Rabu, 25 Pebruari 2009
Hari Rabu Abu
Bacaan : Yoel 2:12-18; 2Kor 5:20-6:2; Mt.6:1-6.16-18
Masa Puasa kita awali dengan sebuah peringatan yang tampak kurang nyaman untuk kita. Mengapa? Pada hari Rabu Abu, ketika abu dibubuhi pada dahi setiap orang beriman, imam menyerukan peringatan: "Ingatlah, kamu berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu. Karena itu, tak mengherankan kalau masa puasa bagi banyak orang merupakan sebuah masa suram, kegelapan dan bahkan suatu malapetaka. Rumusan lain yang tampak lebih positip tetapi juga mengandung makna yang barangkali kurang pas untuk telinga kita, yakni, Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.
Pada hari ini saya mengundang kita untuk mendekati masa puasa sebagai suatu moment, saat untuk "Mengingat siapakah kita di hadapan Allah daripada tentang siapa sesungguhnya kita." "Mengingat atau Ingat" adalah kata yang paling sering kita jumpai dalam Kitab Suci. Misalnya, dikatakan bahwa Allah ingat kepada Abraham (Kej 19:29). Kata ini juga sering digunakan oleh para Nabi dan bapa-bapa Gereja. Mereka terus menerus menghimbau umat untuk tetap "mengingat". Dan tentu, masa puasa adalah panggilan Gereja kepada kita untuk mengingat relasi yang Allah telah bangun dengan kita, mengevaluasi hubungan tersebut dan berusaha melakukan apa yang perlu untuk memperdalam relasi itu.
Bagi umat Kristiani, kita hendaknya tidak saja mengingat bahwa kita berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu. Kita harus bergerak maju sehingga kita dapat berbagi di dalam kemenangan kehidupan yang mengatasi kematian abadi. Lebih jauh, di dalam kisah penciptaan dikatakan bahwa kita diciptakan dari debuh tanah, juga Allah menghembuskan nafas kehidupan dan atas cara demikian kita menjadi makhluk hidup (bdk Kej.2:7). Karena itu, kita memang berasal dari debu tanah, tapi sekaligus yang telah diilahikan karena nafas hidup itu sesunggunya nafas hidup Allah sendiri. Lebih jauh, dan ini tentunya merupakan sebuah khabar gembira bagi kita yakni melalui kematian kita akan kembali menjadi debu tanah tetapi melalui Yesus kita akan dibangkitkan untuk berbagi kegembiraan dalam kemuliaan kebangkitan-Nya.
Dengan demikian masa puasa sesungguhnya bukan suatu periode yang diliputi kesuraman, tetapi suatu perjalanan dalam mana kita berusaha sekuat kemampuan untuk memperdalam hubungan kita dengan Allah. Marilah kita memasuki masa puasa ini dengan mengingat secara jujur siapakah diri kita dihadapan Allah, sehingga dapat menggunakan waktu 40 hari ini untuk berkarya demi hubungan kita dengan Allah. Marilah kita memaknai masa berahmat ini dengan doa, puasa dan memberi sedekah. Dengan berdoa kita dapat kembali kepada Allah yang dari-Nya kita telah berpaling ke persimpangan jalan. Dengan berpuasa kita dapat belajar mengontrol diri sekaligus belajar mencintai diri kita sendiri di dalam suatu cara yang wajar dan seimbang. Dan dengan memberi sedekah kepada kaum miskin dan orang-orang yang tengah berada dalam kebutuhan, kita menjumpai sesama yang harus kita cintai sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Itulah obat-obat yang mujarab, bentuk-bentuk latihan rohani yang sehat dan dapat dilakukan dengan bijaksana dan tidak berlebihan, tetapi dengannya Yesus akan terus membawa penyembuhan bagi kita orang-orang sakit karena kedosaan kita. Inilah pula suatu bentuk pengorbanan yang sangat positip karena dengannya kita sebetulnya masuk secara mendalam ke dalam peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus Kristus sendiri.
Sembari mengingat bahwa kita ini berasal dari debu tanah, tetapi debu tanah yang ilahi dan diberkati, marilah kita berjuang semaksimal mungkin untuk memperdalam hubungan kita dengan Pencipta kita, melalui doa dan pengorbanan yang riang gembira. Dengan demikian, tatkala Paskah tiba, kita semua bergerak maju dan bernyanyi Alleluya, Ia telah hidup dan kita pun akan hidup, Alleluya. Amen
Copyright © 23 Pebruari 2009 by Paskalis B. Keytimu, SVD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar