Jumat, Agustus 21, 2009

261. Jika Kompetensi Tak Disertai Kerendahan Hati

Sabtu, 22 Agustus 2009

Bacaan : Mt. 23, 1-14

Perikope Injil Mateus hari ini sesungguhnya menghantar kita kepada permenungan tentang keahlian, jabatan dan hal pokok yang mesti menyertainya. Yesus berhadapan dengan para ahli Kitab dan orang Farisi, yang dalam masyarakat Yahudi memiliki kedudukan khusus karena keahlian dan kompentensi mereka di bidang agama dan Kitab Suci.

Dan tentang mereka, Yesus menyampaikan kata-kata ini kepada para muridNya, "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi."

Peringatan Yesus kepada para muridNya untuk tidak mengikuti cara hidup kelompok yang punya kompentensi khusus ini, rupanya didasari pada teladan hidup mereka. Mereka memang menempati kelompok khusus dalam masyarakat karena keahlian mereka. Mereka dihormati, dipandang sebagai titik referensi karena ajaran mereka. Mereka berbicara dalam berbagai kesempatan, didengarkan dan diminta pendapat tentang berbagai hal. Pokoknya mereka adalah kelompok yang sering menyebut dirinya sebagai orang ahli, pengamat, pemerhati dan memang demikianlah mereka.

Yesus tidak mengeritik keahlian mereka sebagai sesuatu yang buruk. Yang disentuh dan dikritik Yesus bukanlah kelemahan manusiawi mereka, tetapi komitmen dan pandangan diri super yang mereka miliki. Yesus sesungguhnya sedih mendapatkan kenyataan bahwa orang-orang yang seharusnya bisa membantu orang yang lemah, miskin, berdosa serta terpinggirkan dalam masyarakat ini justru menjadi batu sandungan karena keengganan untuk menghidupkan apa yang tengah mereka ajarkan. Yesus ingin agar sejalan dengan kompetensi dan keahlian mereka, orang-orang ini selayaknya mengusahakan suatu cara hidup terpuji, memiliki sikap rendah hati dan menjadi pelayan masyarakat. Jadi yang menjadi persoalan di sini ialah ketika kompentensi tak diseimbangkan dengan kerendahan hati, sehingga apa yang disampaikan ibarat tong kosong tanpa isi, yang nyaring bunyinya.

Ini sesungguhnya sebuah ajakan untuk kita semua. Dalam salah satu segi, kita sebenarnya adalah orang-orang dengan kompentensi khusus, orang yang memiliki peran khusus juga dalam masyarakat. Peran apa yang kita mainkan sebenarnya? Sebagai orang Kristen, kita memiliki kompetensi untuk menjadi pengasih, pelayan dan pengampun. Kita mengemban dalam identitas kita Kristus yang adalah Allah tetapi menghidupkan pelayanan sebagai kharakter misiNya. Kita hari ini diminta sekali lagi dengan kata-kata Yesus ini, "Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu"

Tuhan Yesus Kristus, kami seringkali malu ketika kami dihina karena menjadi pengikutMu, ketika kami diolok-olok karena memperkenalkan hidup dan ajaranMu juga melalui media pewartaan modern seperti ini. Semoga oleh kekuatan RohMu sendiri, kami boleh dengan rendah hati menanggungnya dan terus berkomitmen meningkatkan pelayanan kami dan mengembangkan kompetensi kami demi kepentingan masyarakat. Amin.

Copyright © 22 Agustus 2009, by Ansel Meo SVD

Tidak ada komentar: