Senin, 16 Maret 2009
Masa Puasa
Bacaan : Lk 4: 24-30
Seorang sahabat yang adalah seorang imam projo asal Nigeria pernah menceritakan sebuah kisah menarik sebagai berikut. Salah seorang Uskup pribumi di Nigeria, kisahnya, kembali ke kota asalnya guna menghadiri sebuah pesta akbar setelah ia ditahbiskan sebagai Uskup. Semua umat asalnya berpadu guna menyukseskan misa dan resepsi syukuran. Dalam kata sambutan, mereka mengungkapkan tentang betapa bahagianya mereka, karena salah seorang putra mereka telah dipilih menduduki posisi yang agung, posisi yang memungkin ia punya akses langsung dengan Allah. Mereka juga berjanji bahwa mereka akan memeluk erat-erat iman Kristen, jika dia, dalam kapasitasnya sebagai Uskup memberangus (menghilangkan) salah satu perintah dari 10 Perintah Allah bagi mereka. Sebelum mereka mengatakan perintah mana yang harus ditiadakan, Uskup muda langsung menghentak mereka dengan mengatakan bahwa Sepuluh Perintah Allah, adalah ciptaan Yang Ilahi, bukan buatan manusia, dan karena itu, tidak dapat diubah-ubah, dirubah, atau pun ditambahkan apalagi dikurangi atau dihilangkan. Penjelasan bapa Uskup bagai pedang bermata dua; merenggut segala perasaan bahagia, dan yang tertinggal cuma kekecewaan yang mendalam, putus asa, frustrasi. Dan Uskup harus tergesa-gesa meninggalkan umat dan kota asalnya. Yesus, dalam Injil hari pun mengalami nasib yang mirip dialami oleh Uskup dari Nigeria ini.
Seperti bapa Uskup, Yesus kembali ke kota asal-Nya segera sesudah pembaptisan-Nya di mana Roh Kudus turun atas-Nya dan dimaklumkan oleh Allah sebagai Putra Allah. Seperti bapa Uskup, orang-orang di kota asal Yesus cuma sejenak berdecak kagum dan memuji pengajaran-Nya. “Dan semua orang itu membenarkan Dia, dan mereka heran akan kata-kata indah yang diucapkan-Nya; lalu kata mereka: “Bukankah Ia ini anak Yusuf” (Lk 4: 22). Seperti bapa Uskup, Yesus diharapkan menggunakan kuasa-Nya untuk melakukan hal-hal yang istimewa bagi orang-orang di kota asal-Nya sendiri. Hanya dengan demikian, Yesus boleh diakui sebagai benar-benar Anak yang tahu mengabdi, yang tidak melupakan asal-usul-Nya. Dan lagi-lagi seperti bapa Uskup, Yesus membuka pikiran mereka dengan mengatakan kebenaran bahwa Allah tidak mempunyai umat yang favorit, tidak punya sikap dan tindakan pilih kasih. Allah memperlakukan dan berhubungan dengan semua orang dengan menggunakan takaran yang sama. Dan apa yang terjadi? Mereka langsung masuk ke dalam kekecewaan yang mendalam, bangkit menentang Yesus bahkan mengusir Yesus dari kota asal-Nya sendiri.
Yesus telah mengantisipasi kekecewaan umat terhadap-Nya karena Ia memahami diri-Nya berurusan dengan pelayanan profetis. Di dalam istilah biblis, seorang Nabi adalah bukan seseorang yang meramalkan tentang masa depan. Seorang Nabi, pada prinsipnya, adalah seseorang yang berbicara atas nama Allah, corong yang memperdengarkan suara dan kehendak Allah. Fokusnya adalah mengekspresikan Sabda Allah. Apakah Sabda Allah itu membuahkan kebahagiaan bagi pendengarnya atau tidak, bukanlah perhatian utama sang Nabi. Nabi mengatakan kebenaran yang menyakitkan dan daya kebenaran itu biasanya menghantar orang masuk ke dalam pertentangan diri. Kebenaran apa yang Yesus katakana kepada orang-orang di kota asal-Nya dan yang membuat mereka menjadi orang-orang yang emosional?
Yesus mengatakan kebenaran tentang universalitas cinta Allah. Orang-orang Nazareth, seperti juga kebanyakan umat kepilihan Allah pada zaman Yesus, telah memiliki suatu keyakinan tentang seorang Allah yang mestinya bertindak seturut gambaran dan keinginan mereka. Mereka percaya akan Allah yang kedermawanan-Nya hanya terbatas di kalangan “umat terplih.” Jika Allah hadir untuk mereka, maka Allah tidak seharusnya menentang dan mempermalukan mereka. Dan Yesus menegaskan kepada mereka bahwa Allah yang demikian sesungguhnya tidak eksis/ada. Allah yang benar adalah Allah yang hadir dan ada untuk semua umat manusia, sejauh mereka mendekati Allah dengan iman dan kepercayaan. Untuk lebih meyakinkan, Yesus lalu menunjuk kepada Nabi Elia dan Elisa yang melakukan mukjizat besar justru untuk orang-orang di luar umat pilihan Allah. Meskipun demikian, mereka tidak menerima kebenaran yang diungkapkan Yesus, karena hal tersebut secara langsung menggugat keyakinan akan superioritas diri yang sudah berurat akar dalam dalam diri mereka dan yang membuat mereka merasa puas dan cukup dengan diri sendiri.
Umat Allah di zaman Yesus memiliki dua model guru. Ada guru-guru profetis yang mencari di atas segala-galanya demi mempersilakan Allah; yang berbicara kebenaran tentang Allah pun ketika kebenaran itu menuntut harga popularitas dan keamanan diri sebagai bayaran. Dan ada juga guru-guru populer yang mencari di atas segala-galanya demi mempersilakan umat; yang hanya berbicara tentang apa yang umat senang mendengarkannya dan meneguhkan umat dengan prasangka-prasangka mereka. Kitab Suci pun bersaksi dan sekaligus sebagai suatu peringatan bagi kita: “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sesat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya” (2Tim 4:3).Yang terbesar dan teragung dari semua kebajikan adalah Cinta Yang Universal dan Tanpa Syarat. Dan permulaan dari Cinta Agape adalah pengakuan bahwa hanya satu umat pilihan Allah, hanya ada satu ras/bangsa, yakni Bangsa Manusia. Amin.
Copyright © 15 Maret 2009, by Paskalis B. Keytimu, SVD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar