Jumad, 13 Maret 2009
Masa Puasa
Bacaan : Mat 21:21-33.43.45-46
Salah satu hal menarik dari pengajaran Yesus sebagaimana kita jumpai dalam Injil hari ini yakni Perumpamaan tentang kedua putra, yang mengatakan satu hal dan melakukan hal yang lain. Diminta oleh ayah mereka untuk pergi dan bekerja di kebun anggur, putra yang pertama mengatakan tidak, tetapi kemudian mempertimbangkan kembali keputusannya, lalu melakukan perintah ayahnya. Sedangkan putra kedua, dengan sangat sopan dan yakin menjawab ya, tetapi gagal membuktikan jawabannya. Siapakah yang sesungguhnya melakukan apa yang dikehendaki sang ayah? Tampak jelas bahwa kita akan menjawab, putra pertama yang telah mengatakan tidak kepada ayahnya. Yakinkah kita?
Yesus menceriterakan perumpamaan ini di Kenisah di Yerusalem justru beberapa hari sebelum Ia ditangkap, diadili dan divonis hukuman mati. Selama tiga tahun Ia telah mengajar, mengundang umat untuk bertobat dan percaya kepada Kabar Gembira. Dalam kenyataan, Ia menyaksikan bahwa hanya para pendosa publik, seperti para pemungkut bea dan para pelacur yang menanggapi undangan-Nya. Para pemimpin Agama, kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat, sekalipun setelah mereka merasa bahwa ada kekuatan ilahi dalam pewartaan Yesus, mereka lebih memilih untuk menentang daripada mempercayainya. Sikap yang sama mereka perlakukan pula terhadap Yohanes Pembaptis, sebagaimana Yesus tegaskan: “Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya” (Mt 21:32). Kadang orang-orang beragama begitu mengikuti keyakinan pribadinya, sehingga mereka gagal untuk mendengarkan surara Allah.
Perumpamaan ini menyamakan para pemungut bea dan para pelacur dengan putra yang pertama, yang mengatakan tidak, tetapi kemudian melaksanakan perintah ayahnya; dan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat dengan putra yang kedua, yang dengan entusias menjawab ya, tetapi tidak mewujudkan permintaaan ayahnya. Kelompok yang satu tidak memiliki kata-kata yang baik tetapi punya perbuatan baik. Sementara kelompok yang satunya lagi, memiliki kata-kata yang baik tetapi tidak berhubungan sama sekali dengan perbuatan baik.
Kedua kelompok ini sebetulnya merupakan representasi dari dua model umat dan cara-cara yang berbeda, mereka berhubungan dengan Allah. Ada kelompok orang yang tidak punya kata-kata yang baik, seperti orang-orang yang mengaku tidak punya iman, yang tidak pergi ke Gereja, yang tidak berdoa. Tetapi, kadang-kadang, ketika terjadi ketidakadilan dalam hidup bermasyarakat, justru merekalah orang-orang pertama yang tampil dan mengupayakan ditegakkannya keadilan. Atau, ketika melihat orang-orang yang kedinginan, merekalah yang pertama menyumbangkan selimut; ketika terjadi gempa bumi, merekalah orang-orang pertama yang akan mengurangi anggaran sebungkus rokok demi menyumbangkan kepada para korban. Orang-orang ini memang tidak punya kata-kata yang baik, untuk disampaikan kepada Allah, tetapi ketika mereka melakukan hal-hal baik seperti ini, mereka sebetulnya sedang melakukan apa yang Allah perintahkan kepada kita semua untuk dilakukan.
Ada pula orang-orang yang memiliki kata-kata baik, seperti orang-orang yang setia datang ke Gereja pada setiap hari Minggu dan menyampaikan kepada Allah: “Amin, saya setuju, saya percaya. Tetapi kadang ketika saatnya menuntut tindakan konkrit sebagai suatu wujud melaksanakan kehendak Allah, kita hanya sampai pada taraf kehendak. Jika kita meneruskan sikap ini dalam kehidupan kita, ,kita sebetulnya mengacuhkan peringatan bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari kita dan diberikan kepada orang-orang yang menghasilkan buah bagi Kerajaan Allah. Mereka akan mendahului kita memasuki Kerajaan Allah.
Saya menuntup renungan ini dengan mengajukan pertanyaan reflektif berikut. Siapakah dari kedua putra itu yang dapat dipandang sebagai putra ideal? Dia yang blak-blakan atau berterus terang mengatakan tidak di hadapan ayahnya; atau dia yang mengatakan ya tetapi tidak disertai dengan tindakan lanjut? Jawabannya adalah tak seorang pun dari kedua putra yang masuk kategori sebagai putra ideal. Para putra dan putri yang ideal adalah orang-orang yang mengatakan YA kepada orangtuanya dan selanjutnya pergi untuk melakukan apa yang diperintahkan. Dan inilah yang seharusnya menjadi tujuan perjuangan kita. Teguh dan setia berjuang dari hari ke hari untuk mengakui iman kita dalam dalam kata dan perbuatan yang baik. Bukankah kita tahu bahwa “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku Tuhan, Tuhan, akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di Surga! Amin.
Copyright © 12 Maret 2009, by Paskalis B. Keytimu, SVD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar