Senin, Oktober 12, 2009

304. Ketika Hati Manusia Dibaharui Allah

Selasa, 13 Oktober 2009

Bacaan : Lk 11, 37-41

Dewasa ini kita sering sekali menggunakan ungkapan 'pembaharuan', 'transformasi', 'reformasi' sebagai salah satu kunci untuk membangun masyarakat, baik pada masyarakat sipil maupun pada komunitas agama. Sebagai konsekswensi, kita temukan juga ada penghargaan-penghargaan yang diberikan sebagai apresiasi atas keberhasilan orang untuk melakukan pembaharuan. Dan dalam pengalaman, kebanyakan penghargaan diberikan kalau perubahan itu terlihat, terukur, dan ternilai. Hanya sayangnya, banyak kali penilaian yang diberikan sering hanya menyangkut hal fisik, bagian luar dari sesuatu.

Yesus dalam bacaan Injil hari ini menghadapi orang Farisi yang dalam praktek keagamaan mereka sering terlalu menekan aspek luar dari berbagai aturan agama. Ia sedang berada di rumah seorang Farisi yang mengundang Dia, tapi pada kesempatan yang sama mau menggunakan undangan itu untuk menjebak serta mempersalahkan Yesus. Terbukti bahwa orang itu mempertanyakan kenapa Yesus makan dengan tanganNya tak terlebih dahulu dicuci.

Dan Yesus langsung menyampaikan inti ajaranNya tentang apa yang terpenting dalam sebuah praktek keagamaan. Injil menjelaskan demikian, ... tetapi Tuhan berkata kepadanya, "Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu."

Penegasan Yesus ini sesungguhnya mau mengajak si orang Farisi untuk berubah, beralih dari sekedar melaksanakan kehidupan agama demi pemenuhan peraturan kepada sebuah praktek keagamaan yang bersumber dari perubahan hati, karena hati adalah takhta di mana manusia menemui Allahnya. Karena itu pembaharuan hati dan mentalitas interior manusia itu menjadi lebih penting daripada semua tetek bengek peraturan keagamaan. Dan mengubah hati seseorang tak bisa hanya mengandalkan kekuatan manusiawi belaka, namun harus mengandalkan Allah dan rahmatNya. Nah bila inilah yang terjadi, manusia beragama akan menjadi orang yang mempraktekan keadilan, persahabatan, menghargai yang lain sebagai pemberian Allah bagi dirinya.

Sebuah ajakan untuk kita untuk membiarkan diri kita diubah oleh Allah secara bathiniah. Rahmat Allah memampukan kita untuk berubah, tinggal kita membuka diri kita untuk bekerja sama dengan rahmat Allah itu.

Tuhan, kami membiarkan diri kami dibaharui oleh kekuatanMu. Ubahlah kami seturut rencana dan kehendakMu. Amin.

Copyright © 12 Oktober 2009, by Anselm Meo SVD

Tidak ada komentar: