Sabtu, 25 Juli 2009
Pesta Santu Yakobus Rasul
Masa Biasa
Bacaan: Matius 20: 20 - 28
Siapa yang tak ingin menjadi orang pertama, diharagai dan dihormati oleh orang lain? Kita tampaknya memiliki suatu kehausan yang tak terpuaskan akan pengakuan, popularitas, kemasyuran, kuasa dan otoritas. Demikian halnya dengan para murid Yesus, khususnya Yakobus dan Yohanes. Mereka haus akan kuasa, posisi dan otoritas, sehingga harus mendesak ibu mereka menghadap Yesus dan menyodorkan amplop di bawah meja, alias menyogok demi terpuasnya kehausan mereka.
Pada waktu Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk menjadi kelompok inti yang akan mengajar dan menjalankan otoritas spiritual atas nama-Nya, Ia melakukan tanpa pertimbangan akan hal tersebut. Ia mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan pemahaman dunia tentang kuasa, otoritas dan posisi, dengan membalikkan urutan “tuan dan hamba, yang mulia dan yang akar rumput, yang pertama dan yang terakhir.” Yesus mengawinkan otoritas dengan cinta, posisi dengan pengorbanan, dan pelayanan dan penghampaan diri atau kerendahan hati. Otoritas tanpa cinta adalah kasar dan ujung-ujung hanya tahu melayani kepentingan diri sendiri. Posisi tanpa hormat dan perhatian terhadap bawahan hanya akan berbuntut pada brutalisme dan keangkuhan. Dan pelayanan tanpa kedermawanan dan pengorbanan hanya akan membuahkan penghinaan dan tindakan yang tak berperikemanusiaan.
Orang-orang yang ingin melayani bersama Kristus dan menjalankan otoritas dalam Kerajaan Allah harus dipersiapkan untuk mengorbankan – tidak hanya berhubungan sebagian dari waktu, uang dan sumber daya – tetapi segenap kehidupan dan segala miliknya. Yesus menggunakan bahasa kiasan untuk menjelaskan wujud dan model dari pengorbanan yang Ia maksudka. Murid-murid-Nya harus meminum piala-Nya, jika mereka mengharapkan meraja bersama-Nya dalam Kerajaan-Nya. Piala yang Ia maksudkan adalah kepahitan penderitaan penyaliban.
Wujud salib apa yang Yesus kehendaki bagi kita para murid-Nya? Seorang murid Yesus harus siap untuk mempertaruhkan hidupnya setiap hari, dalam kecil-besarnya pengorbanan yang dituntut, bahkan siap juga menumpahkan darahnya demi Kristus dan Injil-Nya. Apa yang membuat pengorbanan itu menjadi sesuatu yang menggembirakan daripada dilihat sebagai suatu beban? Itu adalah cinta – model “cinta yang Allah curahkan ke dalam hati kita melalui Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rm 5: 5). Seorang Bapa Gereja perdana menyimpulkan ajaran Yesus ini dalam ungkapan “melayani adalah memerintah bersama Kristus.” Kita mengambil bagian dalam pemerintahan Allah dengan mempertaruhkan diri kita dalam cinta dan pelayanan yang rendah hati kepada orang-orang lain, sebagaimana telah Yesus lakukan demi kepentingan kita. Siap dan sanggupkah anda mempertaruhkan hidupmu dan melayani sesama sebagaimana telah Yesus ajarkan dan dramatisasikan?
“Tuhan Yesus, jadikanlah aku seorang hamba cinta bagi Kerajaan-Mu, sehingga aku hanya mencari untuk melayani daripada dilayani. Kobarkanlah hatiku dengan cinta sehingga aku boleh memberi dalam kegembiraan dan kedermawanan demi kepentingan dan kemuliaan nama-Mu.” Amin.
Copyright@ 24 Juli 2009, by: P. Paskalis B. Keytimu, SVD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar