Sabtu, Oktober 17, 2009

308. Jika Tanpa Cinta akan Tuhan dan Sesama

Sabtu, 17 Oktober 2009
Bacaan : Lk 12, 8-12
Suatu ketika Yesus pernah mengatakan kepada para muridNya bahwa 'orang akan mengenal mereka sebagai muridNya, jikalau mereka saling mengasihi". Kasih satu sama lain menjadi tanda pengenal sejati seorang yang mengakui dirinya murid Yesus.
Injil pada hari ini melengkapi penekanan yang sama tentang kasih terhadap Tuhan dan kasih kepada sesama manusia sebagai jalan keselamatan. Kata Yesus, "Barangsiapa yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa yang menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah."
Jelas di sini bahwa mencintai Tuhan adalah sebuah nilai yang dikehendaki Yesus untuk dihidupkan secara benar oleh para muridNya. Mencintai Tuhan dan mencintai sesama adalah satu tanda pengakuan bahwa Tuhan sesungguhnya adalah tuan atas kehidupan manusia. Dan menjadikan Tuhan sebagai tuan atas kehidupan bisa diwujudkan melalui menghidupkan ajaran Yesus yang tak lain ajaran cintakasihNya.
Bila ini menjadi cara hidup kita, maka dijamin bahwa setiap murid Yesus tak akan pernah memperhambakan diri sendiri bagi segala kecendrungan yang didapatinya oleh kontaknya dengan dunia, tetapi oleh sabda Tuhan ia menemukan dasar untuk menjadi manusia sejati.
Kita berdoa agar kita bisa mengingat selalu bahwa kita dipanggil untuk mencintai sebagai satu panggilan dasar dalam hidup kita. Karena jika kita tak mencintai Tuhan dan sesama kita maka, kemungkinan bahwa kita akan disangkal di hadapan Allah menjadi kenyataan di akhir hidup kita. Kiranya rahmat Tuhan membantu kita menghidupkan panggilan ini. Amin.
Copyright © 17 Oktober 2009, by Anselm Meo SVD

Kamis, Oktober 15, 2009

307. "Perlu Hati-Hati, Tetapi Jangan Takut!"

Jumat, 16 Oktober 2009
Bacaan : Lk 12, 1-7

Adalah wajar bahwa setelah berbagai peringatan keras yang dialamatkan kepada orang Farisi, para ahli Taurat dan cendikiawan Yahudi, Yesus merasa perlu memberikan kata-kata yang menenangkan semua orang yang sedang dengan semangat mendekatiNya dan senang berada di dekatNya. Bahwa cara hidup para elit Yahudi dikritisi oleh Yesus, kita sudah mendengarnya dalam permenungan kita sebelumnya. Hari ini Yesus merangkumkan kata-kataNya dengan mengingatkan mereka yang sedang mengikuti Dia.
KataNya, "Waspadalah terhadap ragi, yaitu kemunafikan orang Farisi..." Sama seperti Sabda Tuhan yang diwartakan Yesus akan berkembang bagaikan ragi, demikian jugalah kemunafikan yang diajarkan oleh para ahli Taurat ini bisa juga berkembang subur bagaikan ragi. Nah di sini diperlukan pilihan kritis para murid Yesus, untuk memilih mana yang penting dan berguna. Dan pilihan untuk memilih tentu diarahkan untuk memilih yang baik, yang dihasilkan oleh Sabda Tuhan sendiri.
Bahwa akan ada penyesatan yang juga bakal berkembang biak, itu tak dapat dipungkiri juga oleh Yesus. Tetapi berhadapan dengan penyesatan dan tantangan itu, seorang murid Yesus tak perlu takut. Demikian kata Yesus lebih lanjut, "Aku berkata kepadamu, hai sahabat-sahabat-Ku, janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Aku akan menunjukkan kepada kamu siapakah yang harus kamu takuti. Takutilah Dia, yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, takutilah Dia!"
Para murid Yesus diberanikan untuk menghadapi tantangan dalam bantuan Tuhan. Ajakan jangan takut sesungguhnya untuk mengingatkan para murid bahwa yang menjadi jaminan bagi mereka tak lain ialah Dia yang adalah pemberi hidup sejati, Dia yang adalah sumber kebenarna sejati. Keinginan untuk mengarahkan hati dan hidup bersumber pada Dia inilah yang akan mengatasi segala ketakutan. Karena itu walaupun para murid mesti berhati-hati terhadap adanya penyesatan, tapi tak perlu takut karena yang menjamin hidup mereka tak lain adalah Tuhan sendiri.
Tuhan Yesus, sabdaMu meneguhkan hati kami. Kami memang perlu hati-hati dan penuh pertimbangan, tetapi jika kami mesti menderita, kami memiliki Engkau sebagai jaminan kehidupan kami. Terimakasih Tuhan. Amin.
Copyright © 15 Oktober 2009, by Anselm Meo SVD

Rabu, Oktober 14, 2009

306. Jika Berusaha Menjauhkan Orang Lain Dari Tuhan

Kamis, 15 Oktober 2009

Bacaan : Lk 11, 47-52

Bukan rahasia lagi kalau dewasa ini ada banyak orang yang tak mau peduli lagi dengan urusan agama. Kata mereka, 'itu urusan pribadi, dan tak perlu orang lain mengatur saya'. Mungkin benar itu urusan pribadi, tapi tokh ada banyak juga yang secara sistematis menghalangi orang lain untuk menghargai agama dan penghayatannya. Simak saja pergunjingan apakah salib perlu ada di tempat umum, di ruangan kelas, dsbnya.

Yesus dalam Injil hari ini menentang para ahli Kitab Suci bukan karena mereka adalah ahli di bidang Kitab Suci dan Sabda Tuhan, tetapi karena cara mereka yang secara sistematis berusaha menghalangi orang yang mau mendengarkan Sabda Tuhan. KataNya, "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu telah mengambil kunci pengetahuan; kamu sendiri tidak masuk ke dalam dan orang yang berusaha untuk masuk ke dalam kamu halang-halangi."

Para ahli Kitab ini seperti halnya para nabi di jaman terdahulu adalah mereka yang mengemban tugas mulia yakni penyambung lidah dan juru bicara Allah dengan menyampaikan Sabda Allah. Mereka dihormati karena tugas ini. Dan ketika mereka berhadapan dengan Yesus yang mengemban tugas yang sama seperti mereka, bahkan menjadi tanda besar kehadiran Allah yang menyertai umatNya, mereka justru mempengaruhi orang banyak untuk tidak mempercayai Yesus. Mereka menghalangi orang banyak untuk mendengarkan Sabda Allah yang keluar dari mulut Yesus. Hal inilah yang ditentang Yesus.

Bahwa walaupun tahu tetapi mereka tak percaya kepada Allah dan mendengarkan SabdaNya, itu urusan mereka. Terserah mereka untuk tinggal dalam kedegilan hati mereka. Bahwa mereka mau tak selamat, itu tak soal, tetapi jangan menghalangi orang untuk selamat. Jangan sampai orang lain tak percaya karena pemberitaan mereka. Kalau ini sampai terjadi maka mereka sungguh celaka. Mereka akan dimintai pertanggungan jawab.

Sebuah himbauan untuk kita para pengikut Yesus jaman ini. Kalau ada keraguan dalam hal iman, itu hal biasa, karena keterbatasan manusiawi kita membuat kita ragu dan tak mengerti. Tetapi jangan sampai keraguan itu diajarkan dan disebarkan kepada yang lain dan mempengaruhi orang untuk tak percaya. Hal ini bisa terjadi dalam keluarga kita ketika orangtua mempengaruhi anak untuk tak percaya kepada Tuhan, bisa terjadi di ruang kelas ketika para guru dan profesor mengajarkan sesat, bisa juga terjadi di ruang publik, ketika para pengambil kebijakan mengkampanyekan sesuatu yang melawan iman. Semua kita akan diminta pertanggungan jawab, bila kita membuat orang sesat.

Tuhan Yesus, semoga kami ingat selalu bahwa sungguh berbahaya bagi kami kalau kami berusaha menjauhkan orang lain daripadaMu. Kiranya SabdaMu mengingatkan kami untuk memberikan kemungkinan agar banyak orang datang dan mendengarkan kebijaksanaanMu. Amin.

Copyright © 14 Oktober 2009, by Anselm Meo SVD

Selasa, Oktober 13, 2009

305. Soal Rasa Bangga Diri yang Konyol

Rabu, 14 Oktober 2009

Bacaan : Lk 11, 42-46

Mudah ditemukan dalam pengalaman kita orang-orang yang merasa bangga karena termasuk dalam sebuah kelompok atau komunitas yang reputasinya dikenal luas. Entah itu karena ia pernah menjadi alumninya atau karena ia sedang menjadi anggotanya. Biasanya kebanggaan itu muncul berkaitan dengan nama besar, mungkin karena kesuksesan di masa lalu, ataupun karena memang kualitas orang dan program yang ada dalam kelompok itu diakui luas.

Bukan rahasia lagi kelompok orang yang dihadapi Yesus dalam Injil hari ini adalah kelompok orang yang terkenal luas sebagai ahli dan berkompetensi dalam soal-soal agama. Tapi sayangnya, cara hidup mereka saat itu tak mendukung sama sekali kekhususan kelompok mereka. Dan Yesus mengeritik secara langsung dan mengibaratkan mereka sebagai kubur yang tak memiliki tanda. Kata Yesus, "Celakalah kamu, sebab kamu sama seperti kubur yang tidak memakai tanda; orang-orang yang berjalan di atasnya, tidak mengetahuinya."

Mengapa kelompok ini dikritik secara keras oleh Yesus? Tentu bukan karena mereka menjadi anggota kelompok yang sebenarnya didedikasikan untuk menjadi orang-orang yang menolong orang untuk bertemu dengan Allah karena pengetahuan dan kompetensi mereka. Yang jadi soal ialah mereka memang menguasai baik semua aturan hidup keagamaan secara mendetail, dan melakukannya dengan seksama, tetapi melupakan hakikat peraturan itu. Mereka lupa bahwa semua peraturan harus dijalankan berangkat dari jiwanya, yakni menyangkut karya keadilan dan belas kasihan.

Sebuah kritikan yang dialamatkan juga kepada kita, orang-orang yang menyebut diri penganut agama yang benar. Bahwa seringkali kita terikat dengan peraturan lahiriah dan bangga telah memenuhinya dengan tekun, tetapi melupakan karya belaskasihan, kebaikan hati kepada sesama, dan perhatian kepada yang lemah dan tertindas. Menjadi murid Yesus itu tentu satu kebanggan yang pantas. Tapi tak perlu membusungkan dada dan menganggap kita paling pantas berbangga, kalau hidup keagamaan kita tak menghantar kita untuk mendekati sesama kita, menolong mereka di kala diperlukan.

Tuhan, nama kami Kristiani, nama yang kami sematkan dengan mengambil namaMu sendiri. Kami pantas berbangga karena nama itu. Namun tolonglah kami agar kami hidup sesuai dengan nama itu, dengan mempraktekkan karya kasih, keadilan dan kebajikan. Amin.

Copyright © 13 Oktober 2009, by Anselm Meo SVD

Senin, Oktober 12, 2009

304. Ketika Hati Manusia Dibaharui Allah

Selasa, 13 Oktober 2009

Bacaan : Lk 11, 37-41

Dewasa ini kita sering sekali menggunakan ungkapan 'pembaharuan', 'transformasi', 'reformasi' sebagai salah satu kunci untuk membangun masyarakat, baik pada masyarakat sipil maupun pada komunitas agama. Sebagai konsekswensi, kita temukan juga ada penghargaan-penghargaan yang diberikan sebagai apresiasi atas keberhasilan orang untuk melakukan pembaharuan. Dan dalam pengalaman, kebanyakan penghargaan diberikan kalau perubahan itu terlihat, terukur, dan ternilai. Hanya sayangnya, banyak kali penilaian yang diberikan sering hanya menyangkut hal fisik, bagian luar dari sesuatu.

Yesus dalam bacaan Injil hari ini menghadapi orang Farisi yang dalam praktek keagamaan mereka sering terlalu menekan aspek luar dari berbagai aturan agama. Ia sedang berada di rumah seorang Farisi yang mengundang Dia, tapi pada kesempatan yang sama mau menggunakan undangan itu untuk menjebak serta mempersalahkan Yesus. Terbukti bahwa orang itu mempertanyakan kenapa Yesus makan dengan tanganNya tak terlebih dahulu dicuci.

Dan Yesus langsung menyampaikan inti ajaranNya tentang apa yang terpenting dalam sebuah praktek keagamaan. Injil menjelaskan demikian, ... tetapi Tuhan berkata kepadanya, "Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu."

Penegasan Yesus ini sesungguhnya mau mengajak si orang Farisi untuk berubah, beralih dari sekedar melaksanakan kehidupan agama demi pemenuhan peraturan kepada sebuah praktek keagamaan yang bersumber dari perubahan hati, karena hati adalah takhta di mana manusia menemui Allahnya. Karena itu pembaharuan hati dan mentalitas interior manusia itu menjadi lebih penting daripada semua tetek bengek peraturan keagamaan. Dan mengubah hati seseorang tak bisa hanya mengandalkan kekuatan manusiawi belaka, namun harus mengandalkan Allah dan rahmatNya. Nah bila inilah yang terjadi, manusia beragama akan menjadi orang yang mempraktekan keadilan, persahabatan, menghargai yang lain sebagai pemberian Allah bagi dirinya.

Sebuah ajakan untuk kita untuk membiarkan diri kita diubah oleh Allah secara bathiniah. Rahmat Allah memampukan kita untuk berubah, tinggal kita membuka diri kita untuk bekerja sama dengan rahmat Allah itu.

Tuhan, kami membiarkan diri kami dibaharui oleh kekuatanMu. Ubahlah kami seturut rencana dan kehendakMu. Amin.

Copyright © 12 Oktober 2009, by Anselm Meo SVD

Minggu, Oktober 11, 2009

303. Tanda yang Hidup

Senin, 12 Oktober 2009

Bacaan : Lk 11, 29-32

Rasanya tak berlebihan kalau kita katakan bahwa hidup kita tak bisa dipisahkan dari TANDA. Kita menggunakan berbagai tanda untuk menjelaskan pikiran dan maksud kita, kita memahami apa yang disampaikan oleh orang lain juga dengan menggunakan tanda. Bukan hanya dalam hidup sebagai warga masyarakat, hidup keagamaan kitapun dipenuhi oleh berbagai tanda. Liturgi kitapun dipenuhi dengan berbagai tanda dengan arti yang sangat kaya.

Kita bertanya, mengapa tanda menjadi begitu vital? Bahkan Injil hari ini mengatakan bahwa orang Yahudi meminta dari Yesus agar memberikan kepada mereka TANDA agar mereka bisa percaya kepadaNya. Dan mengapa mereka bersikeras untuk meminta dari Yesus tanda agar mereka percaya kepadaNya?

Dari jawaban yang disampaikan Yesus, kita bisa langsung memahami mengapa tak akan ada TANDA yang diberikan kepada mereka saat itu. Saya katakan demikian, karena jawaban Yesus menunjuk pada diriNya sendiri sebagai TANDA HIDUP yang sementara mereka alami, tetapi mereka tak mau percaya kepadaNya. Tanda Nabi Yunus dan kedatangan Ratu dari Selatan kepada Salomon untuk mendengarkan kebijaksanaannya, meyakinkan kita bahwa Yesus sedang menunjuk pada diriNya sendiri sebagai Tanda Terbesar.

Mengapa TANDA TERBESAR dan TANDA HIDUP? Karena IA adalah kebijaksanaan Allah yang hadir di tengah manusia jamanNya. Kehidupan dan SabdaNya tidak lain adalah kehadiran keselamatan yang didambakan manusia yang menantikan kedatangan Allah yang menyelamatkan.

Orang-orang pada jamanNya seharusnya percaya begitu mendengarkan kata-kataNya, ajaranNya, perbuatanNya, karena semuanya ternyata menghadirkan kehidupan, kebahagiaan, kedamaian, keselamatan. Orang.orang Israel saat itu sesungguhnya tak memerlukan tanda lain lagi, karena Yesus sendiri adalah KEHADIRAN ALLAH yang mengunjungi umatNya.

Ada memang nada kecewa yang diperlihatkan Yesus berhubungan dengan permintaan saudara-saudara sebangsaNya. Kita tentu juga tak akan menambahkan kekecewaan itu dengan melanjutkan ketidakpercayaan kita kepadaNya. Yesus meninggalkan bagi kita TANDA yang HIDUP, yakni kesaksian hidupNya, kematian dan kebangkitanNya dan juga Sabda kebijaksanaanNya. Masihkah kita memerlukan Tanda lain selain Dia sendiri?

Tuhan Yesus, kami yakin dan percaya Engkaulah Tanda Hidup yang datang dari Allah untuk menyelamatkan kami. Semoga kami mengimani hidupMu dan SabdaMu yang kami terima dan renungkan setiap hari. Amin.

Copyright © 11 Oktober 2009, by Anselm Meo SVD