjadi petanyaan yang penuh misteri. Alangkah gembiranya menantikan sesuatu yang pasti, daripada untuk sesuatu yang tak pasti. Dan memang inilah realita harian kita.

Dan Yesus hari ini melalui penginjil Lukas menggarisbawahi “berjaga-jaga dalam kewaspadaan” kepada setiap pengikutNya. Ya..supaya mereka waspada akan hari dan saat kedatangang Anak Manusia, yakni Kristus sendiri. Karena waktu dan hari kedatanganNya yang tak pasti, maka Yesus berkata: “Waspadalah supaya kamu jangan disesatkan.” Waspada memang bukan sebuah penantian yang pasif. Juga bukan sesuatu yang menakutkan. Mungkin ada yang akan bertanya mengapa perlu waspada? Yesus tentu tak mau menakutkan para muridNya dengan pernyataan agar mereka waspada akan jatuhnya hari dan saat yang tak pasti itu. Atau juga dengan segala bencana yang akan terjadi menjelang hari-hari itu. Sebab memang semuanya itu harus terjadi dahulu….

Hal paling utama yang sebenarnya mau ditekankan di sini, yaitu: Janganlah kita memisahkan diri dari atau melupakan Kristus Yesus yang telah kita imani. Yesus yang tetap sama baik 2000 tahun lalu, kini dan nanti. Karena memisahkan diri dari Kristus akan berakibat, seperti kata Yesus dalam Injil hari ini: gampang mempercayai para penyesat yang datang dengan memakai nama Kristus, yang mengatakan akulah dia dan saatnya sudah dekat. Dengan kata lain Yesus sebenarnya mau mengatakan bahwa: Barang siapa yang mengenal dan bersatu denganNya secara mendalam dan pribadi, yang berarti juga adalah murid-murid-Nya, tidak akan mempercayai kata-kata orang ketiga yang menyebut dirinya Kristus. Jadi relasi aku dan Kristus menjadi sangat penting di sini.

Bagaimanakah relasiku sendiri dengan Yesus? Apakah aku sudah menjumpai Dia secara pribadi? Atau Dia masih menjadi “orang lain” dalam hidupku. Mungkin sama seperti orang yang kujumpai di jalan, yang sebentar melempar senyuman padaku dan sesudahnya kulupakan sama sekali? Sekali lagi kewaspadaan tak lain adalah sebuah pertanyaan: Bagimanakah relasiku dengan Kristus? Bagimanakah aku melewatkan hari-hari hidupku? Bersama Dia atau tanpa Dia sama sekali? “Tinggalah padaKu, dan kamu akan berbuah banyak.” Dengan ini, maka berjaga-jaga bukan lagi sebuah penantian yang pasif dan membosankan, melainkan lebih pada bagimana kita menguduskan hari dan saat-saat hidup kita dalam Kristus Yesus sendiri. Jika demikian, kedatanganNya tak lagi menjadi sesuatu yang menakutkan, melainkan justru keselamatan.

Copyright © 24 Nopember 2008, by Paskalis Lina SVD