Kamis, Maret 19, 2009

148. Cinta Kasih Mengatasi Hukum

Jumad, 20 Maret 2008
Masa Puasa

Bacaan : Mk 12: 28-34

Berbicara tentang hukum dalam kehidupan orang-orang Yahudi rupanya bisa membuat kita jadi gemetaran. Bangsa yang satu ini memiliki sekurang-kurangnya 613 hukum, yang diambil dari Perjanjian Lama. Karena tuntutan hukum yang satu sering bertentangan dengan hukum-hukum yang lainnya, moralis Yahudi berusaha membuat suatu perpaduan dari unsur-unsur hukum tersebut. Jalan keluar yang ditempuh ternyata dapat membantu mereka untuk mengetahui hukum-hukum manakah yang seharusnya menjadi prioritas karena tidak menimbulkan konflik batin. Nabi Mika, misalnya, meringkaskan hukum-hukum itu dalam kata-kata sebagai berikut: “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan daripadamu selain berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati dihadapan Allahmu” (Mikh 6:8). Atau seorang Rabbi lainnya (maaf lupa namanya), ketika diminta untuk merangkumkan hukum sambil berdiri dengan satu kaki, ia menjawab katanya “Apa yang membuat kamu membenci dirimu, jangan lakukan itu kepada sesamamu.”

Maka ,tak mengherankan kalau orang Farisi itu menanyakan kepada Yesus, justru tentang “hukum manakah yang paling utama?” (Mrk 12:28), dan bukannya tentang 10 Perintah Allah: Akulah Tuhan Allah….jangan ada allah lain dihadapan-Ku” (Kel 20: 2-3). Ia berpikir lebih baik menanyakan sistesis Yesus sendiri tentang hukum-hukum dan 10 Perintah Allah. Dalam Injil Markus, pertanyaan ini bukannya untuk menguji Yesus, tetapi ia bertanya karena sungguh-sungguh ingin belajar dari Yesus. Barangkali ia dibanjiri dengan konflik yang ia alami dan rasakan dalam hidupnya sendiri ketika harus berhadapan dengan tuntutan perintah-perintah Allah yang penerapannya telah mengalami perubahan. Jawaban akhir yang ditujukannya kepada Yesus adalah: “Benar kata-Mu, Guru, bahwa Dia esa dan bahwa tidak ada allah yang lain kecuali Dia; memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri, adalah jauh lebih utama daripada semua korban bakaran dan korban sembelihan” (Mrk 12:32-33). Jawaban ini tampaknya mengungkap pergumulannya antara kebutuhan untuk mencintai sesama dalam hidupnya dan kebutuhan untuk memenuhi tuntutan ibadah di Kenisah. Yesus memberikan solusi atas masalahnya dengan meyakinkan dia bahwa praksis mencintai Allah dan sesama sesungguhnya mendahalui kebutuhan untuk taat pada tuntuan aturan dan hukum lainnya.

Yesus mengangkat masalah ini dihadapan kaum Farisi karena merekalah yang menciptakan aturan-aturan dan hukum-hukum. Dengan cara ini mereka menjadi mahir dalam hal ketaatan terhadap hal-hal yang remeh temeh dalam kehidupan beriman tetapi tidak sempurna dalam apa yang Yesus sebut “yang terpenting dalam hukum Taurat mereka abaikan, yakni keadilan, belaskasih dan kesetiaan” (Mat 23:23).

Dewasa ini masih ada begitu banyak orang Kristen yang memahami ibadah kepada Allah dalam pengertian mentaati hukum dan perintah-perintah Allah. Kita pergi ke Gereja pada Hari Minggu untuk memenuhi kewajiban Hari Minggu. Kita menjalani Masa Puasa karena ada tuntutan dari Gereja. Kita merayakan peristiwa-peristiwa sepanjang Minggu Suci untuk melaksanakan tugas-tugas Paskah. Yesus mengingatkan kita pada hari ini bahwa apa pun yang kita lakukan sebagai orang-orang Kristen, entah itu di Gereja, dalam kehidupan keluarga ataupun di tempat kerja kita masing-masing, semua ini seharusnya tidak mengalir dari suatu pemahaman tentang kewajiban, tetapi mengalir keluar dari pemahaman kita tentang cinta akan Allah dan cinta kepada sesama. Ketaatan kepada hukum dan aturan bukanlah tugas pertama dari seorang Kristen. Tetapi Cinta adalah yang pertama dan terutama. Amin.

Copyright © 19 Maret 2009 by Paskalis B. Keytimu, SVD

Tidak ada komentar: