Selasa, Oktober 13, 2009

305. Soal Rasa Bangga Diri yang Konyol

Rabu, 14 Oktober 2009

Bacaan : Lk 11, 42-46

Mudah ditemukan dalam pengalaman kita orang-orang yang merasa bangga karena termasuk dalam sebuah kelompok atau komunitas yang reputasinya dikenal luas. Entah itu karena ia pernah menjadi alumninya atau karena ia sedang menjadi anggotanya. Biasanya kebanggaan itu muncul berkaitan dengan nama besar, mungkin karena kesuksesan di masa lalu, ataupun karena memang kualitas orang dan program yang ada dalam kelompok itu diakui luas.

Bukan rahasia lagi kelompok orang yang dihadapi Yesus dalam Injil hari ini adalah kelompok orang yang terkenal luas sebagai ahli dan berkompetensi dalam soal-soal agama. Tapi sayangnya, cara hidup mereka saat itu tak mendukung sama sekali kekhususan kelompok mereka. Dan Yesus mengeritik secara langsung dan mengibaratkan mereka sebagai kubur yang tak memiliki tanda. Kata Yesus, "Celakalah kamu, sebab kamu sama seperti kubur yang tidak memakai tanda; orang-orang yang berjalan di atasnya, tidak mengetahuinya."

Mengapa kelompok ini dikritik secara keras oleh Yesus? Tentu bukan karena mereka menjadi anggota kelompok yang sebenarnya didedikasikan untuk menjadi orang-orang yang menolong orang untuk bertemu dengan Allah karena pengetahuan dan kompetensi mereka. Yang jadi soal ialah mereka memang menguasai baik semua aturan hidup keagamaan secara mendetail, dan melakukannya dengan seksama, tetapi melupakan hakikat peraturan itu. Mereka lupa bahwa semua peraturan harus dijalankan berangkat dari jiwanya, yakni menyangkut karya keadilan dan belas kasihan.

Sebuah kritikan yang dialamatkan juga kepada kita, orang-orang yang menyebut diri penganut agama yang benar. Bahwa seringkali kita terikat dengan peraturan lahiriah dan bangga telah memenuhinya dengan tekun, tetapi melupakan karya belaskasihan, kebaikan hati kepada sesama, dan perhatian kepada yang lemah dan tertindas. Menjadi murid Yesus itu tentu satu kebanggan yang pantas. Tapi tak perlu membusungkan dada dan menganggap kita paling pantas berbangga, kalau hidup keagamaan kita tak menghantar kita untuk mendekati sesama kita, menolong mereka di kala diperlukan.

Tuhan, nama kami Kristiani, nama yang kami sematkan dengan mengambil namaMu sendiri. Kami pantas berbangga karena nama itu. Namun tolonglah kami agar kami hidup sesuai dengan nama itu, dengan mempraktekkan karya kasih, keadilan dan kebajikan. Amin.

Copyright © 13 Oktober 2009, by Anselm Meo SVD

Tidak ada komentar: