Kamis, Oktober 23, 2008

01. Tanda yang Paling Besar – ‘InjilNya’

Jumat, 24 Oktober 2008
Bacaan : Lukas 12, 54-59
“Mengapakah kamu tak bisa menilai zaman ini?” itulah pertanyaan Yesus kepada para pendengarNya, yang kita dengar dalam Injil hari ini.
Benarkah para pendengar Yesus tak sanggup membaca tanda zaman? Ataukah karena mereka sering memintaNya tentang suatu tanda agar mereka bisa percaya kepadaNya?
Kehidupan keagamaan kita memang tak bisa dipisahkan dari kehadiran tanda-tanda dan simbol-simbol. Mengapa? Karena agama dan kehidupan rohani berkaitan dengan realitas yang tak kelihatan, tetapi suatu realitas yang berkaitan erat dengan bagaimana manusia menjalani hidupnya.
Soal memberi tanda, Yesus ketika sedang mewartakan Kerajaan Allah yang sedang datang ke dalam dunia, sebenarnya ingin agar para muridNya dan orang banyak mengerti bahwa Kerajaan itu sedang beraksi dalam diriNya, dalam perkataan dan tindakanNya. Tapi ternyata tak satupun yang memahaminya.
Kerinduan Yesus itu masih tetap ada hingga kini. Ia ingin agar kita yang mengimaniNya tahu bahwa Allah dan KerajaanNya tengah ada sekarang ini. Dan salah satu tanda terbesar yang Ia tinggalkan buat kita adalah SabdaNya sendiri.
Sabda Tuhan, itulah pernyataan diri dan kehendak Tuhan yang menghendaki kita bahagia. Sabda Tuhan, itulah undangan Tuhan kepada kita untuk senantiasa kembali dan bertobat. Ia memurnikan, menerangi siapa saja yang berpaling kepadanya. Sabda Tuhan adalah sabda kehidupan.
Kalau demikian, bagaimana kita menanggapinya? Kita sedang mendoakan Sinode para Uskup yang mengambil tema tentang Sabda Tuhan di hari-hari ini. Semoga Roh Tuhan menyanggupkan kita untuk menyediakan diri kita bagi penerimaan akan sabdaNya dan pewartaan dan penyebar-luasan kerajaanNya.
Tuhan, kami sering takut dicap sebagai orang yang ketinggalan zaman. Lihat saja, kami mudah menyesuaikan cara berpakaian kami dengan mode yang kami saksikan lewat layer televisi.
Atau mengeluhkan teknologi yang kelihatannya cepat berubah yang meminta kami turut berubah di dalamnya. Tetapi Tuhan, terhadap SabdaMu, yang sebenarnya selalu berbicara secara baru dalam hidup kami, betapa sering kami tak peduli kepadanya.
Tuhan, bersabdalah sekali lagi. HambaMu mendengarkan. Amin

Copyright © 24 Oktober 2008, by Anselm Meo, SVD

Tidak ada komentar: