Sabtu, Juli 04, 2009

223. Berhenti Sejenak Untuk Melihat

Hari Minggu Biasa Ke-14
Minggu, 5 Juli 2009
Yehezkiel 2: 2-5; 2Kor 12:7-10; Mrk 6: 1-6
Pernahkah anda berpikir atau setidaknya membayangkan tentang bagaimana suasananya jika bertemu dengan Yesus dari muka ke muka? Atau, barangkali ingin tahu dan alami bagaimana getar hatimu ketika duduk di hadapan Yesus yang sedang berbicara tentang perumpamaan-perumpamaan dan menjelaskannya satu demi satu? Pastilah anda merasakan suatu kehormatan besar bila pernah mendengarkan Yesus dari dekat dan melihat semua hal yang Ia perbuat.
Berulang kali dalam Injil, kita menemukan bahwa ketika Yesus berbicara atau ketika Ia mengajar dan berkotbah, umat lebih sering masuk ke dalam wilayah kebingungan. Lebih mudah masuk ke dalam pengalaman frutrasi manakala kita membaca atau mendengarkan Injil, karena kita tidak memahami siapa sesungguhnya Yesus – tentang hakikat dan jati diri-Nya yang sesungguhnya. Tampaknya kita kurang bahkan tidak mengerti tentang makna pesan Sabda Allah yang Yesus tengah bicarakan, dan daya atau kekuatan Sabda yang harus kita jadikan sebagai dian atau obor bagi hidup kita. Hal yang sama dialami juga oleh warga masyarakat di kota asal Yesus sendiri. Yesus berbicara tentang kebenaran, tapi mereka kelihatan begitu buta terhadap semuanya itu?
Kalau dicermati sungguh, Injil hari ini merupakan satu bagian yang paling membuat orang frustrasi. Yesus yang dibanggakan sebagai seorang yang bijaksana dan memiliki kesanggupan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang manakjubkan dipandang bertentangan dengan latar belakang hidup-Nya sebagai seorang tukang kayu sederhana, putra Maria. Umat begitu dikacaukan pikirannya oleh ide-ide mereka sendiri tentang siapakah Yesus sesungguhnya dan apa sebetulnya pekerjaan-Nya, dan tidak mengizinakan diri mereka sendiri untuk sungguh mendengar apa yang sedang Ia bicarakan, dan melihat dari dekat tentang apa yang sedang Ia lakukan. Mereka betul-betul menutup kemampuan mereka untuk “melihat” dan melalui keterbukaan dalam melihat dengan sepenuh hati, menjadi sungguh percaya.
Jika kita juga dibuat frustrasi oleh bagian perikop Injil hari ini dan atau bagian-bagian Injil yang mirip, maka itu merupakan suatu peringatan positip untuk berwaspada sehingga kita tidak terjerumus ke dalam sebuah perangkap atau jerat. Bila sikap berjaga kita kendur, maka pastilah kita akan terjerumus ke dalam pencobaan untuk menaruh belaskasih terhadap orang-orang di kota asal-Nya Yesus sendiri, yang sebetulnya tidak mengenali siapa Yesus sesungguhnya, sehingga tidak sanggup pula untuk percaya kepada-Nya. Tetapi, jika kita ingin melakukan hal yang sama, maka kita akan sampai kepada kesadaran akan pengenalan diri kita sebagai orang-orang yang lebih baik dari mereka yang lain. Dan ini akan menghantar kepada sikap bangga atas diri sendiri, yang oleh Santu Agustinus disebut “cinta akan keunggulan diri kita sendiri.”
Bangga akan diri yang berlebihan bahkan buta tentu bukan suatu sikap yang baik karena hal itu hanyalah suatu ilusi atau hayalan bahwa kita telah mengetahui semua hal, dan konsekuensinya ialah mencegah kita dari keinginan untuk menerima sesuatu yang baik dari luar termasuk dari Allah sendiri. Misalnya, kadang kita berpikir bahwa kita tahu segala hal tentang Yesus, tentang siapakah Dia dan tentang Sabda Tuhan yang diajarkan dan dikotbahkan-Nya. Tetapi persoalannya adalah, seringkali kita gagal menghayati tuntutan hidup sebagai murid-murid atau pengikut-pengikut Yesus Kristus. Betapa sering terlihat kontradiksi antara kebanggaan akan pengetahuan kita tentang Yesus dan Sabda-Nya dengan kesanggupan kita untuk memaknai Sabda Allah dalam kehidupan konkrit kita.
Kalau demikian, apa yang seharusnya kita lakukan? Mungkin jawabannya adalah membuka hati kepada kesaksian pengalaman santu Paulus dalam bacaan kedua. Paulus memiliki suatu pengalaman pertobatan, pembaharuan yang dramatis ketika Ia mengalami penampakan Tuhan yang bangkit dalam perjalanannya ke Damaskus. Ini merupakan suatu pengalaman yang sangat mendalam yang sekaligus menjadi landasan utama untuk mengubah seluruh tujuan hidupnya, dari seorang penganiayah Gereja kepada seorang pengkotbah ulung dan pemimpin Gereja yang masyur.
Tidak cuma itu. Santu Paulus juga memahami bahwa apa yang ia ketahui tentang Yesus itulah yang memimpin dia sehingga tidak ada alasan untuk memegahkan diri.. Kelemahannya adalah jalan Allah untuk selalu mengingatkan Paulus tentang siapa sesungguhnya dia sebelum bertemu dengan Yesus. Realitas kelemahan Paulus itulah telah membentuk dia menjadi seorang yang energik bagi Dia yang sungguh ia benci sebelumnya. Semua itulah yang membuat dia tetap rendah hati dan tetap mengharapan bantuan rahmat Allah.
Kesaksian pengalaman Santu Paulus ini pula seharusnya menjadi bagian dari pengalaman hidup kita. Kata “rendah hati” berasal dari kata bahasa Latin untuk “bumi” atau “tanah.” Untuk menjadi orang-orang Kristen yang baik kita perlu bahkan harus mengakarkan kaki kita serat-eratnya pada dasarnya, dan ini berarti mengetahui siapa dan apa sebenarnya diri kita dihadapan Allah. Hal ini penting karena itulah salah satu cara yang dapat membantu kita untuk membuka mata hati kita untuk melihat Yesus secara lebih dekat dan mengenali siapa sesungguhnya Dia. Selanjutnya barulah kita mampu untuk menghayati kehidupan Kristiani yang dibentuk oleh Allah sendiri, peduli terhadap Sabda-Nya, dan terbuka untuk mengubah sikap bahwa pesan Injil memanggil kita kepada-Nya.
Ketika kita tengah dihantui dan dicobai untuk berpikir bahwa kita mengetahui segala sesuatu mengenai Yesus Kristus, hendaklah kita berhenti sejenak dan berpikir lagi tentang hal itu. Marilah kita dengan keberanian mengambil waktu sedetik untuk melihat, dan berusaha untuk menghidupi pesan Injil secara mendalam, seraya memohon agar kita pun diperbolehkan untuk menerima kehidupan yang telah Yesus janjikan kepada kita.
“Tuhan Yesus, Engkau adalah pemenuhan dari segala harapan dan keinginan kami. Roh-Mu membawakan kami rahmat, kebenaran, kehidupan dan kebebasan. Isilah hati dan pikiranku, ya hidupku seutuhnya dengan kegembiraan Injil dan kobarkanlah hatiku dengan cinta dan semangat untuk-Mu dan bagi kehendak-Mu.” Amin.
Copyright@ 4 Juli 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Kamis, Juli 02, 2009

222. Yang Lama Dan Yang Baru Punya Tempatnya Masing-Masing

Sabtu, 04 Juli 2009
Pesta Santa Elisabeth Dari Portugal - Prawan Dan Martir
Masa Biasa
Bacaan: Matius 9: 14-17
Manakah yang seharusnya didahulukan, “berpuasa atau berpesta (bergembira)?” Para murid Yohanes Pembaptis merasa tidak nyaman dengan sikap murid-murid Yesus karena mereka tidak berpuasa. Berpusa merupakan salah satu dari ketiga kewajiban agama yang sangat penting, selain berdoa dan memberi sedekah. Yesus tanggap atas situasi ini, lalu menjawabinya dengan memberikan sebuah penjelasan yang sangat sederhana dan singkat: “Ada saatnya untuk berpuasa dan ada pula saatnya untuk berpesta.” Menapaki jalan sebagai murid-murid bersama Yesus berarti mengalami suatu kegembiraan baru yang utuh dari sebuah relasi. Kegembiraan itu seperti kegembiraan dari sebuah perjamuan pernikahan demi mengayu-bahagiakan pengantin pria dan mempelai wanita. Tetapi akan tiba saatnya di mana para murid Tuhan harus memikul salib penderitaan dan pemurnian/pembersihan. Hidup sebagai murid berarti tak dapat mengelak dari pengalaman kegembiraan di hadapan kehadiran Tuhan dan merayakan kebaikan-kebaikan-Nya, sekaligus ada saat untuk mencari Tuhan dalam kerendahan hati dan berpuasa serta berkabung atas dosa-dosa. Kita tentu tidak pernah ingin untuk melewatkan begitu saja kesempatan untuk bergembira manakala Tuhan hadir bersama kita dan juga tidak pernah mau absen untuk mengungkapkan perkabungan dan kesedihan yang mendalam atas dosa-dosa kita.
Dalam hubungan ini, Yesus, lebih lanjut, mengingatkan para murid-Nya tentang “kesempitan pikiran” karena menolak untuk belajar menerima hal-hal yang baru. Dan demi membantu pemahaman mereka, Yesus menggunakan suatu gambaran yang tidak asing bagi para pendengar-Nya, yakni tentang kantong anggur yang lama dan yang baru. Pada zaman Yesus, anggur diisi dalam kantong-kantong, bukan diisi dalam botol-botol. Anggur yang baru harus diisi ke dalam kantong-kantong baru yang de facto cukup elastis sehingga bertahan terhadap tekanan; sebaliknya bukan pada kantong lama yang akan dengan mudah meledak/robek. Apakah yang dimaksudkan Yesus dengan perbandingan ini? Yesus ingin menegaskan bahwa selalu ada saat dan tempat yang tepat untuk berkabung dan bergembira, demikian juga pasti ada saat dan tempat yang tepat bagi yang lama pun bagi yang baru. Dengan demikian, Yesus sebetulnya tengah mengajarkan suatu kebijaksanaan kepada para murid-Nya pada zaman itu, juga para murid-Nya dewasa ini. Dituntut sikap yang bijaksana dalam menggunakan “yang lama pun yang baru.” Bersikukuh pada yang lama, bukan pilihan sikap yang bijak. Tetapi pikiran dan hati kita juga, haruslah semisal wadah “kulit anggur yang baru”, yang berarti “terbuka dan siap untuk menerima anggur baru berkat daya kuasa dan karya Roh Kudus.”
Tuhan Yesus, penuhilah aku dengan Roh Kudus-Mu, sehingga aku boleh bertumbuh di dalam pengetahuan tentang keagungan cinta dan kebenran-Mu. Tolonglah aku untuk mencari Dikau dalam doa yang benar dan isilah hidupku secara penuh dengan kehendak-Mu. Semoga aku selalu boleh menemukan kegembiraan dalam mengenal, mencintai dan melayani Dikaudan sesama. Santa Elisabeth, bantulah kami dengan doa-doamu." Amin.
Copyright @ 03 Juli 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Rabu, Juli 01, 2009

221. "Ya Tuhanku Dan Allahku"

Jumad, 03 Juli 2009
Pesta Santu Thomas Rasul
Masa Biasa
Bacaan: Yohanes 20: 24-29 (alternatif Mt 9: 9-13)
Pada hari ini kita merayakan Pesta Santu Thomas Rasul. Ada dua pilihan bacaan Injil yang ditawarkan kepada kita untuk direnungkan. Saya cenderung memilih perikop Injil yang kurang lebih berkisah tentang Santu Thomas Rasul. Karena itu, renungan kita hari ini mengacu pada perikop Injil Santu Yohanes 20: 24-29.
Rasul yang paling belakangan atau paling terakhir bertemu dengan Tuhan yang bangkit adalah dia yang paling pertama pergi bersama atau menemani Yesus dalam perjalanan ke Yerusalem pada saat Perjamuan Paskah. Itulah dia, rasul Thomas yang kita kenali bahkan juluki sebagai orang yang kurang percaya, seorang pesimis. Mengapa? Ketika Yesus berniat untuk mengunjungi Lazarus setelah menerima khabar perihal sakit yang dideritanya, Thomas malah berkata kepada para murid lainnya demikian: “Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia” (Yoh 11: 16). Ketika cintanya kepada Tuhan mulai mendalam, Thomas toh masih juga memperlihatkan sikap pengecut atau ketidak-beraniannya untuk menemani Yesus di saat-saat penderitaan dan penyaliban-Nya. Setelah kematian Yesus, Santu Thomas Rasul, lagi-lagi membuat kesalahan dengan memisahkan diri dari kelompok para murid. Ia lebih memilih kesendirian di saat-saat sulit dan penuh penderitaan daripada menjadi bagian dari sebuah persekutuan para murid. Rasul Thomas juga yang meragukan kesaksian wanita yang telah melihat Tuhan yang bangkit, juga kesaksian para murid Yesus lainnya tentang kebangkitan Tuhan. Apakah Santu Thomas Rasul hanya sebatas seorang murid Tuhan yang kurang percaya, seorang yang punya karakter dasar pesismis? Tentu , tidak!, jawabannya! Mengapa?
Ketika akhirnya, Rasul Thomas memiliki keberanian untuk bergabung kembali dengan para murid lainnya, Yesus membuat diri-Nya dikenali olehnya dan menenteramkan hatinya bahwa inilah Dia, Yesus yang sungguh-sungguh telah mengatasi kematian dan bangkit kembali. Serentak dengan itu, Santu Thomas tidak hanya mengenali Tuhan dan Gurunya, tetapi ia sekaligus percaya dengan sepenuh hatinya dan bersaksi bahwa Yesus sungguh Tuhan dan sungguh-sungguh Allah.
Melaui anugerah, hadiah iman, kita juga akan sanggup untuk mengenali kehadiran Tuhan yang bangkit dalam kehidupan pribadi kita. Roh Kudus menampakkan Tuhan Yesus kepada kita dan akan selalu siap membantu kita untuk bertumbuh dalam pengetahuan dan pemahaman mengenai Allah dan jalan-jalan-Nya. Melalui anugerah iman kita pun disanggupkan untuk mewartakan bahwa Yesus adalah sungguh Tuhan kita dan sungguh-sungguh Allah kita. Ia telah mati dan telah bangkit, dan dengan demikian kita memiliki peluang yang seluas-luasnya untuk memiliki hidup baru di dalam-Nya. Sesungguhnya Tuhan menawarkan kepada masing-masing kita kehidupan baru di dalam Roh-Nya yang Kudus sehingga kita boleh mengetahui Dia secara lebih personal dan berjalan di jalan baru kehidupan berkat kuasa kebangkitan-Nya. Kita tentu percaya akan kebenaran Sabda Allah dan akan daya kuasa Roh Kudus?
“Tuhan Yesus Kristus, melalui kemenangan-Mu mengatasi dosa dan kematian, Engkau mengatasi segala kekuasaan kegelapan. Bantulah aku untuk makin mendekatkan diri kepada-Mu dan percaya akan anugerah Sabda Kehidupan-Mu. Penuhilah aku dengan Roh Kudus dan kuatkanlah imanku akan janji-janji-Mu serta harapanku akan kuasa kebangkitan-Mu. Santu Thomas Rasul, doakanlah kami pada Allah, agar seperti engkau kami pun pada akhirnya boleh mengatasi kelambanan iman kami dan menjadi orang-orang yang teguh percaya akan Tuhan yang bangkit.” Amin.
Copyright@ 02 Juli 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

220. Jangan Membiarkan Hal Yang Jahat Bersarang Di Hati, Juga Pikiranmu

Kamis, 02 Juli 2009
Masa Biasa
Bacaan: Matius 9: 1-8
Apa yang melumpuhkan pikiran dan hati serta mencegah kekuatan penyembuhan dari cinta? Jawaban yang tampaknya lebih pasti adalah dosa dan ketertutupan hati untuk mengampuni. Dosa melumpuhkan kita lebih dari yang dapat dimungkinkan diakibatkan oleh penyakit fisik apa pun. Dosa adalah pekerjaan/karya kerajaan kegelapan dan akan terus memperhamba kita. Tak ada jalan pembebasan lain yang sempurna kecuali satu-satunya solusi penyembuhan, kuasa pembersihan lewat menerima dan mengalami pengampunan dari Yesus sendiri.
Model pendekatan dan ungkapan belaskasih Yesus yang dinyatakan dalam tindak penyembuhan terhadap orang-orang sakit dan para pendosa tampaknya selalu menantang rasa nyaman para ahli Taurat dan orang-orang Farisi pada zaman-Nya. Santu Matius memperlihatkan hal ini dengan jelas dalam bacaan Injil hari ini. Dikatakan bahwa ketika seorang lumpuh dibawah kepada Yesus karena iman para sahabatnya, para guru besar agama Yahudi dan para ahli Kitab malah bersungut-sungut seolah-olah tindakan itu salah. Pertama-tama, Yesus menyapa si lumpuh dengan seruan “dosa-dosamu telah diampuni.” Tindakan ini dianggap sebagai hujatan atau fitnahan karena di ruang otak mereka yang terbatas itu cuma terekam pemahaman bahwa hanya Allah yang memiliki otoritas untuk mengampuni dosa-dosa dan melepaskan manusia dari beban-beban kesalahan. Otoritas ini sepenuhnya merupakan hak Allah, pikir mereka. Tetapi, mengapa Pemuda dari kampung Nazareth ini mengklaim sebagai hak-Nya? Lebih lanjut, Yesus tidak hanya membuktikan kepada mereka bahwa otoritas-Nya itu berasal dari Allah, Ia bahkan menunjukkan kuasa yang lebih agung dari cinta dan belaskasih Allah yang menyelamatkan dengan menyembuhkan si lumpuh dari penyakit fisik yang dideritanya. Orang yang dibawah kepada Yesus tidak hanya dilumpuhkan secara fisik tetapi juga secara spiritual. Dan Yesus membebaskan dia dari semua beban kesalahannya dan sekaligus memulihkan kesehatan tubuhnya.
Tuhan selalu siaga untuk membawakan kita penyembuhan pikiran, tubuh dan jiwa. Rahmat-Nya akan membebaskan kita dari kuasa dosa dan dari perbudakan keinginan dan kecanduan atau ketagihan yang berbahaya. Pertanyaannya adalah “Apakah anda lebih suka mengizinkan apa pun yang dapat mencegah anda untuk mengalami kuasa penyembuhan dari Yesus? Atau, anda lebih memilih untuk membiarkan Yesus dengan leluasa menyentuh anda dengan kuasa-Nya yang membebaskan dan menyembuhkan?
“Tuhan Yesus, melalui cinta-Mu yang penuh belaskasih dan pengampunan, Engkau membawa penyembuhan dan pemugaran terhadap tubuh, pikiran dan jiwa. Semoga, kuasa penyembuhan dan cinta-Mu menyentuh setiap bagian dari hidupku – pikiranku-pikiranku yang paling dalam, demikian perasaan-perasaanku, sikap-sikapku, begitu pula ingatanku-ingatanku yang paling dalam. Ampunilah segala pelanggaran dan kejahatanku dan baharuilah aku dengan kekuatan Roh Kudus sehingga aku boleh berjalan dengan penuh percaya diri dalam kebenaran dan kebaikan-kebaikan-Mu.” Amin.
Copyright@ 01 Juli 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Selasa, Juni 30, 2009

219. Semua Orang Datang Kepada Yesus

Rabu, 01 Juli 2009
Pesta Santu Oliver - Uskup Dan Martir
Masa Biasa
Bacaan: Matius 8: 28-34
Pernahkah dalam hidup ini anda mengalami diperdaya oleh kekuatan jahat yang melampaui kekuatanmu? Dalam Injil hari ini, Santu Matius berkisah perihal pengalaman dua lelaki yang lagi dibuat tak berdaya oleh kekuatan roh-roh jahat dan menjumpai Yesus, satu-satunya Pribadi yang dapat membebaskan mereka dari kungkungan kekuasaan roh-roh jahat tersebut. Ceritera yang sama dapat kita jumpai pula dalam Injil Lukas dan Markus. Keduanya berkisah tentang pengalaman seorang lelaki yang dirasuki oleh satu legion (kurang lebih sama dengan 6.000 tentara) agen-agen kegelapan ini (Mrk 5:9; Lk 8:30). Untuk orang-orang Palestina, masalah dikepung atau dikungkung oleh kekuatan lain, entah dalam konteks spiritual atau pun fisik, langsung dipahami sebagai suatu teror, yang menaburkan benih ketidaktenteraman malah melahirkan penderitaan dalam hidup. Jaman kita pun telah menjadi saksi tentang pelbagai kejahatan yang tak terkirakan dan perusakan serta penghancuran massa yang dilakukan oleh tangan-tangan penguasa dan kekuatan-kekuatan yang bersenjata. Di tengah kondisi seperti ini, pilihan sikap mana yang sepatutnya kita tempuh? Menatap bisu dan membiarkan kekuatan yang merusak itu merajalela dalam hidup kita, dunia kita dan sejarah hidup manusia? Atau, relakah kita bertekuk lutut pada kaki Yesus sembari memohon penuh harap akan belaskasih dan pembebasan dari segala kuk atau beban yang sangat berat menindih hidup? Sabda Allah mengingatkan kita bahwa tak ada satu pun kekuatan yang merusak yang akan terus menguasai seseorang dari kedamaian dan rasa terbebaskan yang Allah anugerahkan kepada orang-orang yang mencari pertolong kepada-Nya. “Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu. Sebab Tuhan ialah tempat perlindunganmu, Yang Mahatinggi telah kau buat tempat perteduhanmu” (Mzm 91: 7. 9).
Ada hal menarik lain yang bisa kita jumpai dalam kisah Injil hari ini. Santu Matius mengungkapkan bahwa setelah Yesus menaruh belaskasihan kepada kedua lelaki dengan membebaskan mereka dari kekuatan roh-roh jahat, maka seluruh penduduk kota keluar untuk menjumpai Yesus. Belum pernah mereka menyaksikan ada orang yang memilik kekuasaan dan otoritas melawan kekuatan setan sebagaimana dimiliki oleh Yesus. Ada ketakutan serentak melilit hati dan pikiran mereka, yang berbuntut pada permohonan agar Yesus sebaiknya meninggalkan mereka. Pertanyaannya adalah “mengapa mereka tidak ingin agar Yesus tinggal di kota mereka? Barangkali harga demi pembebesan dari kekuasaan jahat dan dosa mengatasi keinginan mereka untuk membayar. Yesus selalu siap dan ingin membebaskan kita dari segala sesuatu yang membutakan kita dan yang mencegah kita untuk mengalami cinta kasih Allah. Apakah anda enggan untuk membayar meskipun hanya dengan membuka diri dan mengizinkan Yesus untuk membebaskan anda dari segala kunkungan kekuatan kegelapan? Apakah anda ingin untuk terus menjadi bagian dari kekuatan yang dapat menghalang-halangi anda dari cinta dan rahmat keselamatan-Nya?
Dengan bantuan Santu Oliver, Uskup dan Martir, kita berdoa: “Tuhan Yesus, bukalah hati dan pikiran kami untuk selalu menyadari kehadiran-Mu yang menyelamatkan. Sanggupkanlah kami untuk selalu berusaha mencintai-Mu dengan sepenuh hati dan dengan segala kekuatan kami. Semoga kami boleh berjalan dalam kebebasan di jalan cinta dan kekudusan-Mu. Semoga tak ada satu kekuatan pun yang sanggup mencegah kami untuk merasakan kegembiraan hidup yang selalu terpancar lewat kehadiran-Mu.” Amin.
Copyright@ 30 Juni 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD

Minggu, Juni 28, 2009

218. Mengapa Kamu Takut, Kamu Yang Kurang Percaya?

Selasa, 30 Juni 2009
Pesta Martir-Martir Pertama Dari Gereja Roma

Bacaan: Matius 8: 23-27

Apakah yang lebih kuat dari ketakutan, pun ketakutan akan kematian? Kitab Suci memberi jawaban bahwa: “Di dalam kasih tidak ada ketakutan. Kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan, sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih” (1Yoh 4: 18). Lebih lanjut di dalam nyanyian Kebijaksanaan Salomo 8: 6 tertulis, “Cinta kasih lebih kuat daripada kematian.”

Lukisan penginjil Matius mengenai Yesus yang lagi tertidur ketika angin ribut menerjang danau dan serentak menyebabkan perahu mereka terombang-ambing hingga hampir tenggelam, sebetulnya mau menegaskan kebenaran tentang “kekerdilan iman” para murid Yesus. Mereka cemas dan takut akan kehidupan mereka, sekalipun Guru dan Tuhan mereka hadir dan menyertai mereka di dalam perahu. Para murid dikuasai oleh ketakutan hingga mata hati dan pikiran mereka tertutup untuk melihat situasi baru yang tengah dihadapi. Ketakutan yang membutahkan itulah yang melahirkan pula pertanyaan berikut: “Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya? (Mt 8: 27). Padahal mereka sebetulnya tahu bahwa siapakah selain Allah yang sanggup meneduhkan angin ribut? Siapakah selain Allah yang mampu melakukan mukjizat itu dan memerintahkan kekuatan alam untuk tunduk kepada Sabda-Nya.

Seperti para murid, kita pun sering kurang percaya bahwa Yesus adalah Allah. Barangkali kita hanya memiliki keyakinan bahwa Yesus adalah seorang yang baik, seorang nabi, dan tentu Dia adalah seorang kudus serta barangkali salah seorang yang sangat penting dalam sejarah manusia. Tetapi, apakah kita percaya bahwa Yesus sungguh-sungguh Allah, barangkali jawabannya tidak semudah kita membalikkan telapak tangan kita. Ajaran bahwa Yesus adalah Allah merupakan hal yang sungguh amat radikal karena ia nampak sebagai suatu syok yang membingungkan manakala kita merasa seolah-olah bergulat sendirian menghadapi pelbagai problema hidup. Kadang terlontar dari bibir kita pertanyaan seperti ini: “Di manakah Allah yang kata-Nya selalu mencintai kita, selalu hadir dan menemani kita dalam ziarah hidup ini, manakala kita menghadapi pencobaan, kesengsaraan bahkan kematian?”

Sebagaimana kepada para murid, demikian kepada kita hari ini, Yesus mengajukan pertanyaan yang sama: “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya? (Mt 8: 26). “Bagaimana kita dapat mengatasi ketakutan dengan iman? Apakah kita mengenali kehadiran Tuhan bersama kita, pun ketika kita sedang berada di tengah kepahitan hidup? Yesus telah menampakkan di dalam diri-Nya bahwa Allah tidak cuma memandang dengan dingin atau menjauhkan diri dari kita dan acuh tak acuh terhadap kehidupan kita tetapi Allah selalu siap untuk melibatkan Diri di dalam kehidupan kita, dunia kita dan sejarah kita. Allah hidup dan berkarya sebagai Seorang Manusia di dalam Diri Yesus dari Nazareth. Jawaban apa yang dirasa benar dan paling tepat demi realisasi semua kebenaran ini bagi kita? Barangkali hanya ada satu jawaban yang benar dan paling tepat yakni Iman yang pasrah tundak dan menyembah serta mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan dan Allah demi kemuliaan Allah Bapa. Iman model ini tidak dapat menuntut bukti berdasarkan keinginan atau hasrat-hasrat kita, tetapi meluluh berdasarkan kehendak bebas Allah dalam memberi. Iman yang selalu terbuka untuk mendengarkan jawaban Yesus, “Ini Aku, jangan takut.”

Tuhan Yesus, semoga aku selalu mengenali kehadiran-Mu yang selalu menyertai aku. Ketika aku harus masuk ke dalam problema hidup atau pun ketakutan, semoga aku menemukan dukungan dan kekuatan untuk menjawab sesuai dengan rencana dan kehendak-Mu sendiri.” Amin.

Copyright © 28 Juni 2009, by : P. Paskalis B. Keytimu, SVD