Jumad, 17 Juli 2009
Masa Biasa
Bacaan: Kel 11: 10 - 12: 14; Matius 12: 1-8
Bacaan pertama pada hari ini nampaknya agak familiar dengan kebanyakan dari antara kita. Bacaan ini biasanya dibacakan sebagai bacaan pertama pada setiap hari Kamis Putih, pada perayaan mengenangkan Perjamuan Akhir Yesus bersama para murid-Nya. Ini merupakan kisah tentang perjamuan Paskah, perjamuan pembebasan bangsa Israel sebelum Malaikat Tuhan melewati rumah-rumah mereka; dan sekaligus sebagai perjamuan peringatan akan karya penyelamatan Allah, yang mesti dirayakan oleh generasi penerus bangsa.
Saya tertarik untuk mengajak kita merenungkan lebih lanjut makna perjamuan itu, terutama sebagai suatu peringatan akan karya atau tindakan penyelamatan Allah. Bagiku hal ini penting karena kelihatan begitu mudah bagi kita untuk melupakan Allah dan karya penyelamatan yang dikerjakan Allah atas nama kita. Dewasa ini, seiring dengan kemajuan zaman, banyak orang lebih cenderung menghabiskan waktunya berjam-jam di depan komputer, sibuk dengan email demi email, dan hanya berusaha untuk mengingat segala hal yang harus ia kerjakan. Kesibukan memungkinkan mereka untuk melupakan. Kesibukan memupuk penyakit lupa ingatan.
Tanpa memori tersebut, saya lebih mudah untuk lupa berterima kasih, tak akan pernah tahu untuk bersyukur. “Bagaimana akan kubalas kepada Tuhan segala kebajikan-Nya kepadaku” (Mzr 116: 12). Tanpa mengingat tindakan penyelamatan Allah, saya akan dengan mudah melupakan bahwa saya adalah milik Allah. “Aku akan mempersembahkan korban syukur kepada-Mu dan akan menyerukan nama Tuhan” (Mzm 116:17). Tanpa memelihara dengan setia ingatan akan karya penyelamatan Allah bagiku, saya tak akan sungguh-sungguh memahami apa yang Yesus maksudkan dengan “Yang Kukehendaki ialah belas kasihan, bukan persembahan” (Mat 12: 7).
Maka, pertanyaannya adalah: “Bagaimana cara kita menempatkan posisi sebagai umat dari komunitas Kristen Katolik yang tidak didera oleh penyakit lupa ingatan? Bagiku, hal pertama yang harus aku lakukan ialah belajar untuk tidak dikuasai oleh “raja super sibuk” agar punya waktu untuk mengingat. Sebaiknya aku mengalokasikan waktuku untuk memperingati, sebagaimana terjadi pada perjamuan Paskah orang Yahudi. Bagaimana dengan anda??
Copyright@ 17 Juli 2009, by : P. Paskalis B. Keytimu, SVD