Jumat, Maret 06, 2009

135. Mencintai Musuh sebagai Upaya Mendekati Kesempurnaan Allah

Sabtu, 07 Maret 2009
Masa Puasa

Bacaan : Mt 5, 43-48

Merenungkan Injil hari ini, kita dihantar untuk melewati kebiasaan dan kemampuan manusiawi kita. Betapa tidak. Bukan soal mudah untuk mencintai orang yang paling tidak kita sukai, apalagi mencintai seseorang yang dianggap sebagai musuh, sebagai lawan. Saya katakan permintaan Yesus itu melewati batas kemanusiaan kita karena biasanya musuh itu diperhitungkan untuk dibenci, bukan sebaliknya untuk dicintai.

Yesus justru meminta hal ini, ketika Injil hari ini melukiskan, "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. .... Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."

Tetapi apakah sungguh permintaan Yesus itu sungguh dikategorikan sebagai melewati batas kemampuan kita sebagai manusia. Saya kira tidak. Justru permintaan itu menggaris bawahi kenyataan bahwa sebagai manusia kita membutuhkan cinta dan mencintai baik itu kepada seorang yang ada di pihak kita maupun yang menjadi lawan kita. Jadi permintaan Yesus sesungguhnya adalah afirmasi agar kita sungguh hidup sebagai manusia, karena bersama Dia dan dalam Dia, kita semua telah diangkat menjadi anak Allah. Dan karena Allah adalah Bapa yang sempurna, maka mencintai semua baik kawan maupun musuh menjadi upaya paling riil untuk hidup sebagai anakNya.

Penekanan seperti ini memang melampaui ide persekutuan perjanjian Lama. Karena persekutuan di dalam perjanjian lama menunjukkan adanya pemisahan kelompok orang yang menjadi sekutu dan kelompok lainnya sebagai lawan. Kedatangan dan pewartaan Yesus sebaliknya telah menghapuskan pembatasan itu, karena ajarannya tentang Kerajaan Allah menunjukkan bahwa kita semua tanpa kecuali mengambil bahagian dalam hidup sebagai anak Allah. Maka tugas mencintai baik kawan maupun musuh adalah suatu tugas yang melekat erat pada hakikat kita sebagai Anak dari Allah Bapa yang sama.

Kiranya pewartaan Injil ini mempererat kesatuan kita dengan semua yang mengakui Allah sebagai Bapa yang satu dan sama, dan mendorong kita untuk mencintai dan mendoakan semua orang, terutama mereka yang kita anggap sebagai musuh dalam hidup kita.

Tuhan Yesus, semoga kami dengan bantuan rahmatMu selalu mendoakan dan mengusahakan cinta yang tulus kepada siapapun, terutama kepada mereka yang kami pandang sebagai musuh kami. Amin.

Copyright © 06 Maret 2009 by Ansel Meo SVD

Tidak ada komentar: