Jumat, Oktober 09, 2009

301. Alasan Mendasar Untuk Berbahagia

Sabtu, 10 Oktober 2009

Bacaan : Lk 11, 27 - 28

Tentu mengejutkan mengetahui bahwa Yesus seolah menyangkal tentang posisi penting ibuNya berkaitan dengan keberadaan dan karyaNya. Secara tersurat, kita merasa bahwa Yesus tak menganggap betapa pentingnya hubungan alamiah antara Dia sebagai anak dan Maria sebagai ibu yang mengandung, melahirkan dan menyusui Dia.

Kita tangkap kesan ini ketika membaca perikop Injil yang sangat singkat hari ini. Injil mengisahkannya demikian, "Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau." Tetapi Ia berkata: "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya."

Apakah Yesus sungguh menganggap remeh peran ibuNya sendiri? Apakah Ia memang tak menganggap penting peran ibuNya dalam karya dan hidupNya? Kalau kita menelusuri kisah-kisah Injil berkaitan dengan kehadiran Maria, sang ibu dan Yesus sendiri, kita bisa saja membenarkan hal itu. Kita tentu ingat bagaimana ia menjawab ibuNya ketika Dia dicari di bait Allah saat berusia 12 tahun. Juga bagaimana Ia menjawab sang ibu di Kana ketika mujisat air menjadi anggur. Dan hari ini ketika seorang memuji ibuNya, tatkala mengagumi Dia yang lagi mengajar banyak orang. Kita bertanya, sungguhkah Ia meremehkan hubungan alamiah diriNya sebagai anak dan Maria sebagai ibuNya?

Rupanya bukan itu yang menjadi konsern utama di sini. Bukannya soal hubungan kekeluargaanlah sebagai sumber kebahagiaan Yesus yang dipandang sebagai penting tetapi kebahagiaan yang lebih besar yang bakal dimiliki semua yang mengimani SabdaNya. Yesus menempatkan di sini soal alasan paling mendasar untuk berbahagia dalam hidup yang berhubungan dengan mendengarkan Sabda Tuhan dan melaksanakanNya.

Yang diremehkan Yesus ialah soal kegembiraan dan kebahagiaan sementara sang ibu di bumi seperti yang dimaksudkan perempuan itu. Kebahagiaan yang demikian tak berarti dibanding dengan kebahagiaan abadi, kebahagiaan spiritual, yang diperoleh seseorang ketika mendengarkan Firman Tuhan dan melaksanakanNya. Dan bila hal ini yang pusat perhatian, maka Maria adalah orang yang dimaksudkan Yesus karena ia sejak semula adalah seorang Hamba Tuhan yang mendengarkan SabdaNya dan menyimpanNya dalam hati serta menjadi pelaksana Sabda Tuhan pada tempat pertama.

Maria menemukan kegembiraan dan kebahagiaan sejati dalam Sabda Tuhan yang adalah Putranya sendiri. Dialah yang pertama-tama menerima Sabda itu dalam hidupNya, dia mengambil resiko berhadapan dengan Sabda Tuhan, dan menjadi murid Sabda itu pada kesempatan pertama.

Melihat Maria, kita bisa mengatakan inilah dia contoh sejati seorang yang menerima dan menghidupkan Sabda Allah pada kesempatan pertama. Dia adalah murid Yesus, karena Ia menerimaNya dalam hidup dan diriNya, Ia menjadikan Yesus bagian hidupNya. Ia pantas berbahagia secara sempurna.

Kita juga seperti Maria adalah Murid Yesus. Apakah kita memiliki alasan seperti Maria untuk disebut sebagai berbahagia? Ya, ketika kita menjadi seorang yang mendengarkan, menerima dan menjelmakan Sabda Tuhan yang kita terima dalam hidup dan pelayanan kita.

Tuhan Yesus, kiranya seperti Maria, kami menjadi murid yang merindukan Engkau, mendengarkan SabdaMu dan mengambil resiko dengan membiarkan SabdaMu mengubah kehidupan kami. Amin.

Copyright © 09 Oktober 2009, by Anselm Meo SVD

Tidak ada komentar: