Lk 20: 27-40
Sabtu, 22 November 2008
Sebuah renungan tentang kehidupan setelah kematian. Sepintas tampak abstrak di otak tapi sesungguhnya tidak untuk hati yang terarah kepada Allah dengan iman yang mantap. Tetapi, agar kita merasa lebih nyaman, baiklah kita sejenak bersujud kepada-Nya: "Tuhan, ini aku dengan segala keunggulan dan keterbatasanku. Aku ingin merenungkan Sabda-Mu, namun hatiku siap sementara ada pula bayangan gelap menyelimuti lantaran sebuah superioritas akal. Maka, sanggupkanlah aku untuk melepas-pergikan segala yang penjadi penghalang. Hanya Engkau yang sanggup, ditambah sedikit kemauan dariku, maka semuanya akan terjadi Amin.
Apakah orang-orang Kristen percaya ada kehidupan setelah kematian? Hal ini tentunya bergantung pada apa yang dimaksudkan dengan kehidupan.
Kematian adalah kenyataan, suatu yang riil dan pasti. Kenyataan yang akan dilewati oleh semua makhluk. Namun makhluk yang disebut manusia ini, seringkali mempersoalkannya. Mengapa harus mati, bukankah hidup di dunia ini lebih nyaman, dan bukankah aku bahagia berada di sini? Kita berpikir segala-galanya akan terenggut secara total dari kita, dan karenanya kita ingin mempertahankan melalui pelbagai dalih dan sikap penolakan. Padahal kita sendiri memahami bahwa tak ada seorang anak manusia yang bisa menolak kematian, bila saatnya memang sudah tiba.
Seperti kebanyakan dari kita, begitu pula para ahli hukum Musa yang sering dikenal dengan nama Kaum Saduki. Mereka menyangkal adanya kebangkitan justru karena ingin mempertahankan keteraturan hidup yang sudah dibangun di dunia ini. Mereka berpikir bahwa nanti ada kekacauan besar terjadi di kehidupan nanti, jika ketujuh saudara harus mengklaim sebagai haknya untuk menikahi wanita yang de facto telah mereka nikahi dalam kehidupan di dunia ini.
Ternyata pertimbangan, alasan mereka kurang mendasar. Ada titik lemah dalam argumen mereka. Dan itu tampak dalam jawaban Yesus berikut ini: "Mereka yang dianggap layak untuk mendapatkan bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan dikawinkan. Mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah." Dengan ini terlihat ada satu hal pasti bagi kita yakni, Ada Kehidupan setelah Kematian, ada Kebangkitan. Walaupun kebangkitan merupakan hak kita semua, namun dari pihak kita tetap dituntut untuk berjuang agar menjadi orang-orang yang disebut pantas. Jadi, ada kesalahpahaman mengenai arti kebangkitan dalam diri orang-orang Saduki.
Kristus lahir di dunia, tidak menikah atau mempunyai anak karena Ia adalah Awal kehidupan baru dimana tidak ada kematian. Sesungguhnya dalam hidup ini, kita mengambil bagian dalam Keputraan Kristus, sambil menantikan kepenuhannya melalui kebangkitan-Nya.
Ketika hari itu datang, kita akan berjaga, bukan terjaga setelah anda tertidur lelap akibat suatu operasi, tetapi berjaga untuk suatu kehidupan baru setelah kematian – suatu kehidupan yang berbeda secara radikal dari kehidupan kini. Itu akan menjadi suatu kehidupan bagi mereka yang sungguh bertumbuh secara penuh, bertumbuh di dalam Kristus. Amin.
Copyright © 19 Nopember 2008, by Paskalis Berkmans SVD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar