Kamis, 09 April 2009
Kamis Putih
Bacaan : Kel 12:1-8.11-14; 1Kor 11:23-26; Yoh 13:1-15
Kehidupan di Palestina pada zaman Yesus memang penuh dengan perjuangan yang berat. Misalnya, sarana transportasi yang populer adalah kaki. Dengan kaki mereka harus menempuh suatu perjalanan yang teramat jauh jaraknya, pada jalan yang berbatu, berlubang dan bertebaran debu. Maka tak mengherankan, kaki terasa perih dan sakit dan pegal mengitari seluruh tubuh, ketika tiba di suatu tempat tujuan. Sebagai tanda keramah-tamahan, tuan rumah akan menyediakan air hangat untuk pembasuhan kaki, yang mengandung makna sebagai suatu cara pembersihan segala debu dan pemulihan rasa sakit. Dan pembasuhan kaki ini biasanya dilakukan oleh para hamba atau para budak.
Pelayanan pembasuhan kaki yang bertujuan memulihkan kepenatan dan memperoleh kembali kesegaran juga dilayani di rumah-rumah penginapan yang bisa dijumpai di tempat-tempat strategis. Mereka yang bepergian dan menempuh suatu perjalanan yang jauh, dapat mampir di rumah-rumah penginapan untuk mendapatkan makanan dan pelayanan pembasuhan kaki. Dengan demikian, kekuatan baru diperoleh demi melanjutkan dan menyelesaikan perjalanan. Dari sinilah, rumah-rumah penginapan sepanjang perjalanan itu mendapat nama “Restoran”, artinya memberikan kekuatan demi mengembalikan dan memulihkan kecapaian kepada orang-orang yang tengah bepergian. Para murid tampaknya memahami Yesus membasuh kaki mereka dalam terang latar belakang budaya ini. Sementara bagi kita, pembasuhan kaki merupakan sebuah tonggak penunjuk pada makna Ekaristi yang kita rayakan.
Dalam terang pemahaman atas peristiwa pembasuhan kaki, Ekaristi dapat kita pahami sebagai suatu tempat restorasi, tempat di mana kita mendapatkan pemulihan, pemugaran dalam peziarahan hidup ini. Bukankah kehidupan orang Kristen di dunia ini merupakan sebuah ziarah, suatu perjalanan panjang dan tidak ringan. Dan sepanjang perjalanan itu, kita tentu merasa letih dan lesuh dan sering menantang kita untuk berhenti berlangkah dan kembali ke tempat semula. Tetapi Yesus telah menyediakan dan memberikan kepada kita Ekaristi sebagai suatu tempat di mana kita dapat pergi untuk memulihkan kepenatan dan memperoleh kembali kesegaran lewat Tubuh dan Darah-Nya sendiri, sehingga kita dapat melanjutkan dan menyelesaikan perjalanan kita yang masih tersisah. Ketika kita memberi komuni kepada orang-orang sakit, kita menyebutnya Viaticum yang berarti persediaan, bekal untuk perjalanan. Ekaristi adalah suatu Viaticum, artinya di dalam Ekaristi kita memperoleh kekuatan untuk melanjutkan perjalanan kita kepada Allah, Bapa kita.
Dalam kisah Injil kita menemukan bahwa Petrus menunjukkan sikap kurang enak ketika Yesus hendak membasuh kakinya, Petrus, yang agaknya seorang aktivis, akan lebih suka kalau dia yang bertindak sebagai pelaku, membasuh kaki Yesus pun kaki para murid lainnya. Memang, kadang terasa sulit untuk tetap pasip dan mengizinkan orang lain membasuh kaki kita daripada kita yang melakukan. Tetapi, ingat bahwa memberi diri dibasuh dan membasuh kaki sesama, ibarat dua sisi dari mata uang yang sama.
Sisi yang satu dan sekaligus paling esensial adalah membiarkan Tuhan membasuh kita. Mengapa? Kepada Petrus, Yesus berkata, “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku” (Yoh 13:8). Jadi, pertama-tama, izinkan Tuhan membasuh kita hingga bersih seluruhnya, sehingga kita menjadi kepunyaan Tuhan. Dan hanya melalui jalan ini, kita memperolah wewenang dan hak dan kesanggupan untuk membasuh kaki sesama saudari dan saudara kita yang lain di dalam Tuhan. Ketika kebenaran ini merasuki pikiran Petrus, ia langsung mengatasi keengganannya dan berseru, “Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku” (Yoh 13:9). Agar semuanya ini terjadi, Allah cuma meminta kita untuk hadir dengan seluruh diri kita di hadapan-Nya dan membiarkan Dia membasuh kita. Sederhana, bukan?
Sisi yang lain dari koin itu, yang juga sama pentingnya adalah: setelah kaki kita dibasuh oleh Tuhan, kita harus pergi untuk membasuh kaki sesama kita. Setelah Yesus membasuh kaki para murid-Nya, Ia lalu berpesan: “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi, jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu, sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:12-15).
Yesus telah membangun suatu hubungan yang akrab antara diri-Nya yang membasuh kaki murid-murid-Nya dan para murid yang harus membasuh kaki sesamanya. Jika Ekaristi adalah tempat di mana Tuhan membasuh kaki kita, tempat kita dapat menimba kekuatan baru untuk langkah kita selanjutnya, maka kehidupan harian kita harus menjadi arena di mana kita harus pergi untuk membasuh kaki sesama, menawarkan harapan dan kekuatan baru kepada sesama. Ekaristi membimbing kepada kehidupan dan sebaliknya, kehidupan harus memimpin kita kepada Ekaristi. Ekaristi yang kudus dan benar harus membimbing kita kepada pelayanan terhadap sesama. Yesus telah memecah-mecahkan roti Ekaristi dan membagi-bagikannya, juga yang telah membasuh kaki para murid-Nya. Kita harus mengikuti teladan-Nya, baik pada altar Ekaristi maupun pada altar kehidupan kita setiap hari. Amin.
Copyright © 07 April 2009 by Paskalis B. Keytimu, SVD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar